26

7.3K 629 258
                                    


Mendengar teriakan Rafa, Febi keluar dengan terburu-buru. Dia tertegun saat melihat wajah merah amarah Rafa. "Kamu kenapa?"

"Kamu selingkuh?" Rafa memberikan tatapan sengit tiadatara. Tulisan "untuk Febi tersayang" di atas kotak benar-benar membuat emosinya meletup-letup.

Febi sontak menggeleng melihat itu. "Nggak!"

"Terus ini apa?!" bentak Rafa membuka kotak itu kasar. Ditemukannya tiga batang coklat dan satu boneka kecil yang langsung di banting oleh Rafa di lantai karena kesal melihatnya. Namun, dia langsung melangkah mundur dan sangat terkejut saat dari dalam boneka itu muncul pisau yang begitu tajam dan berlumur darah.

Febi yang melihat tersenyum tak percaya. Dia mendorong pipinya pelan menggunakan lidah saat Rafa tak melihat. Tangannya mengepal tanpa sadar.

"Pisau?" Rafa bertanya tak percaya. Ia berdecak marah kemudian segera menatap Febi. Perempuan itu kini juga menatapnya kemudian langsung memeluk tubuhnya.

"Aku nggak selingkuh."

Rafa memejamkan matanya sejenak. Dia membalas pelukan Febi. "Aku percaya, maaf."

Febi mengangguk kecil. Ia lalu menurunkan pandangannya pada tangan Rafa. "Aku pengen genggam tangan kamu," katanya dengan tersenyum kecil setelah berhasil menggenggam tangan Rafa.

Rafa juga ikut tersenyum kecil melihat itu. Diberikannya kecupan ringan pada puncak kepala Febi.

"Masuk yuk, aku pengen peluk," ajak Febi.

Rafa terkekeh, ini yang paling ia suka saat Febi tengah PMS. Febi akan sering memeluknya. Bahkan waktu di Bandung pun Rafa selalu berharap Febi cepat kedatangan tamu bulanan, karena sikap Febi akan berubah menjadi manja, sedikit lebih nurut, walau lebih cengeng, dan jangan lupakan yang paling disukai Rafa yaitu Febi suka memeluk dan menciumnya.

"Ya udah, yuk!" Rafa melepaskan pelukan Febi kemudian merangkulnya.

Febi menatap kaca jendela yang memperlihatkan seseorang di dekat pagar, tengah memasang muka kesal.

Febi tahu orang itu meski wajah tak terlihat jelas karna hujan turun dengan begitu deras, sampai kapanpun ia tak pernah melupakan orang itu.

Febi menoleh ke belakang sejenak, kemudian memberikan jari tengahnya dengan seringai yang membuat orang itu semakin kesal. Gagal! Dia gagal!

***

"Kak Kean mau ke mana?" Febi langsung melempar kan pertanyaan begitu melihat abangnya mengambil kunci mobil yang berada di atas nakas.

"Kakak mau ketemu pacar kakak, kamu di rumah aja," jawab Kean sambil berjalan mendekati Febi.

"Malam ini mendung lo, Kak. Nanti kalau mati lampu gimana, gua kan takut," ujar Febi dengan memelas.

"Ck, udah ya adek kakak ni dah besar, masak sama gelap aja takut. Udah ah, kakak mau nemuin pacar kakak dulu, bye." Kean mengecup kening Febi kemudian melenggang pergi.

Febi menghela napas, sedari dulu kakaknya selalu lebih mementingkan pacarnya. Terserah lah, Febi tidak peduli lagi. Dia lebih memilih melangkah kan kaki, menaiki tangga berjalan menuju kamarnya.

Ia mengambil sesuatu dari bawah lemari, sebuah kotak yang di dalamnya terdapat sebuah album, ia lalu mengambil satu foto laki-laki dari album itu kemudian memasukan kembali kotak itu di bawah lemari.

Febi mendudukan tubuhnya di atas kasur, sejenak  ia menatap foto itu, kemudian mengambil HP-nya. Tangannya dengan lancar memasukan nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.

"Hallo," sapa seseorang dari sebrang sana.

"Hallo kak."

"Iya, ada apa?"

"Kak Alang tau nggak? Aku tadi siang dapat teror," kata Febi sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia tertawa kecil ketika mengatakannya.

"Kakak juga dapat, tapi nggak tau siapa yang nemuin pertama kali soalnya kakak taunya udah di tong sampah," jelas Langit, ya orang itu Alangit.

"Kakak tau siapa orang itu?"

"Perempuan itu 'kan?"

"Lucuya? Harusnya kita yang balas dendam," ucap Febi masih tertawa.

"Udah, lupain bales dendam itu! Masih inget 'kan, pesan Dehan? Kita nggak boleh balas dendam!"

"Iya, masih inget kok."

"Sekarang kamu tidur! Biar nanti kalo ada petir atau mati lampu kamu udah tidur," perintah Langit pengertian.

"Iya, good night kakakku." Febi masih tetap tertawa kecil. Dia merasa ini semua lucu.

"Good night to, My Princess," balas Langit yang langsung membuat tawa Febi berubah menjadi senyuman. Dia mematikan sambungan telepon kemudian kembali menatap foto laki-laki yang tertawa lepas itu.

"Kak Dehan tau nggak? Orang itu mau bales dendam, padahal harusnya aku sama kak Alang yang bales dendam karna gara-gara orang itu aku sama kak Alang harus kehilangan kakak. Kakak sih, pakai ngasih pesan terakhir nggak boleh balas dendam."

Febi menyeka air matanya, yang tiba-tiba keluar, ia kembali mengambil HP-nya. Dengan iseng dia mengirimkan pesan pada Rafa. Mana tahu dengan pesannya Rafa dapat senyum-senyum sendiri.

Good night Rafa sayang.

Good night to my queen.

Muach😘.

Alay

Ck, kok gitu sih?!
I love you.

I love you more

Febi tersenyum, entahlah ia sudah benar-benar mencintai Rafa.

Di sisi lain pula Gevin baru memasuki kamar Leon. "Nyet!" teriaknya karna tak menemukan Leon.

"Gua di dalam kamar mandi!"

"Ngapain lu? Awas! Besok mau mandi sabunnya habis, bolong semua," kelakar Gevin dengan terkekeh.

"Bangke." Leon langsung mengumpat begitu keluar dari dalam kamar mandi.

"Ngapain lo kesini malam-malam? Kangen ya?" goda Leon dengan menaik turunkan alisnya.

"Jijik, bodoh!"

"Gua kesini mau cerita. Tadikan gua pergi ke rumanya Langit."

"Terus ...." Leon menatap Gevin dengan malas.

"Gua nemuin kotak di depan pintu, gua buka. Eh, taunya isinya  bangkai tikus, mana kepalanya nggak ada lagi, terus di tubuh tikusnya itu ada tulisannya," jelas Gevin tidak selesai.

"Apa tulisannya?"

"Mati!"

”Rafa tadi juga cerita kalo Febi dapat teror, kotak di dalamnya boneka sama coklat. Tapi ... di dalam boneka itu ada pisaunya."

Leon dan Gevin saling berpandangan. "Kita harus cari tahu," ucap mereka kompak.

.
.
.
BERSAMBUNG

Spam next di sini! 🔥

29 September 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOU ARE MINE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang