Happy reading ❤️❤️
Susan mendudukkan diri di sofa empuk yang terasa asing dipandangnya. Entah ada angin apa, Susan setuju akan ajakan Wisnu yang dimana pria itu ingin dirinya bertemu dengan Leo. Susan rasa sikapnya kemarin-kemarin salah, seharusnya Susan bisa memberikan pengertian dengan lembut kepada Wisnu. Apalagi mengingat pria itu selalu gencar mendekatinya.
"Rumah ini sepi banget, mas," kata Susan. Matanya tak berhenti mengagumi ornamen-ornamen rumah itu yang membuat matanya segar.
"Iya. Pembantu saya sedang pulang kampung, sudah dua minggu." Wisnu tersenyum sejenak ke arah Susan, sambil ikut duduk di sebelah perempuan itu.
Susan menatap takjub Wisnu, itu berarti selama dua minggu belakang ini, pria itu melakukan segalanya sendiri? Seperti melakukan pekerjaan rumah, mengurus Leo.
"Leo kemana, mas?"
Tiba-tiba Susan merindukan bocah kecil itu. Ia mengingat dimana pertemuan mereka terakhir kali yang Susan rasa kurang baik, saat Susan terlihat enggan dipanggil mama olehnya. Lalu saat kejadian di parkiran, Susan harap anak itu tidak menyaksikannya.
Bibir Wisnu terkatup dengan membentuk garis lurus datar, tak ada eskpresi dalam wajah pria itu.
"Ck, padahal baru sampe. Saya kan maunya berduaan dulu sama kamu," rajuk Wisnu.
Susan mengulum senyum, memandang Wisnu dengan tatapan tak biasa. "Mas Wisnu ih! Manja banget." Tawa Susan langsung meledak saat itu juga, tidak kencang, tetapi cukup membuat hati Wisnu menghangat.
Wisnu balik tertawa, ia mengusap kepala Susan yang membuat tawa perempuan itu terhenti. Susan tidak bisa memfokuskan dirinya saat tangan Wisnu turun ke pipi dan mencubit pipi itu pelan.
"Saya ke kamar dulu ya, mau ganti pakaian. Nanti saya panggilkan Leo kemari."
Mata Susan tak pernah lepas dari Wisnu yang perlahan menjauh berjalan menaiki undakan tangga. Banyak pertanyaan yang kian memicu rasa penasaran dalam diri Susan. Ingin rasanya dia bertanya, tapi Susan tau batasan, dia bukan siapa-siapanya Wisnu, lantas apa haknya bertanya?
Susan hanya bisa berspekulasi saat ini, bahwa ibunya Leo sudah tiada, atau Wisnu yang sudah bercerai dari mantan istrinya, dan hak asuh Leo diberikan kepada pria itu.
Tatapan Susan berlari ke seluruhan sekitar rumah itu. Pandangannya jatuh pada figura-figura foto yang berjejer di atas meja tak jauh dari sofa yang ia duduki.
Ia melihat foto itu seusai dirinya berjalan menuju meja tersebut. "Pasti ini mama dan papanya Mas Wisnu," ujarnya pada potret seorang wanita dan pria yang duduk bersisian. Salah satunya ialah pria yang Susan kenal, Pak Ardi. Pimpinan di perusahaan tempat ia bekerja dulu sebelum Wisnu yang menjabat.
Manik coklat itu kembali melihat foto di sebelahnya, foto seorang gadis muda yang membuat perempuan itu bertanya-tanya. Ia kembali menaruh pendapat, jika itu mantan istrinya Wisnu, lantas ia menggeleng, untuk apa Wisnu masih memajang foto mantan istrinya? Apakah pria itu masih mencintai sang mantan istri?
"Mama!"
Susan menoleh, pandangannya bersitubruk pada Wisnu yang menggandeng Leo. Mata Wisnu terarah pada foto yang Susan pegang. Susan kembali menaruh itu ke tempatnya sambil tersenyum canggung.
"Maaf, mas. Saya lancang," ujar Susan saat Wisnu sudah di hadapannya.
Leo langsung memeluk Susan, wajahnya ia benamkan ke perut perempuan itu.
"Lweo kangwen mamwa." Susan terkekeh saat mendengar suara yang justru malah hampir mirip seperti suara gumaman itu.
Susan mendorong lembut bahu Leo, Susan sedikit menunduk. Dan mengecup kening serta pipi anak itu yang membuatnya terkikik geli.
"Leo, apa kabar, sayang?"
"Baik, Ma." Leo tersenyum lebar.
Susan tidak keberatan lagi sekarang, yang terpenting Leo bisa bahagia karena dapat merasakan kasih sayang seorang ibu. Susan paham bagaimana rasanya kehilangan, ia merasakan bagaimana dulu bayinya pergi sebelum bayinya melihat dunia ini.
"Ayo, Ma! Kita main. Sama papa juga." Leo menarik tangan Wisnu dan Susan, mengajak keduanya ke taman bermain di sekitaran sana.
***
Sambil duduk selonjoran di bangku balkon kamar, Susan sesekali menyeruput teh hijau yang ia buat. Ingatannya kembali terlempar pada saat beberapa jam yang lalu, saat dirinya dan Wisnu tengah menemani Leo bermain di rumah pria itu, lebih tepatnya di ruang bermain khusus Leo.
"Perempuan itu adik saya, namanya Ruby." Susan memandang lekat Wisnu tanpa tau makna ucapan pria itu.
Susan merasa suara Wisnu seperti tercekat, bagai ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan pria itu. Suaranya juga terdengar bergetar.
"Dia dilecehkan oleh temannya, saat dia berusia tujuh belas tahun." Wisnu menggigit bibir, menahan air yang akan jatuh dari mata hitamnya tersebut. "Adik saya sempat depresi, beruntung dia bisa sembuh dan menjalani hari normal-normalnya." Wisnu menitikkan air mata, kejadian naas itu merupakan pukulan telak bagi dirinya, saat adik yang sangat ia sayangi harus hancur.
Tangan Susan terangkat untuk mengelus bahu Wisnu, ia berani menangkup wajah pria itu, dan menghapus air matanya.
"Mas, aku..." Susan bingung bagaimana harus berkata-kata lagi, ia juga turut sedih mendengar hal yang barusan Wisnu ceritakan padanya.
"Mama, papa kok nangis?" Leo rupanya sudah kembali dari keasyikannya saat bermain tadi.
Wisnu tersenyum, ia menarik pelan Leo, dan mendekap tubuh kecil itu dengan lembut. Sudut bibir Susan tanpa sadar terangkat, membentuk seulas senyum tulus. Wisnu membalas senyuman itu.
Ingatan Susan langsung terpecah, tanpa sadar teh yang ia minum sudah kandas. Ia memijat pelipisnya, ternyata banyak rahasia yang Wisnu punya.
Susan mengambil ponsel yang tergeletak di dekatnya, sebuah notifikasi masuk membuat ia lantas kebingungan.
Pak Wisnu
Besok bisa kamu temani saya ke suatu tempat? Saya ingin banyak bercerita sama kamu, San. Please...Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate [End]
RomanceVector by: @Niluluu Note: Disarankan membaca cerita Arumi terlebih dahulu. *** Susan Priscilla Bagaskoro, perempuan muda yang terikat dengan benang merah masa lalunya yang kelam, kini harus berjuang untuk melupakan masa-masa suram yang pernah ia lal...