17. Doubt

1.2K 114 6
                                    

Happy reading ❤️❤️

Entah sudah sampai mana ia berjalan, Susan tidak memperhatikannya. Dia terus melangkah ditemani gelapnya malam. Teriakan-teriakan dari belakang yang memanggil namanya pun ia abaikan.

"Susan! Susan tunggu!"

Suara yang kesekian kalinya itu membuat langkahnya terhenti, ia menoleh ke belakang, sesaat matanya membulat, melihat Wisnu yang berlari mengejar. Susan memilih untuk kembali berjalan. Rengkuhan yang tiba-tiba mendekap erat dari belakang, langsung membuat tangisnya kembali pecah.

"Lepas! Lepasin aku, Mas." Susan meronta-ronta.

"Ngga akan, Mas ngga akan pernah lepasin kamu, San," bisik Wisnu tepat di telinga Susan.

Wisnu menarik dirinya dari pelukan itu, kemudian memutar lembut tubuh Susan, Wisnu mengikis jarak mereka, ia mencium lembut kening Susan, yang tanpa sadar membuat perempuan itu memejamkan matanya.

Terlalu kekanak-kanakan memang, harusnya Wisnu bisa berpikir tegas. Ia adalah pria dewasa, bukannya remaja yang penuh dengan sejuta kelabilan. Itu adalah masa lalu Susan. Bahkan dari mata kepalanya sendiri ia juga sudah melihat bagaimana perilaku-perilaku baik perempuan itu.

Kedua netra mereka saling bertemu saat Susan membuka mata. Mereka hanya saling diam, suara angin membelah kebisuan keduanya. Kedua tangan Wisnu mendarat di pinggang Susan.

"Maafin mas tadi. Maaf, San. Mas kalut. Maaf."

"Sekarang apa? Semuanya udah berakhir, kan?" tanya Susan pelan yang dibalas gelengan kepala oleh Wisnu.

Tangisan Susan mereda, pria itu senantiasa mengelus-elus punggung Susan, seolah menyalurkan kehangatan dan ketenangan di sana.

"Kita mulai semua dari awal, oke? Kita ubah ego kita masing-masing," pinta Wisnu.

Susan tak langsung menjawab, ia malah memeluk tubuh Wisnu dengan erat. Bohong sekali jika Susan bisa menjauh dari pria itu. Bahkan ia sangat membutuhkan Wisnu di dalam kehidupannya.

Lantas, satu anggukan ia berikan sebagai jawaban atas pertanyaan Wisnu tadi.

"Ya sudah, mas anter pulang sekarang, ya. Ayo!"

Wisnu dan Susan bergandengan tangan. Pria itu mengajak Susan ke rumahnya dulu untuk mengambil mobil.

"Kak Wisnu? Kak Susan? Ini ada apa, sih?" Pertanyaan Ruby lah yang menyambut mereka di sana. Ia bersandar santai di mobil Wisnu tanpa melepaskan tatapannya dari kedua insan tersebut.

Wisnu dan Susan bergeming.

"Helo!" Ruby menjentikkan jarinya.

Wisnu menghela napas, "nanti kakak ceritain. Kakak mau anter Susan pulang dulu."

Ruby mengangguk, "oke."

Susan melemparkan senyum kecil ke arah Ruby sebelum dirinya masuk ke mobil Wisnu. Ruby hanya menatap mobil yang perlahan mundur itu dalam diam. Setelahnya, ia mengangkat kedua bahu, dan memilih untuk masuk ke rumah.

***

Rama yang sedang duduk di teras depan langsung buru-buru berdiri tatkala ia melihat sebuah mobil yang memasuki parkiran rumahnya.

Sebagai seorang kakak, tentunya ia merasa cemas melihat penampilan Susan dengan wajah sembabnya sekarang.

"Astaga Susan! Kamu tadi keluar kok ngga bilang-bilang, sih! Main langsung pergi aja," Rama sedikit mengguncang bahu Susan saat Susan sudah berada di hadapannya.

"Maaf, mas," jawab Susan dengan suara serak.

"Kamu kenapa?" Rama menatap lekat wajah Susan, mata adiknya itu terlihat bengkak.

Fate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang