Extra Part II

1.7K 96 4
                                    

Happy Reading ❤️❤️

Riuhnya suasana gedung pada sore itu membuat kedua mempelai pengantin yang tengah berada di pelaminan tersebut tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman. Pria dua puluh sembilan tahun itu--- Leo, bersama dengan istrinya--- Dea, yang tengah mengadakan resepsi pernikahan mereka.

Untuk kesekian kalinya, Leo merasa sangat bahagia. Dia merasa beruntung, sebab memiliki ibu sambung yang sangat menyayangi dirinya. Laki-laki itu tersenyum, melihat suasana harmonis antara Susan, Wisnu, dan Adel yang duduk tepat di sebelahnya.

Susan, wanita itu menyadari tatapan Leo, melihat mata Leo yang memerah menahan tangis, ia memberikan isyarat kepada sang putra, agar tidak bersedih di hari bahagia ini.

Kini, dua puluh tahun sudah berlalu, dimana rumah tangganya dengan Wisnu terjalin. Mereka memutuskan untuk memiliki dua anak saja, yakni Leo dan Adel. Adel, gadis yang sedang kuliah di semester lima itu sudah menjadi gadis yang sangat cantik. Benar-benar jelmaan Susan. Semua perubahan memang sangat signifikan. Takdir pun tidak akan pernah bisa ditebak.

Ruby, adik Wisnu, menikah dengan Lukman. Kini mereka telah dikaruniai anak kembar yang juga sudah tumbuh dewasa.

Kembali ke kilas sekarang. Pernikahan itu sudah usai, menyisakan kebahagiaan yang masih meliputi Leo dan Dea. Berangsur-angsur tamu mulai pulang, disusul oleh gelapnya malam yang perlahan datang.

"Nanti, kalau pilih suami, harus yang baik, yang soleh, contoh kaya Abang kamu, tuh," pesan Wisnu sambil terus menyetir. Susan yang duduk di sebelahnya hanya menimpali dengan senyuman khas keibuan.

Wisnu, Susan, dan Adel memutuskan untuk pulang ke rumah, membiarkan pengantin baru itu berbahagia di rumah barunya, dan juga membangun hubungan baru yang akan berlangsung sampai akhir hayat.

Mata Wisnu melirik dari balik kaca spion tengah mobilnya, dimana Adel yang duduk di belakang sendiri, sang putri terlihat lesu, mungkin kelelahan.

"Del? Kok Papa dicuekin?" Wisnu bertanya dengan nada sedikit merajuk.

"Adel kecapekan, Pah. Biarin dia istirahat," jawab Susan penuh pengertian.

"Tau nih, Papa. Adel kan capek." Adel menidurkan tubuhnya di kursi yang kosong itu.

"Tunggu, ya, Sayang. Sebentar lagi kita sampai rumah, Kok." Susan mencoba menghibur Adel, agar rasa lelah gadis itu hilang. Wanita berjilbab itu hanya tersenyum kecil, melihat tingkah Adel yang benar-benar persis seperti dirinya kala di masa muda dulu.

"Adel bener-bener mirip aku, semoga nasibnya ngga seburuk aku." Susan tanpa sadar bergumam pelan. Tetapi, suaranya tertangkap oleh indra pendengaran Wisnu, yang lantas membuat pria itu menggenggam tangan Susan dengan sebelah tangannya, sementara tangan yang satu lagi digunakan untuk mengemudi.

"Mah, udah, dong. Sudah dua puluh tahun, dan kamu masih aja teringat itu semua. Kamu yang dulu dengan sekarang itu berbeda, Sayang." Wisnu berkali-kali sudah memberikan pengertian kepada sang istri, tetapi agaknya Susan masih terbayang-bayang oleh masa lalu yang menghantui perjalanan rumah tangga mereka.

Wisnu paham, mungkin karena kehadiran Rey dan Jesika di pernikahan tadi, membuat Susan kembali teringat kehidupan kelamnya. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu, mungkin wanita itu terkejut melihat kedatangan orang yang dulu pernah menghancurkan hidupnya.

Meskipun Rey sudah memiliki rumah tangga sendiri, nampaknya, luka di dalam hati Susan masih belum pulih juga, dan sekarang adalah tugas Wisnu sebagai seorang suami untuk selalu membimbing Susan ke jalan yang benar supaya wanita itu mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Susan tersenyum, ia membalas genggaman tangan Wisnu, lantas wanita itu bersandar di kursi mobil, tanpa sadar bahwa dirinya jatuh terlelap.

***

Susan menutup buku diary-nya. Dari awal menikah, dia selalu menorehkan perasaannya ke dalam buku bersampul coklat itu. Segala hal yang mengganggu perasaan, pikiran, dan juga batinnya.

Susan mendengar derap langkah kaki yang mendekat, ternyata Wisnu datang dengan dua buah cangkir berisikan teh hijau yang pria itu baru saja buat.

"Ayo, ke balkon, Mah. Kita ngobrol-ngobrol seperti biasa," ajak Wisnu.

Wanita itu mengangguk setuju akan ajakan Wisnu. Keduanya duduk di bangku yang di sana, sembari menatap gelapnya malam yang bertabur bintang dan saling bertukar cerita. Hal yang biasa mereka lakukan sejak awal mereka membina rumah tangga.

"Sekarang kita hanya fokus untuk kehidupan kita, Mah. Anak-anak sudah mulai mengejar hidupnya sendiri." Wisnu berucap demikian.

Susan menyesap teh hijau buatan Wisnu perlahan, telinganya ia pasang baik-baik untuk mendengarkan cerita yang akan Wisnu bagi pada hari ini.

"Adel juga sudah mulai dewasa, waktu sangat cepat berlalu." Helaan napas berat berembus keluar dari mulut Wisnu. Seakan perasaan lega dan sesak yang bercampur menjadi satu menghimpit dadanya.

"Mamah beruntung, Pah. Bisa bertemu sama Papa. Entah bagaimana kehidupan Mama kalau Mama menolak Papa waktu itu." Susan tersenyum kecut.

"Tapi Papa ngga akan biarin Mama nolak Papa. Papa akan terus kejar Mama." Perkataan Wisnu, entah kenapa membuat Susan tersenyum geli. Dadanya bergemuruh, seakan ini yang pertama kalinya bagi mereka.

"Iya, Pah. Thanks for everything. I love you, My Husband." Kecupan mesra Susan berikan di pipi kiri Wisnu. Pria itu tersenyum hangat. Dia balas dengan merengkuh tubuh Susan ke dalam pelukannya.

"Sekarang kita tinggal tunggu cucu dari Leo dan Adel, Mah," ujar Wisnu penuh harap. Susan mengeratkan pelukannya sambil mengangguk.

Inilah kisah cinta antara Susan dan Wisnu, kegigihan serta kepercayaan Wisnu, membuat wanita itu tak ragu untuk menerima pria itu. Meski awalnya dilanda perasaan bimbang, pada akhirnya, ia berhasil menemukan kembali titik terang kehidupannya bersama Wisnu, rekan hidupnya.

Fate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang