8. Luluh

3.9K 445 194
                                    

“Ayo, pelan-pelan, Oma.”

Soraya membiarkan bahunya menjadi tumpuan Oma Dahayu yang hendak duduk di kursi roda. Setelah berhasil turun dari anak tangga dengan bantuan Bi Ida dan sopir pribadi rumah, nenek yang kakinya berangsur pulih itu bisa bernapas lega dan duduk di kursi rodanya dengan nyaman.

Kesembuhan oma tidak terlepas dari bantuan sang perawat. Soraya yang setiap hari mengurut kaki oma hingga nenek itu dapat menekuk lutut lagi yang semula kaku tidak bisa digerakkan. Dan kali ini oma tidak tahu apa yang akan dilakukan Soraya hingga gadis itu rela bersusah payah menurunkannya dari anak tangga.

“Oma pasti bosen di kamar terus. Nah, karena Oma sudah bisa duduk di kursi roda lagi, Raya ajak jalan-jalan, ya. Oma mau?”

Nenek dengan topi rajut warna cokelat tua hasil dari pilihan Soraya itu berdeham pelan sebagai jawaban. Mulutnya masih tidak bisa digerakkan untuk berbicara dan untuk berkomunikasi oma hanya mengangguk atau menggeleng.

“Wah, sejak kapan ada kolam renang di sini? Raya, kok, nggak pernah lihat. Oma, kita ke sana, ya!”

Sembari mendorong kursi roda, Soraya melebarkan mata. Menatap pemandangan biru muda yang terhampar luas di depannya dengan antusias. Selama dua minggu tinggal di rumah bak istana, Soraya sama sekali belum melihat itu. Dirinya terlalu fokus merawat oma dan tidak sempat memperhatikan seluk beluk rumah mewah yang ditempatinya itu.

Setelah memberhentikan Oma di tempat teduh yang sedikit jauh dari kolam, gadis itu langsung tampak asyik berlari dan menciprat-cipratkan air kolam.

Mata Soraya menyiratkan kebahagiaan seakan melihat keindahan yang luar biasa, yang selama ini belum pernah dia saksikan.

“Di kampung Raya, adanya sungai. Pasti anak-anak desa pada seneng kalau renang di sini.”

Soraya melebarkan senyum manis. Senyuman itu menular pada oma yang mengamatinya dari jauh. Oma Dahayu memperhatikan gadis muda itu melompat-lompat dengan semangat di tepian kolam yang meligkar. Mengabaikan air-air yang tercecer di sana yang dapat membuatnya celaka.

Oma sedikit khawatir jika Soraya akan terpeleset dan tercebur. Akhirnya, sebelum kekhawatirannya itu menjadi nyata, Soraya sudah berlari menghampiri oma dengan dua helai daun kelapa di tangannya yang oma sendiri tidak tahu dari mana gadis itu mendapatkannya.

“Raya baru kali ini lihat kolam, Oma. Maaf, ya, kalau tadi Raya sibuk sendiri.”

Gadis itu mendudukkan diri di kursi sebelah oma sembari tangannya sibuk dengan daun kelapa.

“Oma, kalau malam hari pasti bagus banget, ya. Ada banyak lampu-lampunya.”

Oma Dahayu tersenyum, mengangguk. Pemandangan kolam yang terlihat dari kamar atasnya memang indah, walaupun tidak seindah lapangan hijau golf yang berada di sisi lainnya.

Kemudian arah mata Dahayu berpindah pada benda yang sedang dikerjakan Soraya. Tangan tua itu perlahan-lahan menunjuk.

“Oh, Raya bikin ketupat tanpa isi, Oma. Tadi di sana Raya ketemu daun yang jatuh.” Soraya menunjukkan anyaman daun kelapa yang baru jalan setengah itu.

“Oh iya, ibu Raya pandai banget bikin ketupat, Oma. Ketupat tumpeng, sari, bata, bisa semua. Kalau pas mau lebaran, ibu suka jualan. Ketupatnya enak.”

Oma Dahayu memperhatikan cara Soraya menyelipkan daun ke daun sembari mendengarkan cerita gadis itu. Menarik karena seumur-umur oma belum pernah melihat proses pembuatan langsung.

“Raya cuma bisa bikin ketupat jajar genjang. Jelek, ya, Oma.” Soraya tertawa kecil melihat karyanya yang jauh dari rapi dibanding buatan Fitri.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang