Gadis itu menggeliat pelan hingga matanya yang semula terpejam kini terbuka lebar.
"Kenapa malah ketiduran sih?" Febi menguap pelan saat melirik jam yang terletak di atas nakas. Sudah pukul tujuh malam.
Febi menatap ke sekeliling kamarnya, kemudian ia keluar kamar untuk mencari seseorang, tapi dia sama sekali tak menemukan hingga Febi memutuskan untuk mandi dan pergi ke apartemen seseorang yang tengah ia cari sekarang ini.
***
Jika tadi masih pukul tujuh malam, maka kini jam tangan Febi sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit saat ia tiba di apartemen Rafa.
Febi kemari untuk mengambil ponselnya. Kata Rafa tadi, laki-laki itu akan mengantarkan ponselnya tapi mungkin saja Rafa lupa, makanya Febi kemari.
Dahi Febi berkerut saat melihat pintu apartemen Rafa yang terbuka. Febi masuk begitu saja membuat Leon yang berada di sisi pintu terkejut.
"Loh? Loh?"
"Rey ...." Langkah kaki Febi terhenti saat matanya menangkap sosok laki-laki bertubuh jakung tengah duduk berdua di sofa dengan seorang gadis berpakaian cukup terbuka.
"Febi?" Rafa tampak terkejut dengan kehadiran Febi yang tiba-tiba. Ia langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Febi. "Kamu ngapain ke sini?"
Entah mengapa melihat itu membuat mata Febi merasa panas. Sial!
"Aku cuma mau ngambil HP," jawab Febi berusaha ketus tapi yang terdengar adalah, Febi tampak tengah menahan tangis.
Febi berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar Rafa. Sementara Rafa diam mematung di tempatnya. Ia lupa mengantarkan benda pipih itu pada Febi sesuai dengan janjinya tadi.
"Shit, gua lupa!" Rafa mengusap wajahnya kasar. Ia hendak menyusul Febi tapi sebuah tangan milik laki-laki menahannya.
"Kita lihat dia udah cinta sama lo apa nggak," kata Leon membuat dahi Rafa berkerut.
"Maksud lo?"
"Maksud gua ...." Leon tak lagi melanjutkan perkataannya ketika Febi sudah keluar dari kamar Rafa dengan wajah yang terlihat sangat murung membuat Leon diam-diam tersenyum penuh arti.
"Aku pulang." Febi melirik perempuan yang duduk di sofa itu dengan sinis, dalam hati ia mengabsen nama binatang untuk perempuan itu.
"Biar aku antar," kata Rafa mencoba untuk memegang tangan Febi, tapi gadis itu lebih dulu lari sebelum Rafa berhasil menggapai tanganya.
"Febi!" Rafa berteriak sedikit menggeram kesal, ia hendak berlari mengejar Febi tapi lagi dan lagi tangannya ditahan, tapi kali ini bukan Leon, melainkan gadis yang tengah bersamanya tadi.
"Udahlah, Rafa. Biarin aja jalang itu pergi, kan masih ada gua. Gua bisa buat lo lebih puas dari pada sama dia," kata perempuan itu dengan tidak tahu malunya membuka bajunya untuk membuat Rafa bertahan di tempat dan melupakan Febi yang kini tengah berlari kabur.
Plak!
Gadis itu terpatung di tempat saat sebuah tamparan mendarat di pipinya begitu kuat.
"Berani lo bilang pacar gua jalang lagi, gua buat hidup lo hancur jadi debu," desis Rafa tajam merebut ponsel yang tengah dipegang oleh Gevin yang sedari tadi diam jadi penonton.
Rafa menarik pakaian gadis itu yang tersisa kemudian membidikkan kameranya hingga mendapat beberapa jepretan gambar. Langit, Gevin, dan Leon mengerjab tak percaya di tempat.
Sadar akan kondisi, gadis itu langsung terduduk dan memeluk tubuhnya sendiri. Ketakutan jelas terpancar di mata gadis itu ketika mendengar percakapan Rafa dengan seseorang melalui sambungan telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE [On Going]
Teen Fiction"Kesalahan terbesar elo adalah udah berani ikut campur dalam urusan gua dan apa lo tau? Karna hal itu lo masuk dalam kehidupan gua dan lo nggak akan bisa keluar dari kehidupan gua apapun caranya." Reyrafa Aditama Aflastar