Suara dering alarm terdengar memekakkan bagi seorang gadis yang tadi tengah terlelap di atas ranjangnya. Suara bising itu merusak mimpi-mimpi indahnya dengan sekejap.
Namun, gadis itu masih berusaha bertahan agar tetap terlelap, tapi ia tak sanggup lagi. Ia bangun dan mematikan alarm dengan kasar saat teringat jadwal piketnya hari ini.
"Ngantuk banget, astaga." Ia bergumam sebelum akhirnya melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk menjalankan ritual pagi.
Hingga setengah jam kemudian, Febi keluar dari dalam kamar mandi. Dengan wajah yang tampak lebih segar, ia berjalan membuka lemari dan mencari baju seragamnya.
Dengan bersenandung kecil, tangannya yang hendak menggapai sisir setelah selesai mengenakan pakaian dengan rapi terhenti begitu melihat sebatang coklat yang berada di atas nakas.
Segaris senyumnya terbit mengingat satu sosok laki-laki yang wajahnya begitu enak di pandang tadi malam. Ia tersenyum lagi, pasti Rafa juga tadi malam kan yang menggendongnya hingga saat dirinya bangun ia sudah berada di atas ranjang.
"Aku nggak tau sejak kapan aku suka sama kamu. Yang pasti rasa itu udah ada tanpa aku mau." Ia bergumam sebelum mengambil coklat itu.
Febi kembali duduk di atas kasur dengan senyum yang tak luntur. Matanya tak ingin lepas menatap coklat dari Rafa. Wajah laki-laki itu kini terbayang membuat darah Febi berdesir.
Bukan hanya coklat yang kini ia pegang, tapi juga buku tugas yang merupakan alas coklat itu di taruh.
"Aku cinta kamu." Satu kalimat yang Febi ucapkan sebelum akhirnya ia meraih ponselnya.
Ia menghubungi Rafa di pagi ini.
"Pagi," sapa Rafa dengan suara serak, sepertinya laki-laki itu baru bangun tidur.
"Kamu baru bangun tidur?" Febi tersenyum.
"Iya. Ada apa?" tanya Rafa tak ingin berbasa-basi.
"Cuma mau bilang. Berangkatnya pagian, aku mau piket hari ini. Kalau kamu nggak bisa aku bisa berangkat naik ojek atau diantar kak Kean."
"Ok," jawab Rafa singkat membuat Febi menghela napas pelan. Kenapa sikap cuek laki-laki itu kembali lagi.
"Ya udah, aku tutup."
"Kapan?" tanya Rafa dari sebrang sana membuat dahi Febi berkerut.
"Apanya?"
"Mandi bareng," jawab Rafa membuat mata Febi melotot.
"Rafa!"
Terdengar Rafa berdecak dari sebrang sana membuat Febi kembali menghela napas pelan. "Besok kalau udah waktunya. Mandi gih, aku mau siap-siap dulu. I love you."
Sadar akan tiga kata terakhir yang ia ucapkan, Febi langsung memutuskan sambungan telepon dan memukul mulutnya pelan.
"Malu-maluin," gerutunya malu. Ia membuang ponsel dan mulai menyiapkan buku pelajaran yang akan ia bawa.
Tiga menit kemudian, gadis itu sudah selesai bersiap. Ia langsung berlari turun ke bawah.
"Hay, Bik. Aku mau masak deh," kata Febi semangat membuat Bi Inah langsung menoleh pada sang majikan.
"Non mau masak apa?"
"Masak nasi goreng aja lah, biar cepat siapnya."
"Bibi bantu, Neng."
***
Febi menepuk tangannya saat pekerjaannya telah selesai. Ia memang hanya mampu membuatkan Rafa nasi goreng untuk sekarang, tapi suatu saat nanti, ia akan membuat makanan yang beragam untuk laki-laki itu. Ia akan membuat keluarga kecil dan Rafa sebagai kepala keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE [On Going]
Teen Fiction"Kesalahan terbesar elo adalah udah berani ikut campur dalam urusan gua dan apa lo tau? Karna hal itu lo masuk dalam kehidupan gua dan lo nggak akan bisa keluar dari kehidupan gua apapun caranya." Reyrafa Aditama Aflastar