CHAPTER 20

3.9K 295 63
                                    

"Aku sangat peduli atau tidak peduli sama sekali, tidak ada jalan tengah."

Bagian 20



(Namakamu) mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap langit-langit ruang rawat. Tangannya terasa berat. Ia mendapati Iqbaal yang tertidur sambil duduk dengan kepala yang menimpa tangannya.

(Namakamu) mengernyit. Sejak kapan Pria itu ada di sini?

(Namakamu) menggeserkan tangannya agar lepas dari kukungan Iqbaal. Setelah berhasil ia perlahan duduk di atas brankar. Kepala nya terasa pusing jika terus berbaring.

Pintu ruangan terbuka menampilkan Mama Nadien di sana. Wanita itu menatap putri dan juga menantunya yang masih tertidur, bergantian. Ia lalu mengangguk pada (Namakamu) setelah itu kembali keluar dan menutup pintunya pelan.

(Namakamu) mengedarkan pandangannya pad setiap sudut ruangannya. Sampai tatapannya berhenti pada perutnya sendiri. Ia mengusap perut itu lembut.

"Terimakasih telah hadir. Malaikat nya, Bunda." (Namakamu) membatin penuh syukur.

(Namakamu) menghentikkan elusannya saat ada tangan lain yang ikut mengusap perutnya itu.

(Namakamu) menatap Iqbaal yang ternyata sudah bangun. Di tatap balik, (Namakamu) segera membuang pandangannya ke arah lain.

Iqbaal bangkit dari duduknya, ia mengecup kening (Namakamu) dalam. (Namakamu) hampir selalu melupakan kesakitannya setiap kali terbuai akan kehangatan cintanya pada Pria itu. Hingga hal sepele saja kadang membuatnya bahagia.

"Sejak kapan disini?" Tanya (Namakamu)

"Aron telepon aku. Dia bilang kamu berdarah-darah terus di larikan kerumah sakit. Aku hampir nggak bisa bernafas dengernya. Aku fikir kamu kenapa."

(Namakamu) meringis mendengar penjelasan Iqbaal. "Tapi, ternyata aku nggak kenapa-kenapa, terus kamu nyesel karena udah buru-buru pulang?"

Iqbaal mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Aku nggak lebih penting dari Zidny, kan" gumam (Namakamu)

"Jangan Zidny lagi, please!" kata Iqbaal dengan geraman tertahan.

"Karena kita berantem cuma karena satu hal. Karena dia Kak!"

Iqbaal menghela. "Oke ... Sekarang kamu mau nya apa?"

"Jauhin Zidny."

Iqbaal mengusap wajahnya kasar berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak.

"(Namakamu), andai kamu tau gimana Zidny di hidup aku kamu nggak akan mungkin cemburu buta kayak gini."

"Aku cuma mau satu itu ajaaa!!! Apa susah banget kamu kabulin! Hah! " (Namakamu) mulai berteriak mengatakan itu

"Sekarang kamu pilih, aku atau sahabatmu itu?!"

Iqbaal meraup udara sebanyak mungkin. Jika ia bisa memilih takdirnya ia ingin menghapus hari ini dalam hidupnya.

"JAWAB KAK!"

Iqbaal mengacak rambutnya frustasi. Iqbaal masih berdiam diri di tempatnya.

(Namakamu) yang kesal pun akhirnya melempar apa saja yang ada dinakas kelantai, gelas, buah-buahan, juga pisau ia lempar hingga menimbulkan bunyi gaduh.

Nadien yang sedari tadi menahan diri dibalik pintu pun akhirnya ikut masuk menenangkan putrinya itu.

"AAAAAKHHHH!!! hiks!"

𝐎𝐮𝐫 𝐌𝐚𝐫𝐫𝐢𝐚𝐠𝐞𝐬 [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang