TYT-8

2.5K 217 1
                                    

"Makan gue?" tanya Mahesa. "Boleh. Mulai sekarang lo tinggal di apartemen."

"Ogah...." Valeria bergidik. Meski dia tahu apartemen Mahesa lebih mewah dan lengkap daripada apartemennya, tetap saja penawaran itu tidak menarik di mata Valeria.

Tinggal bersama Mahesa? Valeria tidak pernah berpikir seperti itu. Dia merasa damai sebelum bertemu Mahesa. Sungguh, dia damai hidup bersama Eriska. Dia merasa damai meski tidak bekerja setiap hari. Dia merasa damai meski mamanya hanya mengirimkan barang-barang mewah tapi tidak pernah menemuinya. Dia merasa damai meski kedua orangtuanya telah lama berpisah dan tidak mencarinya lagi. Dia merasa damai meski memiliki mantan sahabat super menyebalkan seperti Rose.

Oke! Itu semua bohong. Valeria tidak pernah merasakan kedamaian. Meski tidak merasa damai, setidaknya dia tidak ingin hidup yang begitu menyebalkan. Salah satunya hidup bersama Mahesa tanpa ikatan apapun.

"Gue tahu lo tanpa sadar bersaing sama Rose buat buktiin siapa yang jadi lebih baik," ujar Mahesa. "Ini kesempatan lo. Deket sama gue jelas ngasih keberuntungan."

Valeria geleng-geleng. "Kok lo bisa sepede itu?"

"Keadaan yang maksa gue buat jadi pede," balas Mahesa. "Sama kayak lo, kan? Lo juga selalu pede."

"Hmm...." Valeria hanya menggumam kemudian duduk menyerong. "Jadi, masalahnya Rose tahu kalau kita deket?"

Mahesa mengangguk singkat. "Gue tahu dia cemburu. Makanya tadi pagi ke apartemen."

"Dan lo jadiin gue boneka buat bikin Rose cemburu?" tebak Valeria. "Terus kalau kalian udah balikan lo bakal buang gue gitu aja?"

"Emm...." Mahesa tampak berpikir. Dia mengangkat bahu, tidak tahu apa yang akan dia lakukan.

Valeria mendengus. "Gue cukup kaget seorang Mahesa yang dulu kelihatan polos berubah jadi picik kayak gini."

Mahesa tidak menjawab. Dia turun dari mobil kemudian membukakan pintu untuk Valeria. Tangan Mahesa terulur tapi Valeria melengos tanpa menerima uluran itu. Mahesa menurunkan tangannya kemudian berjalan lebih dulu. "Kita ngobrol sambil makan. Biar lo bisa berpikir tenang."

"Ck!" Valeria menghentakkan kaki. Dia mengikuti Mahesa masuk ke salah satu restoran steak termahal.

Setelah mereka masuk ruang privat, mereka tidak kunjung membuka suara. Mahesa duduk sambil melipat kedua tangan di depan dada. Sedangkan Valeria duduk dengan kedua tangan di atas meja. Terlihat sekali tangannya mengepal erat.

"Seseorang bisa berubah, kan?" Mahesa membuka percakapan.

Valeria menatap Mahesa dengan sorot tajam. "Dan lo berubah jadi jahat?"

Mahesa menahan tawa. "Nggak sejahat itu."

"Terus mau lo?" tanya Valeria sambil duduk bersandar. Dia mengikuti tindakan Mahesa dengan melipat kedua tangan di depan dada.

"Ya kita kerja sama," ujar Mahesa. "Gue tahu lo pasti ada dendam tersendiri ke Rose. Sedangkan gue ada rasa sakit yang perlu gue balas."

Valeria menarik napas panjang. "Sebenarnya gue males kalau ada hubungannya sama Rose. Gue pengen hapus dia dalam hidup gue."

Mahesa tersenyum kecil. Dia memajukan tubuh, tampak tertarik dengan kalimat terakhir Valeria. "Artinya lo belum bisa hapus dia dalam hidup lo?"

"Lo nggak perlu tahu," balas Valeria. Dia menatap Mahesa yang tampak semakin menyebalkan. Terlebih background belakang yang berwarna merah, Mahesa tampak seperti sosok yang tidak punya hati.

"Gue artiin iya." Mahesa langsung menyimpulkan. "Ada satu yang aneh. Dulu lo termasuk siswa berduit, tapi sekarang berubah? Lo bahkan nunggak bayar ruko."

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang