24. Pembalasan Wening Ayu

24 6 0
                                    

Langit terang benderang yang menaungi kepala Santosa akhirnya berganti dengan kegelapan begitu Santosa melangkahkan kaki memasuki hutan. Pohon-pohon berwarna sehitam jelaga berdaun rimbun memenuhi hutan sejauh mata memandang sehingga, menghalangi cahaya yang berusaha menerobos dari sela dedaunan.

Langkah Santosa masih seberat sebelumnya. Kaki-kakinya bahkan terasa semakin kaku, begitu pula dengan anggota tubuhnya yang lain. Sesuatu yang janggal pasti sedang dialaminya, tetapi Santosa tidak tahu persis apa yang terjadi pada dirinya. Bahkan, lebih parah dari sebelumnya, punggungnya kini terbungkuk-bungkuk dan tak dapat lagi ditegakkan.

Beberapa langkah di hadapannya, bunyi gemerisik dedaunan dan semak yang beradu tertangkap pendengarannya. Semakin lama bunyi itu terdengar semakin kentara dan sontak membuat Santosa menghentikan langkah.

Santosa bergeming waspada menatap semak-semak berwarna abu-abu gelap yang bergoyang kuat. Beberapa saat kemudian sesosok mayat hidup keluar dari rimbun semak tersebut. Dengan panik dan terbungkuk-bungkuk, Santosa mencari patahan dahan pohon di sekitarnya untuk dijadikan senjata, hingga ia menemukannya tak jauh dari posisinya berdiri. Diraihnya benda tersebut dan dalam gestur siaga menghunuskannya di depan dada.

Mayat hidup itu berdiri beberapa meter di hadapannya, mengendus udara dengan rupanya yang tak sempurna. Liur menetes dari sela-sela mulutnya yang terbuka, menampakkan sedikit gigi-gigi yang menghitam. Pakaiannya compang-campimg, koyak dan kotor di beberapa bagian. Kulitnya membusuk dan terluka. Namun, ada yang aneh dari gelagat makhluk itu. Dia seolah take menyadari keberadaan Santosa di hadapan.

Saat si mayat hidup menyeret langkah mendekat, Santosa semakin mengeratkan genggamannya pada dahan pohon. Tubuhnya menggigil, tetapi anehnya tak gemetaran sedikit pun.

Namun, keanehan kembali terjadi, mayat hidup itu sama sekali tak menyerangnya, meski jarak di antara mereka telah terkikis. Bahkan, makhluk itu melewatkannya begitu saja seolah Santosa tak pernah ada di tempatnya. Alih-alih merasakan kelegaan, Santosa justru merasakan ketakutan jenis lain yang diam-diam menyelinap dalam benaknya.

"Ada apa sebenarnya?" Pertanyaan itu akhirnya tercetus dari bibirnya tanpa ia sadari.

Mayat hidup yang baru saja melewatinya beberapa langkah tiba-tiba berbalik dan menatapnya dengan raut bertanya. "Kau berbicara denganku?" tanyanya dengan suara serak yang mengerikan.

Santosa refleks berjengit mundur, tetapi segera dapat menguasai diri. Rasa penasarannya justru lebih besar dari ketakutan sesaatnya kepada rupa sang makhluk. "Kau bisa berbicara denganku?"

Mayat hidup itu mengernyit, menampilkan paras yang semakin terlihat aneh. "Tentu saja. Bukankah kita sejenis," sahutnya nyaris berbalik karena percakapan omong kosong Santosa.

"Tu-tunggu dulu. Sejenis apa maksudmu?"

Makhluk itu urung berbalik. Ia menelengkan kepalanya semakin bingun. Akan tetapi, ekspresinya berubah, seolah mendapat pencerahan mengenai pertanyaan Santosa. "Kita sama-sama jiwa yang tersesat, meski aku yakin jika kau adalah makhluk baru. Aku bisa memahami kebingunganmu dan peralihan atas perubahan fisikmu."

Giliran Santosa yang kebingungan akibat dihantam begitu banyak istilah rumit. "Aku tidak mengerti--- kau pasti salah paham. Aku masih manusia. Aku ingin menuju Padang Penantian, apakah letaknya masih sangat jauh dari sini?"

Makhluk itu terkekeh. "Mulanya aku juga sepertimu. Tujuanku adalah padang itu. Akan tetapi, melihat kondisi perubahanmu seperti ini, aku tidak yakin jika mereka mau menerimamu. Padang Penantian cukup selektif."

"Aku tidak sama sepertimu!" Emosi Santosa perlahan tersulut. Namun, segera saja ia mengabaikan mayat hidup itu dan mulai meneruskan langkah dengan terseok.

Di balik punggungnya, makhluk itu masih terkekeh seolah menertawai keputusannya. "Semoga berhasil!" gumamnya sebelum berbalik dan menuju jalan keluar hutan.

Santosa ingin sekali tak mengacuhkan percakapan mereka barusan, tetapi justru setiap dialog itu justru terngiang di kepalanya. Nyaris saja Santosa urung melanjutkan langkahnya menuju Padang Penantian. Akan tetapi, saat mengingat jika hal itu mungkin adalah satu-satunya kesempatan baginya untuk keluar dari kengerian dan dunia antah berantah ini. Maka, meski tubuhnya semakin sulit bergerak, Santosa tetap memaksa diri untuk mengayunkan langkah.

Saat ia nyaris mengira perjalanannya akan baik-baik saja karena mayat hidup tak lagi memburunya, angin tiba-tiba bertiup lebih kencang. Dedaunan dan semak-semak bergerak liar menimbulkan suara gemerisik di seluruh penjuru hutan. Mau tak mau, Santosa pun menghentikan langkah. Diedarkannya pandangan ke segenap penjuru hutan yang terjangkau penglihatan, mencoba mempelajari pertanda alam.

Namun, sedetik kemudian ketakutan kembali merayapinya.  Suara desau angin bagaikan bisikan makhluk tak kasat mata yang sontak membuat bulu ronanya menegak. Udara dingin yang familier mendadak mengusap tengkuk Santosa salam sebuah sapuan cepat yang sukses menciptakan teror.

Tubuh Santosa menggigil. Dengan panik, ia bergerak liar mengamati sekeliling hutan, mencari sosok yang menjadi momok baginya.

Dari salah satu puncak tertinggi pepohonan. Kelebat putih bergerak turun dalam sebuah gerakan cepat. Santosa refleks menyeret tungkainya mundur untuk menghindari sosok itu. Meski hanya melihat kelebatnya sekilas, Santosa langsung dapat mengenali makhluk yang mendadak muncul di hadapannya.

Tawa melengking menyertai pendaratannya di bawah sebatang pohon yang mirip pohon randu tua. "Santosa, masih mengingatku?" tanya sosok itu setelah tawanya reda.

Santosa bergeming dengan tubuh gemetaran. Suara dan tawa itu tak akan pernah ia lupakan. Di hadapannya kini berdiri Wening Ayu dengan seringai yang mengintip di balik tirai rambutnya yang jatuh menutupi sebagian wajah. Sementara, gaun putih yang dikenakannya sama persis dengan gaun milik gadis yang mati gantung diri di ujung desanya.

"Wening Ayu ....?!"

"Aku harap kau tak melupakanku," lolongnya seraya melompat dari posisinya dan berpindah ke punggung ringkih Santosa.

After the Death (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang