PART DUA PULUH EMPAT

12.2K 1K 606
                                    


"Hey!"

"Sayang!" Rafa melambaikan tangannya di depan wajah Febi.

"Babe!"

Huft .... Rafa meniup wajah Febi tapi tak juga membuyarkan lamunan Febi.

Rafa mendudukan dirinya kemudian sedetik kemudian ia mencium pipi Febi membuat sang empu langsung tersadar.

"Ih, Rafa!" Febi mencebikkan bibirnya kesal. Suka kali orang ini mencium pipinya.

"Kamu kenapa ngelamun gitu?"

"Siapa yang ngelamun?" Bukanya menjawab Febi malah balik bertanya kemudian ia bangkit dari duduknya hendak melihat pemandangan kembali.

"Aw," ucapnya kemudian langsung jatuh kembali, tapi bukannya ke tempat duduk semula melainkan ke pangkuan Rafa.

"Kenapa?" tanya Rafa sambil tersenyum miring, ia tau pasti paha Febi keram karna terlalu lama memangku kepalanya.

"Keram," jawab Febi sambil sedikit memijat pahanya.

"Sini aku bantuin."

Febi langsung menepis tangan Rafa yang hendak menuju pahanya.

Rafa terkekeh kemudian berucap, "Kenapa sih, Sayang? Aku nggak bakal hilaf kok."

"Bullshit," ucap Febi pelan, bahkan sangat pelan ia tak mau Rafa mendengarnya.

"Aku dengar," ucap Rafa kemudian sedikit membenarkan posisi Febi di pahanya.

"Maaf."

"Hmm."

Keduanya sama-sama terdiam. Dari samping, Rafa dapat melihat wajah Febi yang membuat debaran dadanya semakin menggila.

"Aku punya sesuatu buat kamu," kata Rafa memecah keheningan yang sempat terjadi. Rafa merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu yang ia maksud.

"Apa?" tanya Febi dengan menyengritkan dahinya, jujur saja mood-nya sedikit turun ketika mengingat sikap Rafa.

Sebuah gelang dengan ukiran nama "Rafa dan Febi" tertangkap di mata Febi saat benda itu kini sudah di tangan Rafa.

"Sini tangan kamu!"

Febi menjulurkan tanganya kemudian dengan senang hati Rafa memakaikan gelang itu pada pergelangan Febi.

"Kamu milikku, hanya milikku," bisik Rafa dengan suara serak. Bibirnya menyentuh pipi Febi yang merupakan tempat favoritnya untuk mendaratkan bibir.

"I'm yours," balas Febi tersenyum lembut. Rafa yang melihatnya juga ikut tersenyum.

"Kamu ngelamunin apa tadi?" Rafa mengulurkan tangan untuk merapikan rambut Febi.

"Mm ... nggak ada kok," jawab Febi enggan memberitahu.

Rafa mengeluarkan jurus andalannya, apa lagi kalo tidak menatap Febi dengan tajam. Ia sendiri sebenarnya juga bingung, kenapa Febi selalu takut jika ia menatap tajam.

... dan benar saja, Febi menundukan kepalanya kemudian berucap pelan. "Aku cuma nginget sikap kamu aja waktu di Bandung, itu aja."

Rafa tersenyum puas ketika rencananya berhasil.Ia membawa kepala Febi agar bersandar pada dadanya.

"Udah, nggak usah nunduk gitu!" Rafa meletakkan dagunya di atas kepala Febi.

"Mm, maaf tuan. Nyonya menyuruh, Tuan dan nona untuk makan siang terlebih dahulu," ucap ART yang tiba-tiba datang.

"Hmm," sahut Rafa cuek.

"Saya permisi, Tuan." ART itu langsung pergi.

"Yuk! Makan dulu," ajak Rafa.

YOU ARE MINE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang