"Anya boleh nggak ikutan balet?"
Iqbaal hanya bisa mengurut keningnya pelan. Ia masih belum menjawab permintaan putrinya yang sangat ingin menekuni hobby nya dalam bidang Tari Balet. Iqbaal dilema, jika ia mengijinkan Anya ikut, maka ia akan terus khawatir putrinya cedera lah, kecapekan lah, pake baju seksi lah, Oke sip Iqbaal mulai parno. Tapi jika tidak diijinkan, ia tak tega melihat wajah berharap dan binar mata yang persis seperti (Namakamu) itu kecewa.
"Sayang, bukannya Ayah nggak suka kalo Anya nari-nari balet, tapi..."
"Tapi Ayah nggak mau ngijininkan?" Tukas Anya yang sudah tau kalimat yang akan dilontarkan Ayahnya selanjutnya.
Iqbaal hanya mampu menghela saat putrinya itu beranjak pergi dengan wajah yang menunduk. Ah, apa Iqbaal salah?
"Kenapa?" Ujar seorang wanita yang menggendong balita berumur satu tahun menghampiri Iqbaal yang semula tak melepas pandangnya dari sang putri.
Iqbaal menggeleng, lalu meraih tubuh putra nya yang ia letakkan diatas paha.
"Aku salah nggak?"
(Namakamu) menoleh, mengangkat satu alisnya karena tengah mengunyah kue diatas piring.
Menghela nafas, Iqbaal kembali menatap istrinya dengan membiarkan Raksa menggigit-gigiti telunjuknya dengan gusi milik pria kecil itu. "Anya kayaknya ngambek sama aku," Ujar Iqbaal
"Udah izin ya?"
"Kamu udah tau?" Tanya Iqbaal setengah terkejut
(Namakamu) mengangguk santai sambil meraih kue berikutnya. "Aku udah ngira kamu pasti nggak akan izinin. Nggak apa-apa, bentar lagi pasti ceria lagi," Kata (Namakamu)
Iqbaal mengangguk-anggukan kepalanya, ya semoga saja putri Anya nya itu tak berlama-lama merajuk.
***
"Anya, makan dulu nak, sini..." Ajak (Namakamu) saat Anya keluar kamar sehabis mandi, Ah putrinya itu selalu ingin belajar mandiri semenjak mempunyai adik.
"Eee kenapa wajah cantiknya ditekuk sayang, hm?" Tanya (Namakamu) menyamakan tingginya dengan Anya menyelipkan rambut panjang sang putri dibelakang telinga.
Anya hanya nenggeleng lalu menaiki kursi makan dengan mempertahankan ekspresi datar dan bisu. Mirip Iqbaal sekali jika sedang begitu.
Tak ingin membuat mood putrinya semakin buruk (Namakamu) beralih menyendokkan nasi dan lauk pauk untuk Anya. Selagi menunggu Iqbaal yang masih dikamar sejak tiga puluh menit lalu bilang akan memandikan putranya.
"Habisin ya nak," Ujar (Namakamu) setelah mrnyodokan piring itu didepan Anya.
Tak banyak bicara Anya hanya menurut sampai suara derap langkah kaki Iqbaal mendekat.
"Aksa, mam sini nak... Eh! Ya allah kenapa pangeranku jadi seperti ini?" Pekik (Namakamu) diakhir kalimat setelah melihat Iqbaal yang mendandani Raksa dengan baju milik Anya dulu.
"Gaya baru sayang, mengenang masa-masa waktu aku selalu dandani Anya dulu, hehe" Ujar Iqbaal dengan pede-nya.
"Ya nggak gini juga donggg, Aksa kan cowok kamu nih!" Gerutu (Namakamu) lalu mendudukan Raksa diatas baby chair.
"Ya gimana dong, Putri Ayah yang satu ini kan udah besar katanya, nggak mau lagi didandani Ayah" Ucap Iqbaal mengelus-elus rambut Anya lembut.
(Namakamu) ikut melirik Anya saat gadis kecil itu tak merespon Ayahnya sedikit pun, sibuk mengaduk-aduk nasi diatas piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐮𝐫 𝐌𝐚𝐫𝐫𝐢𝐚𝐠𝐞𝐬 [END]
Fiksi Penggemar"Kamu lebih pilih aku atau sahabatmu? " Siapa yang akan Iqbaal pilih? Yuk Baca