Pagi hariFebi dan Karin memasuki gedung SMA Cakrawala, melewati koridor demi koridor untuk menuju kelas mereka yang berada di lantai dua. Sesekali mereka bercanda tawa untuk membuat Febi melupakan perlakuan Rafa kemarin.
"Hey!" sapa Aldi, teman sekelas mereka. Konon kabarnya Aldi menyukai Febi yang baru dua minggu sekolah disini.
"Hay, juga," jawab Febi dan Karin kompak membuat senyum Aldi mengembang. Apalagi ketika gadis pujaannya kini ikut tersenyum juga, hatinya berdebar tak menentu.
"Jalan bareng ya?" tanya Aldi meminta izin untuk bergabung bersama mereka.
"Gitu aja pake ngomong," ucap Karin sedikit ketus. Pertanyaan yang Aldi lontarkan sama sekali tidak penting, membuang waktunya saja. Apa lagi ketika ia tahu, ada sesosok singa yang siap menerkam.
"Suka-suka gua lah, dasar Mak Lampir." Aldi berdecih, kenapa sosok gadis satu ini begitu mengganggu. Mau gelud?!
"Lu--"
"Udah nggak usah berantem, kayak anak kecil aja," lerai Febi.
"Eh, anu Feb. Gua ke koprasi dulu ya, mau beli pena," ucap Karin langsung berjalan menjauh dari Febi dan Aldi. Keadaannya sudah tidak aman lagi, ia sudah mendapat kode agar segera pergi dari sana. Bukan tidak setia kawan, tapi ia hanyalah siswi beasiswa yang bertaruh masa depan di SMA ini.
"Mau gua temenin nggak?" tanya Febi dengan sedikit berteriak.
"Nggak," jawab Karin dengan berteriak pula.
"Ya udah yuk, ke kelas," ajak Aldi dengan menggandeng tangan Febi.
Febi membiarkannya, toh ini sudah biasa. Mereka berjalan menaiki tangga dengan sesekali tersenyum, asik bercerita tentang suatu hal yang tidak penting, dan tanpa mereka sadari sedari tadi Rafa memperhatikan mereka dari ujung tangga.
Bugh ....
Pukulan kuat menghantam rahang Aldi ketika mereka berada tepat di undakan tangga teratas. Tanpa ada sedikit kasihan dan kelembutan, Rafa menarik Aldi menjauh dari Febi
Rafa langsung menghajar Aldi tanpa ampun. Berani menyentuh miliknya berarti berani mati. Ia tak suka berbagi apalagi jika itu tentang Febi dan sepertinya gadis itu tak menghiraukan peringatannya.
"Aldi!" pekik Febi terkejut, ia langsung berlari menuju Rafa dan Aldi yang tampak sudah babak belur. Padahal Rafa hanya memberikan beberapa pukulan. Dasar lemah!
"Lepasin gua," teriak Febi karna tangannya dipegang oleh kedua sahabat Rafa. Bisa terganggu tontonan mereka jika Febi menghalangi Rafa.
"Lu cukup tenang dan lihat saja, ini pertunjukan yang bagus," ucap Leon dengan tersenyum miring.
"Kalian gila ya?! Lepasin gua!" bentak Febi yang tak dihiraukan oleh Leon dan Gevin sama sekali.
Bugh, bugh, bugh!
Rafa terus memukul dan menendang Aldi tanpa memberikan Aldi mesempatan untuk membalas serangannya. Ia tertawa nak iblis yang mendapat kesenangan. Melihat lawannya sudah tak berdaya membuat jiwanya terpuaskan.
"Udah!" teriak Febi sembari menangis dengan kencang.
Rafa menghentikan aksinya ketika mendengar Febi terisak, ia menatap bengis Aldi yang kini sedang mengatur nafas sambil tersungkur.
"Gua ingetin sama kalian semua, jangan pernah deketi Febi karna dia milik gua!" ucap Rafa dengan lantang kepada semua orang yang melihat perkelahian mereka.
Febi menggeleng, ia tak menyangka hanya karna menolong seseorang hidupnya menjadi seperti ini.
"Kenapa, Sayang? Ini bahkan belum apa-apa," ujar Rafa tersenyum smirk. "Dia pacar kamu?"
Febin menggeleng, ia tak punya hubungan apa-apa dengan Aldi, hubungan mereka hanya sebatas teman itu saja.
Rafa menghela napas panjang. "Lepasin!" suruh Rafa pada sahabatnya agar melepaskan tangan Febi. Panas juga lama-lama melihat tangan Febi dipegang oleh sahabatnya.
Febi langsung berlari menuju ke arah Aldi yang masih tersungkur di lantai. Keadaannya sungguh mengenaskan.
"Lo gapapa?" tanya Febi khawatir sambil membatu Aldi berdiri, tapi sedetik kemudian Aldi kembali jatuh karna didorong Rafa.
"Lu bawa dia ke UKS!" perintah Rafa pada cowok bertubuh besar yang tak jauh dari posisinya.
"Lo apa-apaan sih, Raf?" tanya Febi dengan nada tinggi membuat Rafa menggeram marah. Beraninya gadis ini padanya.
Ia menatap Febi nyalang, membuat Febi perlahan mundur hingga tubuhnya mentok menabrak dinding. Sepertinya ia telah kembali membangunkan singa.
Rafa tertawa sinis, ia berjalan mendekat ke arah Febi, mengurung gadis i tu dengan kedua tangannya kemudian membisikkan sesuatu.
"Jangan pernah bicara pakai lu gua, sama aku. Satu lagi, jangan panggil aku Raf, tapi panggil aku dengan sebutan Rey atau Rafa. Kalo kamu masih ngomong pakai lu gua sama aku, aku nggak akan segan-segan nampar kamu," bisik Rafa dengan tersenyum smirk.
Rafa menjauhkan wajahnya dari telingan Febi, ia menatap dingin wajah Febi yang bercucuran air mata.
Febi mengusap pipinya kasar ketika Rafa menciumnya tanpa izin. Ingin melawan tapi ditatap tajam oleh Rafa saja, keberaniannya sudah langsung berguguran.
"Cepat putusin pacar kamu!" ujar Rafa dengan dingin, kemudian ia menarik tangan Febi membawanya menuju kelas Febi. Merangkul pinggang gadis itu dengan posesif, sesekali mencium pipi Febi yang sudah menjadi tempat bibirnya mendarat dengan nyaman.
Semua orang hanya bungkam, bahkan diantara mereka tidak ada yang berani melaporkan ke guru BP. Takut jika melaporkan akan membuat mereka tersandung masalah yang sama.
"Bubar!" teriak Gevin membubarkan semua orang yang menonton perkelahian Rafa.
Semua orang langsung bergegas kembali kekegiatan awal mereka, seperti tak terjadi apa-apa membuat Gevin dan Leon tersenyum miring kemudian mereka berjalan mengikuti Rafa yang sudah berjalan lumayan jauh dengan merangjul pinggang Febi.
"Gila juga tu anak," ucap Leon dengan terkekeh.
"Gua kasian deh, sama tu cewe," ucap Gevin.
"Ya sama, gua takut aja tu cewek jadi gila karna tertekan. Apa lagi dia punya pacar, masak iya harus mutusin pacarnya demi Rafa gila aja, secaratu ya Rafakan galak, kejam, posesif," ujar Leon disela-sela perjalan mereka.
Sementara Rafa dan Febi kini sudah sampai di depan kelas Febi. Febi langsung menyentak kasar tangan Rafa kemudian ia segera memasuki kelasnya dengan air mata yang masih berderai.
Rafa hanya menatap datar, setelah dilihatnya Febi duduk pada bangku dan menenggelamkan wajahnya pada kedua tangannya, ia pergi meninggalkan kelas itu sambil berguman, "Mine."
Febi menatap kepergian Rafa dengan tangan mengepal kuat, tak tahan ia meninjukan tangan itu pada dinding yang terletak di sebelahnya.
Tangisnya kembali pecah membuat semua yang berada di kelas hanya diam, tak ingin menggangu. Walau mereka memuji ketampanan Rafa tapi mereka tak ingin berada di posisi Febi. Terlalu menakutkan berhadapan dengan Rafa, tapi kalau laki-laki itu berubah jadi lembut bolehlah.
Leon memasuki kelas Febi dengan satu tangan membawa sebatang coklat. Ia bersiul ria sembari berjalan mendekati Febi. "Nih, coklat dari Rafa. Dimakan jangan dibuang, kalo lo buang entah apa yang Rafa buang dari lo nanti," ujar Leon memberikan sebatang coklat itu pada Febi.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE [On Going]
أدب المراهقين"Kesalahan terbesar elo adalah udah berani ikut campur dalam urusan gua dan apa lo tau? Karna hal itu lo masuk dalam kehidupan gua dan lo nggak akan bisa keluar dari kehidupan gua apapun caranya." Reyrafa Aditama Aflastar