TYT-22

1.9K 184 4
                                    

"Val... Val...." Eriska melirik ponselnya yang berada di dashboard dan masih tersambung ke Valeria. Dia menekan tombol merah, kemudian mencoba menghubungi Valeria lagi.

Tut... Tut... Tut....

Eriska mulai panik kala Valeria tidak menjawab panggilannya. Valeria beberapa kali menghubunginya, tapi dia tidak tahu. Barulah saat di mobil dia mengeluarkan ponsel dan mendapat panggilan terakhir dari Valeria. Sayangnya, wanita itu tidak bersuara.

"Pasti ada apa-apa," gumam Eriska sambil menambah kecepatan mobilnya.

Seketika Eriska terbayang wajah Valeria yang sedikit pucat. Dia menyesal mengapa membiarkan Valeria ke butik sendirian. Yah meski Valeria bilang baik-baik saja, tapi dari raut wajahnya sudah terlihat jika keadaannya tidak seperti itu.

Citt....

Eriska sampai butik kemudian berlari masuk. "Val!" panggilnya sambil mengedarkan pandang. Butik tampak sepi, Valeria tidak berada di balik meja kasir.

"Val!" Eriska berlari mencari. Saat berdiri di samping meja kasir, matanya terbelalak melihat Valeria tergeletak tidak sadarkan diri. "Ya ampun, Valeria!" Dia segera mendekat dan menepuk pipi Valeria beberapa kali.

Eriska dapat merasakan suhu tubuh Valeria meninggi. Dia mengusap keringat dingin yang keluar itu sambil terus mengguncang pundak Valeria. "Val... Bangun, Val...."

Tepukan dan panggilan itu seperti menyadarkan Valeria. Dia mengerjab kemudian merasakan tepukan itu terasa lebih cepat. Mata Valeria sepenuhnya terbuka. Dia mendapati siluet seseorang yang membungkuk ke arahnya.

"Val... Lo lihat gue?" tanya Eriska tidak sabaran. "Val...."

Perlahan pandangan Valeria mulai jelas. Dia tersenyum samar melihat wajah Eriska. "Gue nggak apa-apa."

"Apanya yang nggak apa-apa?" Eriska menjerit. "Wajah lo pucet banget kayak gini. Sekarang kita ke dokter, deh!"

Valeria berusaha beranjak, tapi kepalanya kembali berdentum. Dia memegang sisi kepalanya sambil memejamkan mata.

Kedua tangan Eriska melingkar di tubuh Valeria, menopang sahabatnya itu. "Lo nggak kuat, Val. Mending kita pulang."

"Tapi butik gimana?" tanya Valeria lemah. Dia telah menolak dua calon pembeli karena kondisinya. Dia tidak ingin menolak pembeli lain.

Eriska menghela napas pelan. "Yang penting lo istirahat dulu," jawabnya. "Ayo! Lo kuat berdiri nggak?"

"Kuat...." Valeria perlahan bangkit. Dia berpegangan di tangan Eriska saat kakinya terasa lemas. Setelah itu dia berpegangan di pinggiran meja. "Nggak apa-apa kalau gue pulang?"

"Udah jangan banyak mikir...." Eriska membimbing Valeria menuju mobil. "Badan gue ikutan panas deketan sama lo."

Valeria tidak merespons. Dia juga merasakan tubuhnya cukup panas. "Sorry...."

Eriska membuka pintu mobil dan membantu Valeria masuk. "Jangan merasa bersalah," ujarnya sebelum menutup pintu mobil. "Lo tunggu sini dulu. Gue ambilin barang-barang lo."

"Hmm...." Valeria hanya menggumam. Dia duduk bersandar sambil satu tangannya memijit kepala.

***

Valeria.

Rose terdiam, melihat log panggilan tidak terjawab dari Valeria. Entah kapan terakhir kali Valeria menghubunginya, yang jelas itu sudah sangat lama. Namun, kali ini Rose melihat nama itu muncul di log teratas.

Tadi, ponsel Rose berada di loker karena dia membantu koki lain menyiapkan makanan. Andai, dia tetap mengantongi ponselnya mungkin dia akan mengangkat panggilan itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang, Rose terlihat kepikiran.

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang