Extra Bab

4.5K 164 24
                                    

Halo semuanya. Terima kasih atas antusias kalian untuk ASG, yaa. Di sini akan ada bonus chapter untuk kalian nikmati dari sudut pandang Mas Brama, hehe. Hope u like it!

***

Bagi saya tidak ada hal yang lebih utama kecuali keluarga. Andai kata saya akan mengorbankan harta, tahta, bahkan nyawa untuk anggota keluarga saya. Ketika mereka terancam, saya tidak bisa untuk tidak melakukan suatu hal demi menyelamatkan mereka.

Pertama kali bertemu Soraya-- seseorang yang sekarang saya pilih menjadi teman hidup-- saya sangat kasar padanya. Bukan tanpa alasan, trauma akan kejadian lampau membuat saya sensitif bahkan ringan tangan kepada perawat oma saya.

Waktu itu saya merasa menyesal telah menampar dia, tapi tangan ini bergerak begitu saja dan rasa takut lebih mendominasi diri saya. Saya takut dia menyakiti oma saya, saya takut oma saya celaka.

Ternyata, mata saya terlalu sempit untuk melihat ketulusannya. Setelah hari itu saya diam-diam mengamati Soraya. Cara dia merawat oma, menghibur dan menyuapi terlihat bahwa dia benar-benar baik tanpa ada maksud tertentu dan itu menghantam diri saya. Saya merasa laki-laki brengsek, saya laki-laki tak punya hati. 

Entah karena rasa bersalah atau sesuatu yang lain, saya mulai memperhatikan hal-hal kecil dari dia. Saat tersenyum matanya akan menyipit, kedua pipinya berdekuk kecil. Saya juga baru menyadari bahwa hanya dengan melihat senyumannya seolah-olah dunia aman. Terdengar berlebihan, tetapi itu yang saya rasakan.

Suatu hari, saya mendapati dia pulang dari kampusnya dengan seorang lelaki. Ada getaran di hati saya, tapi saya mengabaikan itu. Yang saya rasakan hanyalah saya tidak suka lelaki itu membonceng Soraya dan membuatnya senyum-senyum sendiri bahkan saat laki-laki itu sudah pergi. Maka hari itu dengan dorongan kuat dari hati, saya menyuruh Soraya memperkenalkan saya kepada seluruh temannya dan juga menyuruhnya memanggil saya dengan sebutan "mas bos". Agak geli, tapi saya suka saat Soraya mengucapkannya.

Kata orang, jatuh cinta itu mudah. Hanya dengan tiga puluh detik kita bisa jatuh cinta. Ternyata saya merasakannya. Walaupun tidak secepat itu, saya merasa untuk jatuh kepada Soraya sangat mudah. Saya mulai gencar mendekati perawat oma saya itu, tapi rasa gengsi saya lebih besar. Alhasil saya hanya mengganggu Soraya atau apapun itu yang terpenting saya bisa dekat dengannya. Untuk ukuran laki-laki 25 tahun, cara pendekatan saya sangat payah seperti anak remaja.

Namun, ada satu hal yang saya sukai yaitu saat Soraya menahan marah. Haha, gemas sekali pengen cepat-cepat saya halalin.

Pendekatan yang saya lakukan tentunya tidak semulus layaknya jalan cerita sinetron indonesia. Meskipun saya sudah mengungkapkan rasa bahwa saya menyayanginya, tidak membuat Soraya lekas balik menyayangi saya. Dia dekat dengan laki-laki yang mengantarnya pulang waktu itu yang saya tahu namanya Revan. Memang tampangnya oke, tapi masih oke-an saya tentu saja.

Bukan Brama namanya jika menyerah begitu saja. Saya inisiatif menjemput Soraya untuk kedua kalinya di kampus. Waktu itu bertepatan dengan saya mendengar Revan yang menyatakan cinta pada Soraya. Saya salut dengan keberaniannya, tapi saya juga sangat takut dengan itu. Saya takut mendengar jawaban Soraya yang akan membuat saya terluka.

Semenjak hari itu saya berusaha lebih untuk dekat dengan Soraya. Jujur, saya takut jika kehilangan perempuan sebaik dirinya.

Saya kembali mencoba mengajak dia ke pesta yang kebetulan wajib saya datangi dan saya sangat bahagia Soraya menerima ajakan saya. Waktu itu betapa berdebarnya jantung saya apalagi saat melihatnya memakai gaun yang saya belikan. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, bisa melihat makhluk seindah dirinya.

Saya menikmati dansa dengan Soraya, dia sangat cantik malam itu. Pada akhir dansa, saya kembali lagi membisikkan kata-kata yang merupakan ungkapan hati saya. Sekali lagi, apalah artinya berharap. Harapan saya tidak sesuai dengan realitanya. Soraya tidak membalas ungkapan hati saya.

Setelah itu saya merasa bahwa Soraya hanya menganggap saya atasannya, tidak lebih. Semua yang dia lakukan selama ini karena saya adalah bosnya, tidak karena ada rasa ketertarikan sedikit pun kepada saya. Sakit hati saya rasakan dan saya memilih untuk menjauh perlahan-lahan.

Ternyata keputusan untuk menjauhi Soraya adalah keputusan yang paling saya sesalkan. Saya tidak tahu ancaman dari sekretaris saya, Pastika, kepada Soraya dan juga permasalahan keluarganya.

Dia pergi dengan meninggalkan selembar kertas perpisahan. Hati saya sangat teriris saat dia pamit untuk meninggalkan rumah. Saya sangat menyesal sudah bersikap kekanakan kepada Soraya sebelumnya. Dari itu saya bertekad untuk menyusul dia ke rumahnya.

Dengan informasi apa adanya saya tancap gas ke desa Soraya. Saat perjalanan, macet tidak dapat dielakkan. Saya semakin was-was karena dari apa yang diketahui ibu saya Soraya akan dinikahkan beberapa jam lagi.

Sekali terlambat, kehilangan untuk selamanya.

Saya benar-benar frustasi pada saat itu. Mobil saja tidak bergerak maju sedikitpun. Di tengah-tengah kegentingan itu, tiba-tiba Revan datang menggedor kaca mobil saya.

Saya tidak menyangka dia akan menyerahkan motornya kepada saya supaya bisa menyusul Soraya sesegera mungkin. Pertanyaan saya; kenapa tidak dia saja yang melakukan?

Kemudian jawabannya membuat saya mengerti mengapa Soraya bisa kagum kepadanya.

Dengan pengorbanan Revan itu, saya dengan cepat mengambil celah di jalanan supaya sampai tepat waktu di sana. Benar saja, setibanya saya di rumah Soraya, ijab kabul sudah dikumandangkan. Dengan jantung berdebar saya menghentikan pernikahan itu. Membawa Soraya yang syok melihat saya untuk pergi sejauh mungkin.

Saya terharu, sungguh, masih diberi kesempatan untuk bersama orang yang saya cintai. Saya senang, Soraya juga mencintai saya. Tak lama dari itu, saya menyelesaikan masalah yang terjadi.

Namun, beberapa hari ibu Soraya pergi meninggalkannya. Saya berjanji akan menjaga sampai akhir hayat. Sampai maut memisahkan saya dan Soraya.

Dan hari terindah bagi saya adalah saat saya dan dia sudah terikat dalam hubungan sakral.

Saya menyayanginya karena dia adalah dia. Apa yang ada di dirinya saya suka. Walaupun banyak perempuan-perempuan yang "lebih" dari Soraya, tidak membuat hati saya berpaling sedikitpun. Walapun perempuan itu tidak melakukan apapun, hati saya sudah terpaku padanya.

Sulit dipahami, tetapi nyata saya rasakan.

Sekarang, istri saya itu sedang tidur nyenyak di samping saya dengan nafas yang sedikit tidak teratur karena perutnya membuncit. Haha, ya, saya akan mempunyai little baby sebentar lagi. Tenang saja, saya akan menceritakan kisah saya lagi kepada kalian semua. Semoga menginspirasi dan tolong ambil positifnya, tinggalkan yang buruk. Sampai jumpa, terima kasih.

June, Brama diary

***

Setelah sama raya, Brama jadi aktif nulis catatan pribadi yaa. Jadi bucin parah xixi.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang