32. Kemenangan

3K 220 72
                                    

BRAK!

Meja pendek yang berfungsi sebagai perantara ijab kabul terbalik mengenaskan, keempat kaki mejanya rusak berserakan. Juragan Santoyo menggeram marah, membanting semua benda yang ada di depannya.

"DI MANA SORAYA, HAH? SIALAN!"

Melihat amarah Juragan Santoyo yang memuncak, Fitri bergetar ketakutan. Degup jantungnya bertalu-talu dengan cepat membuat napas ibu itu seketika sesak.

"TANGGUNG JAWAB! TEMUKAN DIA, PERNIKAHAN INI TIDAK BOLEH BATAL."

Anak buah dari Juragan Santoyo langsung melesat keluar dari tenda pelaminan. Mencari keberadaan calon istri majikannya ke seluruh penjuru desa. Sedangkan laki-laki yang sudah di makan usia itu menghampiri Fitri. Ia menatap tajam meminta penjelasan mengapa kekacauan ini bisa terjadi.

"Biaya yang saya keluarkan tidak main-main untuk pernikahan seperti ini. Sepuluh ekor sapi apakah tidak cukup? Kau mempermainkanku, Fitri?!"

Fitri menunduk ketakutan. Dadanya naik turun berusaha untuk tetap bisa bernapas. Air matanya luluh, mengingat kelakuan Soraya yang tega padanya. Anaknya itu benar-benar keterlaluan!

Juragan Santoyo mendengus. "Saya tidak mau rugi. Jika Soraya tidak menikah dengan saya, kembalikan semua modal untuk pernikahan ini. Bersih seratus juta!"

Fitri melebarkan mata. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Tubuhnya terkulai lemas, untungnya ada Yanti yang menahannya dari belakang sehingga ia tidak terjerembab di tanah.

"A-ampun, Juragan. Sa-saya tidak punya uang sebanyak itu." Wajah Fitri sudah dipenuhi deraian air mata. Ia memohon-mohon di kaki Juragan Santoyo supaya tidak menuntutnya untuk mengembalikan uang pernikahan.

Sembari memilin kumisnya, Juragan Santoyo berpikir sejenak. Dia memberikan kesempatan untuk Fitri karena sejujurnya ia juga ingin merasakan Soraya. "Baiklah, saya tunggu sampai satu jam ke depan. Kalau anakmu belum juga pulang, kamu wajib balikin duit saya!"

Laki-laki itu berbalik mencari posisi nyaman untuk duduk. Dia mengisap rokoknya sembari menatap jalan di depannya guna menanti kedatangan Soraya.

Di detik-detik yang mencekam itu, Fitri hanya dapat berdoa supaya Soraya segera tiba di sini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana caranya mengembalikan biaya sebesar itu. Di antara rasa gelisah dan takutnya, ia mulai berpikir. Apakah semua ini salahnya? Karena dia memaksa Soraya hingga membuat gadis itu sering memberontak?

Fitri menggeleng, mengusap air mata. Ini semua dia lakukan demi kebaikan putri satu-satunya. Apakah salah jika dia menginginkan Soraya bahagia kelak?

"Mbak Fitri." Yanti mengusap lembut punggung kakak iparnya. Hidungnya tampak memerah sehabis menangis. Fitri menggumam pelan untuk menjawab panggilan adiknya.

"Mbak sudah sadar belum kalau niat Mbak buat nikahin Raya sama Juragan itu salah?"

Yanti bertanya sehalus mungkin supaya Fitri tidak tersinggung. Dia ingin menyadarkan kakaknya itu pelan-pelan. "Raya punya kehidupannya, Mbak. Dia anak baik, pasti bisa mencari pasangan sendiri yang baik juga untuk dia."

Fitri diam tidak menanggapi Yanti.

"Mbak nikahin dia dengan orang yang umurnya terpaut jauh, sama aja mbak nyiksa Raya. Gimana caranya dia beradaptasi dengan laki-laki beristri dua, Mbak?" Yanti menahan bibirnya yang bergetar. "Katanya Mbak sayang sama Soraya, 'kan? Nggak gitu caranya."

Yanti memerhatikan ekspresi Fitri yang tampak terpukul. Dia seperti baru mendapatkan penjelasan yang mengenai ulu hatinya.

"Mbak bisa nggak, bayangin rasanya jadi istri ketiga paling muda sendiri? Raya bukannya bahagia, dia malah bisa mati muda. Mbak mau itu?!" Yanti sedikit kehilangan kendali emosi. Dia mengungkapkan semua isi hati tentang tidak habis pikir dengan rencana Fitri.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang