🌸PART ENAM BELAS🌸

11K 988 72
                                    


Setelah mobil Rafa menghilang dari pandangannya, Febi melangkah masuk ke dalam rumahnya yang tampak sepi. Dulu ia tinggal bersama orangtuanya di sini, di Jakarta, tapi karena terjadi sesuatu hal, mereka harus pindah ke Bogor dan berakhir pindah di Bandung karena pekerjaan ayahnya.

Sekarang, di sini ia hanya tinggal berdua dengan pembantunya saja.

"Kya!" Febi menjerit kaget saat seseorang tiba-tiba menariknya. Matanya melotot saat sosok laki-laki yang menariknya tadi terkekeh pelan.

"Astaga! Kak langit, ngagetin aku aja." Febi berkata kesal. Tangannya mengelus-elus dada saat di dalam sana jantungnya seolah ingin lompat dari tempatnya.

Langit menarik Febi untuk duduk di atas sofa.

"Sini duduk!" perintah Langit dan diikuti oleh Febi.

"Kamu udah cinta belom sama Rafa?" tanya Langit yang terkesan to the point.

Febi menggelengkan kepalanya, matanya mengeluarkan air mata.
"Aku nggak kuat kak hiks ... aku mau kabur lagi aja dari Rafa." Febi terisak kala mengingat perlakuan Rafa yang sangat kasar. Ia tak kuat jika harus kembali menjalin hubungan dengan Rafa dengan waktu yang lama. Itu sungguh menyiksa batin dan fisiknya.

Langit menarik Febi kedekapannya.

"Kamu yakin mau kabur? Rafa orang kaya, dia bakal nyuruh anak buahnya untuk nyari kamu." Langit mengelus lembut rambut Febi. Ia mengatakan ini bukan berarti ia miskin, keluarganya dan keluarga Rafa hampir memiliki kekayaan yang sama walau tetap Rafa lah yang unggul.

Langit menghembuskan nafas dengan kasar.

"Cuma satu yang kakak takuti kalau kamu kabur, gimana kalau dia nemuin kamu dan beneran jadiin kamu istrinya saat kamu masih SMA."

"Tapi aku nggak kuat kak. Dia itu egois, posesif, kasar, galak aku nggak kuat." Febi semakin terisak. Air matanya mengalir deras.

Langit menatap mata Febi dalam, "Dia nggak bakal galak, gak bakal kasar kalo kamu mau nurut sama dia."

"Tapi aku nggak cinta sama dia," ucap Febi parau. Gadis itu menunduk dan menggerakkan kaki gelisah.

"Cinta dapat berjalan seiringnya waktu, emang kamu yakin nggak cinta sama dia? Terus yang nangis waktu lihat Rafa duduk sama perempuan, siapa?" Langit mengelus lembut rambut Febi, pertanyaan Langit membuat Febi terdiam.

"Rafa emang selalu bilang nggak bakal ngelepasin kamu, tapi dia itu manusia, dia punya capek. Buat apasih perjuangin orang yang nggak mau diperjuangin yang ada cuma sakit hati."

Langit kembali menghela napas kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Coba deh, kamu buka hati kamu buat Rafa. Jangan sampek kamu nyesel kalo suatu saat nanti dia udah pergi." Febi mendongakkan kepalanya, tak lama ia tersenyum.

"Aku bakal coba buka hati aku buat Rafa," jawabnya dengan wajah sumringah. Tidak ada salahnya 'kan kalau dia mencoba membuka hati untuk Rafa.

Langit ikut tersenyum. "Gitu dong." Langit mengelap jejak air mata Febi.

"Kakak pulang dulu."

***

Dengan langkah riang, Febi berjalan keluar dari minimarket. Senyumnya mengembang melihat belanjaannya yang sebagian besar adalah cemilan yang menemaninya di kala suntuk.

Keceriaannya berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan melihat empat preman mabuk yang berada di tepi jalan itu. Ia merasa Dejavu pada kejadian beberapa tahun lalu. Hal itu membuatnya merasa takut untuk melewati keempat preman itu.

YOU ARE MINE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang