TYT-30

2.3K 213 10
                                    

Tubuh Valeria hampir tersungkur karena pintu tiba-tiba terbuka. Dia berpegangan di pinggiran pintu kemudian mengangkat wajah. Bibirnya refleks tertarik saat melihat sosok di depannya menatapnya heran. "Lo udah balik?"

Rose memiringkan kepala. Dia melihat rambut Valeria yang berantakan. Ekspresi wanita itu juga terlihat tidak seperti biasanya. "Gue balik beberapa jam yang lalu."

"Oh...." Valeria berdiri tegak kemudian merapikan rambutnya. "Permisi gue mau masuk."

"Nggak bisa." Rose bergerak menghalangi. Dia memperhatikan Valeria yang mulai terlihat marah. Sayangnya sedetik kemudian wajahnya kembali terlihat putus asa. "Berantem sama Mahesa?"

Valeria menggeleng pelan. "Lo nggak perlu tahu soal itu."

"Kalau berantem sama Mahesa, buatin dia makanan. Pasti dia luluh."

"Tapi gue nggak butuh bantuan lo." Valeria mulai bisa menguasai diri. Dia menggerakkan tangan meminta Rose menjauh.

Rose kali ini menurut lalu memiringkan tubuh. Dia menutup pintu kemudian menatap Valeria yang berjalan dengan bahu merosot itu.

Valeria semakin frustrasi setelah mendengar kalimat Rose. Dia tidak bisa masak. Artinya dia tidak bisa membujuk Mahesa dengan makanan. Tapi gimana kalau beli?

Sontak Valeria berbalik menghadap ke Rose. "Biasanya lo masak buat Mahesa?"

Sudut bibir Rose tertarik ke atas. Dia melangkah mendekat lalu menepuk pundak wanita di depannya. "Iya. Tapi gue nggak mau ngasih tahu lo."

"Ish!" Valeria mendengus. Dia memukul mulutnya yang asal jeplak. Memang seharusnya dia tidak menanyakan itu. "Ah! Gue beneran gila." Valeria menyugar rambutnya sambil berjalan menuju kamar.

***

Lima hari setelah Mahesa membantu Valeria, dia merasa dirinya semakin aneh. Setiap pulang kerja dia memilih jalan memutar untuk melihat butik Valeria. Sayangnya, dia tidak turun, hanya melihat dari kejauhan kemudian pergi beberapa saat.

Mahesa pikir, lama-lama akan kembali seperti semula. Namun, dia terus terbebani oleh perasaan aneh itu. Dia terus memikirkan Valeria dan sering melamun. Terlebih di saat malam hari. Mahesa benar-benar muak dengan dirinya sendiri.

"Pak Mahesa...."

Perhatian Mahesa teralih. Dia melihat sekretarisnya berdiri di depan meja tengah menunggu jawaban. Hal ini kembali terulang, Mahesa kembali melamun.

"Tolong hari ini saya tidak mau diganggu." Mahesa mengucapkan itu sambil memijit pelipis. "Sama tolong, pesankan saya makanan pedas."

"Baik. Pak...."

Mahesa duduk bersandar sambil menatap langit-langit ruangan. Dia sungguh lelah menjalani hari-hari yang seperti sekarang. Dia ingin kembali menjadi Mahesa yang bisa fokus sepanjang hari.

Tok... Tok....

"Permisi, Pak." Sekretaris Mahesa kembali datang.

"Apa lagi?" Mahesa tampak lelah. Dia duduk tegak menatap wanita berhijab tosca itu. "Saya tidak mau diganggu."

Sekretaris Mahesa mengangguk mengerti. "Tapi ada tamu. Dia memaksa ingin bertemu. Namanya Bu Valeria."

Tanpa sadar Mahesa duduk tegak. "Valeria?"

"Iya, Bu Valeria."

Mahesa menurunkan dasinya yang terasa mencekik. "Suruh masuk," ujarnya sambil berdiri. Dia menghela napas beberapa kali, tidak ingin menunjukkan wajah lelahnya.

"Permisi." Valeria berdiri di depan pintu ruangan. Dia melihat Mahesa berdiri di dekat jendela dan menatapnya.

"Silakan duduk." Mahesa menggerakkan tangan ke sofa. Dia memperhatikan Valeria yang pagi ini memakai rok span berwarna biru muda dan kemeja putih serta heels berwarna biru. Rambut wanita itu diikat kuda. Penampilan Valeria seperti wanita kantoran.

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang