22. Jawaban

1.7K 180 112
                                    

Jalanan setapak di kampung pada musim hujan memang tidak ada tandingannya. Jalan yang didominasi oleh tanah itu seketika berubah menjadi genangan lumpur yang menjadi tempat favorit para kerbau.

Siapapun yang lewat, dapat dipastikan alas kakinya tidak akan selamat. Tanah kental yang bercampur dengan air hujan itu akan menempel di bawah alas kaki dan membuatnya melekat di tanah hingga tidak bisa diambil. Biasanya para warga sekitar menanggalkan alas kakinya karena selain membuat sandal kotor, jalanan licin itu bisa menjatuhkan orang.

"Sumpah ya, ini jalan apaan, sih?! Becek banget, mana bau lagi."

Sejak tiba di kampung yang berjarak 80 km dari kota Jakarta itu, Gie sedari tadi mengomel saat akan melewati satu-satunya jalan setapak menuju ke rumah Soraya. Sudah satu jam mereka berdiri di ujung jalan karena takut dengan kubangan lumpur yang terlihat mengerikan.

"Kak, plis lewat jalan lain aja. Lo yakin mau pake jalan ini?" Gie bergidik.

Sedangkan Pastika memijat keningnya pelan. Dirinya sangat frustasi melihat jalanan yang kira-kira jika tergelincir maka bisa membuat mereka mandi lumpur. "Ini satu-satunya jalan. Gue nggak nyangka bakal separah ini sih. Tau gini gue gak pake sepatu."

Gie berdecak. "Lo mending pake sepatu! Gue pake heels nih lihat! Mahal tau, bisa buat jalanan kampungan ini mulus sama aspal."

Kedua gadis itu tampak sangat kesusahan. Dari pagi memang awan sudah menghitam dan hujan deras mengiringi perjalanan mereka. Untungnya, saat tiba di kampung halaman Soraya, cuaca berangsur menjadi cerah, tetapi tetap membuat jalanan berlumpur yang berkontaminasi dengan kotoran kerbau terlihat menjijikkan.

"Bodo, gue mau balik. Gak rela heels mahal gue kena lumpur sialan ini." Gie berbalik, hendak kembali menuju mobil mereka, tetapi tangannya lebih dulu dicekal oleh Pastika dari belakang.

"Jangan bodoh Gie. Kita udah jauh-jauh ke sini, mau gak dapet hasil apa-apa?" Pastika menatap tajam adiknya. Tentu saja, dia tidak akan menyerah begitu saja sampai tujuannya tercapai.

Gie menghempaskan tangannya. "Gue nggak peduli. Kalau lo suruh gue lewat jalan itu, gue nggak sanggup, Kak!"

Gadis yang tiga tahun lebih muda dari kakaknya itu bergidik ketika menatap beberapa kerbau yang bergelut dengan lumpur tak jauh darinya. Tanah itu sudah bercampur dengan kotoran kerbau karena warnanya menjadi cokelat-cokelat kekuningan dan Pastika menyuruhnya lewat sana? Tidak akan!

Pastika menarik napas panjang. Sebenarnya dia juga tidak sanggup. Namun, dia juga tidak bisa membiarkan rencana ini gagal mengingat Soraya akan mengambil Brama darinya. "Lo nolak lewat jalan ini, sama aja lo rela kehilangan Revan."

Pastika tersenyum sinis melihat ekspresi Gie yang menatapnya tidak percaya. Gie menggeram, dia akan lebih tersiksa jika hidup tanpa Revan. Dengan pergulatan panjang di otaknya, akhirnya Gie menyerah. Dia mengikuti Pastika.

"Bagus. Copot heels lo, kita telanjang kaki aja." Pastika mulai menenteng sneakers gucci putih keluaran terbarunya yang dibandrol sepuluh juta itu. Kaki kanannya mulai memasuki kubangan lumpur setinggi mata kaki.

"Buruan, Gie. Ini nggak separah yang lo kira!"

Sedangkan Gie menatap nanar jalanan berlumpur itu. Dia mengusap wajah kasar dan mulai melucuti heels dari kaki jenjangnya. "Sialan. Kalau bukan demi Revan, gak sudi gue kayak gini."

Dua wanita muda itu tertatih-tatih melewati jalur tanah. Para petani desa yang sedang membajak sawah seketika mengalihkan perhatiannya ke gadis cantik yang mereka lihat itu. Di sela-sela pekerjaannya, para pemuda tidak membiarkan hal itu lewat begitu saja, mereka gencar memberikan godaan dan gombalan kepada Pastika dan Gie.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang