Setengah jam kemudian Febi telah selesai mandi, ia merebahkan tubuhnya pada kasur kesayangannya sambil menangis. Sebenarnya tak perlu waktu sebanyak itu hanya untuk mandi, tapi Febi lebih memilih untuk berendam tadi.Drt ....
Handphone di atas nakas berbunyi, membuat tangan Febi terulur untuk meraihnya.
"Halo, Sayang. Kata Bi Inah disana hujan ya? Kamu nggak main hujan 'kan?"
"Nggak, Ma." Febi mematikan sambungan telepon dengan mamanya tanpa menunggu perkataan perempuan itu lagi. Tidak sopan memang, tapi ia kesal saat tak ada satu pun orang yang mengizinkan dirinya bermain hujan.
Ting!
Mendengar suara notifikasi yang masuk, Febi menghela napas dan kembali meraih ponselnya.
Kak Alang
[Jangan main hujan]
[By]
[Ngerti nggak?]
[Tidur aja, jangan main hujan]Febi melemparkan ponselnya asal. Dengan wajah ditutup bantal, Febi kembali menangis. Anak ini memang sejatinya cengeng dan manja.
Pintu kamar yang semula tertutup kini terbuka. Rafa masuk dan duduk di samping Febi. "Udah, nggak usah nangis lagi. Jangan cengeng jadi orang," cercanya sembari menyingkirkan bantal dari wajah Febi dengan kasar.
"Rafa ... aku mau main hujan." Febi memeluk Rafa erat, berharap Rafa membolehkannya bermain hujan. Ia benar-benar ingin main air hujan sekarang ini.
"Ini masih terlalu pagi untuk main hujan, Sayang. Nanti kamu sakit." Rafa melembutkan nada bicaranya dari sebelumnya.
"Ini udah jam sembilan Rey."
"Nggak, sekali nggak tetep nggak."
"Aaa ...." Febi merengek kesal membuat Rafa geleng-geleng kepala.
"Ini minum susu dulu." Rafa menyodorkan segelas susu coklat pada Febi.
Febi menerimanya, kalo ia menolakpun pasti Rafa akan memaksa.
"Kamu bawa baju ganti?" tanya Febi ketika sadar bahwa Rafa tak memakai pakaian yang tadi dikenakan.
"Hm," sahut Rafa. Ia melirik arloji di tangan kanannya. "Aku pulang dulu. Ingat, jangan main hujan. Kalau kamu mandi air hujan awas aja. Aku buat kamu mandi keringat," bisik Rafa penuh ancaman namun juga sensual membuat Febi meneguk ludahnya kasar. Padahal ia sudah memiliki niat mandi hujan setelah Rafa pergi.
"Kalau kamu pulang aku main hujan," jawab Febi membuat Rafa menatap tajam Febi.
Apakah sekarang gadisnya itu sudah berani mengancam?
"Oo, sekarang gadis ku ini telah berani mengancam ternyata."
"Aku nggak ngancam kok, cuma ngasih tau aja." Entah dari mana Febi mendapat keberanian. Ia bersedekap dada dan sedikit mengangkat dagu.
Rafa mendekatkan wajahnya pada wajah Febi, dengan tatapan matanya yang semakin lama semakin tajam membuat Febi ketakutan.
"Maaf, Rey," cicit Febi pelan.
Rafa semakin mendekatkan wajahnya membuat Febi memejamkan matanya erat-erat. Bukan karena gr akan dicium, tapi ia takut menatap mata Rafa yang tajam bagaikan elang.
Huft
Rafa meniup muka Febi kemudian terbahak."Hahaha, gayanya aja tadi sok berani. Cuma ditatap aja udah takut hahaha."
Febi membuka matanya, menatap Rafa kesal ternyata ia dikerjai oleh Rafa. Kedua tangannya terkepal kuat karena kesal.
Cup.
Febi mengecup pipi Rafa cepat. Rafa yang mendapat ciumanpun diam mematung. Memang bukan pertama kali Febi menciumnya tapi ini berbeda, Febi mencium tanpa diminta atau untuk meluruhkan emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE [On Going]
Teen Fiction"Kesalahan terbesar elo adalah udah berani ikut campur dalam urusan gua dan apa lo tau? Karna hal itu lo masuk dalam kehidupan gua dan lo nggak akan bisa keluar dari kehidupan gua apapun caranya." Reyrafa Aditama Aflastar