22. Api dan Ledakan

18 7 0
                                    

Santosa tidak pernah berpikir akan mati dalam keadaan mengenaskan dan tak terhormat seperti yang mungkin akan dihadapinya beberapa saat lagi. Ia menyadari jika sedikit sekali hal-hal baik yang dilakukannya semasa hidup. Pemikiran seperti itu entah mengapa membuatnya gentar menghadapi kematian. Bahkan, ketakutannya kalo ini jauh lebih besar dari pada saat ia menghadapi para ninja yang menyebabkannya berada di dunia antah berantah ini. 

Terkepung di antara mayat hidup dalam rumah kosong benar-benar membuat Santosa frustrasi dan seketika berpikir tentang kematian. Namun, Santosa tak ingin menyerah. Ia tak ingin mati dengan mengenaskan di sini. Ia harus bisa bertahan.

Di tengah kepanikan yang mengungkungnya dan para mayat hidup yang secara naluriah mendekatinya, Santosa mendadak mendapatkan sebuah ide. Akan tetapi, tentu saja ide itu bukanlah yang mudah untuk dieksekusi. Terlebih, dalam keadaan terdesak seperti sekarang ini.

Selagi otaknya menimbang dan menyusun langkah yang harus dilakukannya untuk mencapai rencana, netra Santosa lantas menemukan sebilah paralon panjang di sudut ruangan. Dalam cahaya minim, paralon yang sebagian tertutup kain gorden yang teronggok begitu saja terlihat berwarna putih pucat.

Setelah menimbang dan memperhitungkan upaya yang harus dilakukannya guna meraih benda tersebut, Santosa akhirnya bergerak. Sesosok mayat hidup menerjang ke arahnya dari salah satu sisi. Lehernya tercekik untuk beberapa saat. Santosa nyaris kehilangan napas, tetapi segera ditepisnya cengkeraman itu dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Santosa lantas membanting makhluk itu ke lantai setelah cengkeramannya terlepas, lalu kembali melanjutkan langkah.

Perhitungan yang dilakukannya ternyata tak meleset. Dengan tanpa hambatan berarti, Santosa akhirnya dapat menggenggam bilah paralon setelah membebaskan sisa gorden yang masih terpasang pada ujungnya. Para mayat hidup berdatangan semakin banyak melalui pintu-pintu kamar yang rusak serta jalan masuk yang menghubungkan ruangan itu dengan ruangan makan. Namun, kali ini Santosa tak begitu resah, ia memiliki sesuatu untuk membela diri.

Dengan mengabaikan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya, Santosa berlari secepat yang ia bisa untuk kembali ke ruang makan. Tujuannya adalah satu, yaitu gudang di dalam dapur yang berisi bensin. Ia berencana meledakkannya, kemudian setelannya menyelinap keluar melewati pintu belakang.

Meski peluang hidupnya juga sangat kecil akibat ledakan yang mungkin terjadi di gudang bensin, tetapi cara itu adalah harapan satu-satunya Santosa untuk selamat dari para mayat hidup. Berbekal harapan itu, Santosa berlari, menerobos kerumunan mayat hidup yang mulai mengelilinginya. Paralon yang ditemukannya barusan lantas digenggam secara melintang dan menjadi penghalang sekaligus senjata saat melewati segerombol mayat hidup.

Santosa mendorong paralon sekuat tenaga untuk menjatuhkan makhluk-makhluk yang mencoba menghalangi jalannya. Tiga mayat hidup jatuh terhempas sekaligus akibat dorongannya. Sementara, dari arah belakang, beberapa mayat hidup mulai membuntuti Santosa. Namun, dengan sigap sang dukun mengayunkan bilah paralonnya untuk memukul beberapa mayat hidup yang nyaris menerjang punggungnya.

Usaha Santosa akhirnya membuahkan hasil. Tujuannya tercapai. Tak sampai sepuluh menit, ia telah berhasil mencapai dapur dengan beberapa luka cakaran. Begitu melewati ambang pintu dapur, Santosa segera bergegas menuju pintu gudang. Tas ransel bututnya yang merupakan kunci dari keseluruhan rencananya tergeletak tepat di depan pintu ruangan itu.

Santosa segera merogoh ke dalam tasnya dan meraih sekotak korek api yang hanya menyisakan tiga batang pemantik. Dengan gemetaran dikeluarkannya sebatang pemantik dari dalam kotak, sementara makhkuk-makhkuk mengerikan itu nyaris mencapai dapur.

Setelah membuka pintu gudang dan membiarkan bau bahan bakar memenuhi udara yang dihirupnya, Santosa lantas menggoreskan batang pemantik pada kotaknya. Satu kali, batang korek api tak kunjung menyala. Hal itu serta merta membuat Santosa panik. Suara raungan mayat hidup yang kian terdengar jelas membuatnya gelagapan. Santosa berlomba dengan waktu dan keberuntungannya.

Sesosok mayat hidup akhirnya berhasil mencapai dapur. Kelaparan membuat makhluk itu menjadi jauh lebih brutal. Dengan gerakan liar, mayat hidup itu mengendus udara guna menemukan posisi Santosa. Celakanya, naluri primitifnya yang begitu tajam segera dapat menemukan Santosa meski di dalam kegelapan. Bahkan, bau bensin yang memenuhi dapur, tak sedikit pun membuat penciuman monster itu terdistraksi.

Kepanikan Santosa semakin menjadi-jadi. Setelah beberapa kali menggores pemantik, akhirnya batang korek api itu menyala. Namun, mayat hidup brutal ternyata telah menemukannya lebih dulu, hingga kemudian menerjang punggungnya. Santosa jatuh terjerembab menghantam lantai dapur, sementara korek api di tangannya terlempar dan padam sebelum menjejak lantai.

Santosa meraung marah. Kemarahan itu memberinya kekuatan untuk melawan si mayat hidup. Dipukulnya kepala makhluk itu dengan kepalanya sendiri, sebelum membanting tubuh penuh lupa makhluk itu ke lantai. Setelah makhluk itu jatuh terlentang, Santosa segera menginjak perutnya dan menghantam wajah si mayat hidup dengan kepalan tangannya, hingga makhluk itu tergeletak tak sadarkan diri.

Santosa kembali menggores batang korek api pada pemantiknya beberapa kali hingga menyala. Segera dilemparkannya batang korek api yang telah menyala itu ke dalam kegelapan gudang, kemudian ia segera berlari berlawanan arah menuju pintu dapur. Namun, belum sempat Santosa membuka pengait pintu, bunyi ledakan besar terdengar bersamaan dengan kilatan cahaya merah yang sangat terang.

Santosa merasakan hawa panas seketika menerpa punggungnya. Lidah api menjalar-jalar di sekitarnya seumpama tangan-tangan monster yang berusaha menangkap tubuhnya. Samar-samar suara raungan jeri terdengar, bersamaan dengan bau gosong yang menguar memenuhi udara.

Lelaki paruh baya itu merasakan sesak, saat asap hitam yang menguar dari lidah api memenuhi penghidunya. Beberapa saat kemudian, kesadaran Santosa berangsur-angsur menghilang, menyisakan pekat dan gelap yang absolut.

After the Death (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang