31. Ijab Kabul

3.4K 211 69
                                    

Calon mempelai wanita dengan perlahan digiring menuju pelaminan. Fitri dan Yanti berada di sisi kiri dan kanan Soraya. Mereka berdua sudah rapi memakai gaun cantik warna senada. Senyuman tersungging lebar khususnya dibibir ibu lima puluh tahun itu.

Sedangkan Soraya, dia tampak anggun dengan balutan kebaya putih yang memperlihatkan kulit cerahnya, serta rambut disanggul ke atas dan meninggalkan anak rambut di area dahi. Dengan penampilan yang memukau itu, ia menyihir seluruh tamu untuk mengaguminya.

"Walah-walah, ayune kayak bidadari."

"Bener-bener kembang desa terfavoritku!"

"Juragan sejak tadi senyum-senyum mulu, hahaha."

Mendengar seruan warga, Soraya sontak menoleh ke arah si calon pengantin laki-laki yang sudah duduk di kursi pelaminan. Sebentar lagi ijab kabul akan dimulai, tak terbayang ia akan menjadi seorang istri dari pria yang sama sekali tidak dicintainya.

Tubuh Soraya membatu, tidak kuasa berjalan menuju pelaminan. Matanya mulai memanas membuat sang ibu kebingungan. "Ray, kenapa? Ndak usah gugup. Ayo sama ibu kok." Fitri mengusap punggung Soraya pelan, berusaha menyalurkan ketenangan. Justru itu tidak dia perlukan, Soraya hanya butuh pertolongan untuk meniadakan pernikahan ini.

Ya, itu saja.

Setelah dia duduk tepat di samping Juragan Santoyo yang sedari tadi tersenyum penuh nafsu kepadanya, tangan penghulu langsung terjulur.

Soraya memejamkan mata, menahan tangis yang sudah ia pendam di dalam hati. Dia ingin marah. Tentu saja. Mengapa nasibnya tidak seberuntung gadis lainnya? Apa karena dia miskin dan tidak berhak mendapatkan kebahagiaan?

"Sudah siap, Juragan?" tanya si penghulu.

"Sangat siap!"

Fitri beserta warga yang lain bersorak bahagia. Ijab kabul akan segera dimulai dan acara ini resmi menjadi acara pernikahan terbesar satu desa.

"Bissmilahirohmanirrahim. Saya nikahkan engkau, Santoyo bin Bahari dengan Soraya Mekarwati binti Adam dengan mas kawin sepuluh ekor sapi dibayar tunai."

Juragan Santoyo menerima dengan semangat. Bibir berkerutnya mulai melafalkan kabul. "Saya terima nikahnya Soraya Mekarwati binti Adam dengan mas kawin sepuluh ekor sapi dibayar tunai."

Tangan Fitri berkeringat dingin saking bahagianya. Dia meneteskan air mata karena putrinya mau menuruti permintaannya. Setelah ini, dia bisa lega menjalankan kehidupan hingga maut menjemput.

"Bagaimana para saksi?"

Soraya tidak dapat membendung air mata lagi. Kesedihannya luruh di depan semua orang, perlahan kepalanya menggeleng. Menghentikan sang penghulu mengucapkan kata sah.

"Ada apa?" tanya penghulu kebingungan.

"Ma-maaf, apakah bisa ditunda? Sa-saya tiba-tiba sakit perut." Soraya berpikir keras untuk menggagalkan ini. Dia tidak boleh menyerah, dia harus berjuang demi kebahagiaannya.

Mengerti kepura-puraan Soraya, Juragan Santoyo tanggap menahan lengan gadis itu. "Sebentar aja, Dek Raya. Setelah ini kamu boleh ke kamar mandi."

Dengan mata yang memerah, Soraya kebingungan mencari alasan. Dia tidak mau pernikahan ini. Tidak akan mau. Tuhan, tolong Raya.

Soraya memberontak dari pegangan tangan Juragan Santoyo. Namun, dari arah berseberangan Fitri datang menghampiri berusaha menahannya juga.

"Ray, jangan edan! Kamu mau kemana?" ancam Fitri yang mulai kewalahan memegang tubuh Soraya.

After She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang