9. Bunglon dan Pangeran Kampus

3.7K 398 182
                                    

Asap tipis menguar memenuhi penjuru dapur. Aroma nasi yang berbaur bumbu-bumbu rempah memanjakan hidung siapa saja yang menghirupnya. Di depan kompor listrik sana, Soraya tengah sibuk mengaduk-aduk nasi gorengnya dengan salah satu tangan yang memegangi gagang wajan. Sedikit kesusahan karena permukaan kompor yang datar dan bentuk wajan agak cekung. Akan tetapi, hal itu tetap tidak mengurangi keterampilan Soraya dalam hal memasak.

Dari arah lain, Oma Dahayu mendekatkam kursi rodanya menuju Soraya. Wangi nasi goreng yang tercium membuatnya tidak sabar untuk merasakan masakan perawatnya itu. Oma tersenyum ketika gadis di depannya menyadari keberadaannya.

“Pagi, Oma.”

Dahayu mengangguk. Memperhatikan Soraya yang hari ini mengenakan seragam rok selutut warna ungu muda dengan celemek putih di depannya dan rambutnya tercepol tinggi membuat kecantikan alaminya terekspos. Oma baru menyadari bahwa perawatnya dari kampung itu sangat manis dan akan cocok jika disandingkan dengan cucu tersa--

“Selamat pagi, Oma.”

Tiba-tiba suara berat Brama terdengar, laki-laki itu sudah rapi dengan jas hitam yang melekat pas di tubuhnya. Brama mengecup pipi oma dengan penuh kasih sayang membuat Soraya menghentikan aktivitasnya sejenak. Terkejut dengan  macan jantan yang galak bisa berbuat selembut itu.

“Apa lihat-lihat? Mau juga?”

Soraya sontak membuang muka. Laki-laki di depannya itu bukan manusia, melainkan bunglon yang sering berubah-ubah. Terkadang sangat menakutkan dan saat ini sungguh menyebalkan. Soraya segera mematikan kompor dan memindahkan nasi goreng ke wadah besar untuk menutupi ketegangannya.

Soraya menghadap Dahayu tersenyum lembut. “Oma sarapan bubur, ya. Sebentar, Raya ambilin dulu.”

Sebelum sempat melangkah, tangan Soraya tertahan oleh tangan yang lebih tua. Oma Dahayu menggeleng sembari menunjuk nasi goreng Soraya.

“Oma mau makan nasi goreng? Tapi, kan, oma nggak boleh makan yang berminyak.” Soraya merendahkan kakinya untuk sejajar dengan oma, memberi tahu nenek itu dengan halus.

“Kasih saja.”

Soraya mendongak menatap Brama yang melipat tangannya di depan dada.

“Kolesterol oma bisa naik kalau makan nasi goreng. Nasi goreng ini pedas dan banyak minyaknya.”

“Kasih saja Oma saya porsi kecil. Tidak akan memengaruhi jika diseimbangi dengan makanan sehat yang lain.”

Soraya tetap menggeleng, dia tidak ingin sesuatu terjadi dengan oma. “Tapi, nasi goreng bisa bikin tenggorokan oma pana--"

“Ck, bawel.”

Soraya membulatkan mata saat Brama mengambil satu centong kecil nasi goreng dan menuangkannya ke dalam piring putih.

“Jangan paranoid. Oma enggak makan nasi goreng setiap hari. Kalau kamu berpikiran oma bakal kenapa-kenapa hanya dengan beberapa suap nasi goreng, itu berarti nasi gorengnya sudah kamu beri racun.”

Soraya mendengus kasar mendengar ucapan yang Brama lontarkan kepadanya. Dia bisa menjamin nasi gorengnya bersih dan bebas racun, kalau pun nanti ada yang sakit setelah makan nasi goreng buatannya, Soraya yakin orang itu adalah Brama.

Gadis desa itu memilih berlalu untuk mengambilkan air mineral untuk oma yang tengah disuapi cucunya.

“Bukan Bi Ida yang masak kenapa?”

“Sakit.”

“Sakit apa?”

“Panas.”

“Tolong kamu bicara yang jelas dan lengkap.”

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang