EPILOG (END)

7K 348 170
                                    

Hidup itu seperti buku, beberapa bab sedih, beberapa bab bahagia, beberapa bab menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup itu seperti buku, beberapa bab sedih, beberapa bab bahagia, beberapa bab menyenangkan. Tetapi sekalipun kita tidak pernah membalik halaman nya, kita tidak akan pernah tau halaman selanjutnya.

Sesingkat detik yang terus berdetak, seiring berjalannya waktu tak tentu, mengalir bagai air. Entah akan tergambarkan apa seorang Iqbaal, ia bukan lagi angin yang terus terombang ambing lalu menjelma menjadi pusara kesengsaraan, ia bukan lagi air yang tenang dan bisu, lalu menenggelamkan apa yang ada didalamnya, ia bukan lagi api yang terus berkobar lalu melahap apa saja hingga melebur, ia bukan lagi ruang sunyi. Iqbaal tetaplah Iqbaal, dalam versi baru yang masih tabu.

Sedikit demi sedikit ia tak lagi berat untuk tersenyum, berbicara, bahkan melangkah kedepan. Setiap harinya adalah ketakutan, itu dulu.. Dan sekarang, setiap harinya adalah tantangan, bagaimana ia membahagiakan, semua orang yang ia sayang.

Iqbaal sadar, takdir nya bagai sebuah buku yang tak pernah ingin ia baca, ia tak tau apa yang ada dihalaman selanjutnya, terus meratapi satu halaman, beku didalamnya, terus terngiang dalam ingatan kelam, lalu seiring berjalannya waktu tlah usang sendirian. Bukan tak ingin Iqbaal hanya tak bisa membaca buku dalam gelap, ia butuh penerangan, meski hanya satu itu sudah cukup membuat Iqbaal merasa tak sendirian, bab demi bab ia hafalkan, ternyata tak semua buku terisi kekosongan. Ada banyak hal dalam satu buku—takdirnya.

Takdir yang telah tuhan tuliskan dalam setiap perjalanan hidupnya. Iqbaal tlah tau apa itu definisi bahagia, yaitu diberi keberanian untuk membalik satu halaman takdir selanjutnya, diisi tuhan dengan beberapa nama, (Namakamu), Ranya, dan Baby R, dan Iqbaal bahagia atas itu.

"Jangan Ayah! Ahahaha!" Tawa Anya begitu terdengar riang sampai dalam rumah. (Namakamu) melangkah pelan menuju halaman depan yang sedari tadi Ayah dan anak itu terus berteriak girang.

"Anya! Ayo mam dulu nak, bunda udah siap—" Kalimat (Namakamu) menggantung kala melihat Anya, Iqbaal, dan juga Jalu, sudah basah kuyup. Ayah dan anak itu semula hanya berniat memandikan Jalu yang kata Iqbaal telah lama dianggurkan, takut ngadat atau Baper akhirnya Iqbaal berniat membersihkan Jalu sekalian mengotak-atik mesinnya takut ada yang mogok. Tapi lihatlah sekarang, selang itu malah disemprotkan pada tubuh Anya dan Iqbaal bergantian.

Bahu (Namakamu) merosot seketika, baru saja ia memandikan dan mendandani Anya, tapi anak itu malah kembali basah kuyup akibat ulah sang Ayah. Huft. (Namakamu) bahagia Iqbaal sudah mau terbuka bahkan lebih sering bicara dan melakukan hal-hal baru, tapi Anya itu sudah semakin aktif, ia selalu saja mengikuti apa yang Ayahnya lakukan, bahkan (Namakamu) sering kualan menghadapi sifat aktif dan berubah-ubah mood Putrinya itu, apalagi kandungan (Namakamu) sudah menginjak trisemester akhir, bisa-bisa anak keduanya itu cepat brojol jika menyaksikan tingkah laku sang Kakak dan Ayahnya.

Iqbaal menoleh dan baru menyadari (Namakamu) yang berdiri diambang pintu. Menatap sayu kearahnya dengan wajah yang ditekuk. Jika sudah begitu pasti ia telah melakukan kesalahan.

𝐎𝐮𝐫 𝐌𝐚𝐫𝐫𝐢𝐚𝐠𝐞𝐬 [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang