18. Difficult

1.2K 114 2
                                    

Happy reading ❤️❤️

Sehari setelahnya, pada pagi hari, Wisnu memutuskan untuk pergi ke rumah mama dan papanya di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan penuh jantung yang berdegup kencang, ia memutuskan untuk bercerita mengenai semuanya perihal Susan.

Wisnu menghela napas gusar, sekarang ini ia tengah duduk di ruang tamu rumah orang tuanya. Wisnu datang sendiri, tidak mengajak Leo maupun Ruby, apalagi Susan. Di depannya, sang papa--Ardi hanya diam menyeruput kopi dan membaca koran.

"Gimana perkembangan perusahaan, Nu?" tanya Ardi yang kontan membuat Wisnu menegakkan tubuhnya.

"Apa, Pah?"

Bibir Ardi berkedut, "kamu kurang fokus sepertinya. Kenapa kamu keliatan ngga tenang gitu?"

Wisnu hanya menggeleng.

"Sebenarnya apa yang mau kamu bicarakan kepada kami? Coba spoiler aja ke papa dong. Papa penasaran, nih," pinta Ardi.

"Tunggu mama juga, Pah. Mama masih lama masaknya?" tanyanya tak sabaran.

Ardi menunjuk ke belakang dengan dagunya, terlihat seorang wanita paruh baya yang nampak cantik dengan pakaian rumahan. Wanita itu duduk di sebelah Ardi.

Wisnu meneguk ludahnya susah payah. Dari mana ia harus memulai semuanya.

"Hei! Ngga salim sama mama," tegur Rissa.

Wisnu beranjak berdiri, berjalan menuju ke mamanya dan menyalami tangan wanita tersebut. Kemudian, ia kembali duduk dengan wajah yang tegang.

"Tumben kamu, inget mama dan papa. Kemarin-kemarin kemana aja," sungut Rissa.

Wisnu berdehem, "maaf, Mah. Wisnu sibuk."

"Sesibuk-sibuknya kamu, ya harus tetap ingat orang tua, dong," decak Rissa.

"Ini cucu mama kemana? Terus kamu ngga ajak adik kamu?" Rissa beruntun bertanya.

Wisnu menyengir kuda, ia menggaruk kepalanya canggung. Padahal ia belum berbicara apapun, tetapi Rissa sudah berbicara meleber kemana-mana.

"Katanya ada yang mau diomongin sama anak ini, tapi katanya nunggu kamu juga," kata Ardi kepada Rissa.

Rissa memicingkan mata, "yaudah cepet bilang."

"Wisnu udah punya calon," katanya singkat yang justru menimbulkan tanda tanya dalam diri Rissa dan Ardi.

Keduanya saling tatap, kemudian melemparkan senyuman yang ditujukan kepada Wisnu.

"Alhamdulillah. Anak mana?" Ardi tentunya bahagia, mengingat cukup lama juga anaknya itu menjadi duda. Sekarang akhirnya sang putra akan mendapatkan kembali kebahagiannya.

Rissa bergerak heboh, dan beringsut pindah duduk menjadi di sebelah Wisnu. Wanita itu merangkul pundak Wisnu.

"Kenalin ke kami, dong. Siapa sih yang udah bisa meluluhkan hati anak mama ini." Rissa mencolek dagu Wisnu.

Wisnu sedikit tersenyum, tiba-tiba keraguan kembali hinggap, jika sebelumnya ia sudah berusaha yakin ingin menceritakan semuanya kepada Rissa dan Ardi. Sekarang sirna sudah keberanian itu.

"Kok melamun, sih? Ayo dong kasih tau," desak Rissa.

"Namanya Susan, Mah, Pah. Adik dari teman SMP dan rekan bisnis Wisnu, Rama Bagaskoro." Wisnu berkata dengan nada sedikit bergetar. Keringat mulai turun di dahinya.

Kedua orang tuanya itu terlihat manggut-manggut. Rissa mengelus pundak Wisnu yang masih dirangkulnya.

"Mama dan Papa mau liat dong wajahnya, cantik ya pasti?"

Wisnu memberi anggukan. Ia menunjukkan foto-foto Susan yang sudah ia simpan di ponselnya. Ponsel itu direbut dengan cepat oleh Rissa yang membuat Wisnu berdecak.

"Ya ampun! Cantik ya," puji Rissa. Wanita itu sampai men-zoom satu persatu foto Susan yang ia lihat.

"Papa juga mau liat dong!"

"Nih, Pah."

Rissa menyerahkan ponsel Wisnu kepada Ardi. Ardi menatap lamat foto Susan. Pria itu menyetujui perkataan istrinya.

"Tapi Pah, Mah..." Wisnu menjeda ucapannya.

Ardi dan Rissa menunggu apa yang akan selanjutnya Wisnu ucapkan.

"Wisnu ngga tau apa kalian akan terima apa ngga. Tapi ada satu hal yang belum kalian tau tentang Susan. Wisnu pikir, ngga mungkin bisa Wisnu sembunyikan dari kalian," paparnya.

"Hm? Apa itu?" balas Ardi.

Wisnu dengan pelan-pelan mulai menjelaskan semuanya. Selepas menyelesaikan ceritanya. Wisnu memandang wajah Ardi dan Rissa. Ekspresi mereka mulai berubah. Rissa yang awalnya merangkul Wisnu, kini menurunkan tangannya dari bahu Wisnu.

"Ehm. Okay." Rissa mengangguk.

"Jadi... Dia dulunya seperti itu?"

Wisnu mengangguk menjawab sang mama.

"Nu, apa kamu ngga bisa pikirkan kembali? Apa kamu mau, perempuan seperti itu menjadi ibu sambung bagi Leo?" protes Rissa.

Hati Wisnu mencelos, sudah ia duga, pasti inilah respon mamanya.

"Mah... Susan kan sudah berubah, it's just the past," kilahnya.

"Iya, mama tau. Tapi, Nu. Dulu saja, Karin yang terlihat perempuan baik-baik, dia malah mengkhianati kamu, kan? Apalagi ini... Astaga Wisnu. Kamu kan pria mapan, kamu harus cari yang bibit-bebet-bobotnya baik, dong! Kamu pasti bisa kan, dapet yang lebih baik dari dia. Bahkan para perempuan aja tinggal antri ke kamu untuk dijadikan istri," cecar Rissa.

"Mah! Susan berbeda dengan perempuan-perempuan lain. Wisnu yakin, dia yang terbaik untuk Wisnu," bantahnya. Tanpa disadari, ia sudah membentak sang mama.

Rissa sangat shock, apalagi Ardi. Dengan raut berang, Ardi berdiri.

"Wisnu! Papa ngga masalah kamu menjalin hubungan atau mau menjadikan Susan sebagai istri kamu. Tapi papa ngga terima, kalo kamu sampai membentak mama kamu hanya demi perempuan itu!"

"Mama mau istirahat dulu. Mama harap kamu bisa berpikir ulang dengan logis, Nu." Rissa pergi, wanita itu dengan lemas melangkah menuju kamarnya.

Wisnu menatap Ardi penuh permohonan, jika dibujuk oleh Ardi, mungkin Rissa akan luluh.

"Maaf, Nu. Papa marah sama kamu tadi. Papa cuma ngga mau, kamu melupakan bakti ke orang tua kamu hanya untuk kepentingan kamu sendiri." Ardi mulai kembali duduk ditempatnya. Tangannya terulur mengembalikan ponsel Wisnu yang diterima oleh empunya.

"Papa mau bantu Wisnu, kan?"

"Iya." Ardi mengangguk.

Wisnu bersandar sembari memijat pangkal hidungnya. Membuat Rissa merestui hubungan yang sedang ia jalani ternyata sangatlah sulit. Wisnu hanya dapat berharap, semoga hati mamanya akan luluh pada Susan nanti.






Tbc

Fate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang