4. Minta Maaf

2.8K 242 27
                                    

Happy reading ❤️

Dari kubikel meja kerjanya, Susan terus saja menggulirkan pandangannya ke seluruh area, mencari satu sosok yang ia tunggu-tunggu. Biasanya bos nya itu selalu datang untuk memantau setiap kinerja para karyawan, hal itu bisa Susan gunakan untuk meminta maaf perihal kemarin.

Eka melirik-lirik ke arah Susan yang nampak sedang mencari keberadaan seseorang.

"Hayo! Nyariin siapa lo?" Eka memicingkan matanya, diiringi dengan senyum mengejek.

Susan sedikit terkejut, kemudian perempuan itu langsung fokus kembali kepada komputer di hadapannya. Hati Susan belum tenang saat ini, ia merasa jika dirinya sangat lancang. Apalagi Wisnu itu bos nya.

"Eka," panggil Susan ragu.

Eka bergumam, saat tak mendengar suara apa-apa lagi, ia menoleh. Susan sedang menatapnya sambil melamun. Perempuan itu menjentikkan jari di depan wajah Susan.

"Kenapa?" tanya Eka.

"Tumben ya, Pak Wisnu ga ninjau kerja kita. Biasanya beliau survei pekerjaan kita dulu, baru masuk ruangannya," ujar Susan.

Eka sepenuhnya menghadap Susan, ia baru teringat sesuatu.

"Eh, iya. Gue baru inget, kalo Pak Wisnu ada rapat di luar hari ini. Makanya dia ga kemari."

"Rapat?" gumam Susan.

"Sama Jesika?" tanya Susan.

Eka mengangguk, "iya. 'kan Jesika sekretaris Pak Wisnu, ya wajarlah nemenin rapat."

Susan mengangguk, "kira-kira, kapan ya, Pak Wisnu balik?"

Eka menampilkan raut berpikir, "maybe, pas makan siang nanti, tapi gatau juga ya. Bisa aja, Pak Wisnu makan di luar juga."

Susan tersenyum kecil, ia kembali menatap lurus ke depan, sembari kedua tangannya menopang dagu. Terlihat seperti memikirkan sesuatu.

"Lo kenapa? Apa ada sesuatu?" tanya Eka khawatir.

Susan melemparkan senyumnya, "engga. Santai, gapapa kok."

Eka menarik kursi beroda yang ia duduki, menjadi lebih dekat dengan Susan.

"Cerita aja lah, ga akan ada yang denger. Semuanya pada sibuk kerja."

Susan membuang napas. Cerita itu mengalir diiringi dengan penyesalan di raut wajah Susan.

"Terus, terus?" Eka meminta Susan melanjutkan ceritanya.

"Pas gue tanya dimana keberadaan istrinya, raut mukanya langsung berubah, terus dia langsung pergi."

"Iya, gue ga enak aja, Pak Wisnu 'kan bos kita, rasanya kaya ga sopan gue nanya begitu, apalagi sampe bikin dia marah," lanjut Susan.

"Iya, sih. Gue kalo jadi lo pasti juga ngerasain hal yang sama," jawab Eka.

"Pak Wisnu emang misterius banget, dia duda, tapi ga ada yang tau kemana mantan istrinya. Kaya tuh rahasia ditutup rapat-rapat."

Susan kira hanya dirinyalah yang merasakan hal itu, tetapi rekan kerjanya, Eka, juga merasakan hal yang sama.

Akhirnya Susan memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Semoga saat waktu makan siang nanti, Wisnu sudah kembali ke kantor.

***

Jam makan siang, Susan gunakan untuk pergi ke ruangan Wisnu, ia baru saja mendengar jika bosnya itu telah kembali setelah rapat. Susan harus cepat, jangan sampai Pak Wisnu pergi lagi untuk makan siang.

Sesampainya di depan ruangan Wisnu, Susan menarik napas dalam-dalam, sebab ia harus melalui sekretaris Wisnu, Jesika, untuk masuk ke ruangan tersebut.

"Jes," panggil Susan.

"Kenapa?" tanya Jesika ketus.

Susan menahan diri untuk tidak menghujat perempuan dihadapannya itu.

"Gue mau ketemu Pak Wisnu, dia masih ada di dalem 'kan? Belum pergi untuk makan siang?"

Jesika memasang wajah jijik, perempuan itu berdiri, lalu menyilangkan kedua tangan di dada.

"Mau ngapain lo? Ini 'kan jam istirahat, pasti Pak Wisnu tuh mau istirahat!"

Susan mengangkat sebelah alisnya, menatap konyol wajah angkuh di depannya.

"Gue cuma mau nyerahin ini. Laporan keuangan. Pak Wisnu mau meriksa." Susan menunjukkan beberapa file.

"Kenapa harus pas jam makan siang? Ganggu aja! Caper banget sih lo." Jesika semakin menatap tajam Susan.

Tak ingin berdebat lebih lama, Susan kembali berbicara.

"Ini perintah Pak Wisnu, lo mau ngelanggar?"

Jesika terdiam, dengan terpaksa ia mengangguk. Mengambil telepon intercom dan menghubungi Wisnu.

"Sana masuk! Jangan lama-lama!"

Susan hanya diam, ia melanjutkan langkahnya masuk. Susan bisa bernapas lega, takdir memang sedang baik kepadanya. Hari ini memang jadwalnya menyerahkan laporan, jadi itu ia bisa gunakan untuk meminta maaf kepada Wisnu.

"Pak, ini laporannya." Susan menaruh file tersebut di atas meja.

"Iya, taruh di situ!"

Wisnu masih tampak sibuk dengan laptop di hadapannya. Merasakan ada seseorang yang masih berdiri di depannya, Wisnu langsung mendongak.

"Kamu masih di sini?"

Susan memilin jarinya, "bapak ga makan?"

Wisnu tersenyum kecil, "nanti aja. Kamu aja duluan."

Susan memperhatikan wajah Wisnu, apa pria itu sudah tidak marah lagi padanya?

"Saya minta maaf, Pak," tukas Susan.

"Maaf? Buat?" Wisnu bingung.

"Soal kemarin, saat saya menyinggung tentang ibunya Leo, saya benar-benar ga ada maksud seperti itu, Pak. Saya gatau kalo bapak ternyata ga suka saya menanyakan hal itu."

"Santai. Lupain aja, sekarang kamu istirahat gih. Ini 'kan jamnya," ujar Wisnu.

"Mau sekalian bareng, Pak?"

Wisnu menggeleng, "nanti saya nyusul aja."

"Yaudah, Pak. Saya duluan ya."

"Mana bisa saya marah sama kamu, San," gumam Wisnu menatap punggung Susan yang perlahan menghilang dari balik pintu.

Sementara itu, Susan merasa plong, rasa penyesalan di dalam dirinya berganti menjadi perasaan lega.


Tbc

Fate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang