11. Who is He?

2K 234 78
                                        

.





Tok tok tok...

"Masuk."

Seorang pria bertubuh cukup bugar dengan jas hitamnya, melangkah memasuki ruangan dingin dan luas setelah tangannya membuka pintu. Ia berjalan dan mengambil langkah dengan tegap, mendekati meja besar yang berada di depan sana.

Pria itu berdehem dan membetulkan dasinya agar rapi, lantas membungkuk setengah kepada meja di depannya. Telah duduk seorang pria dewasa di depannya, sedang fokus kepada tab dengan tangan yang memegang pulpen. 

"Siang, Pak. Ini dokumen hasil rapat tadi pagi." Ia meletakkan map yang berisi beberapa lembar kertas di dalamnya ke atas meja.

Sosok di depannya hanya mengangguk sekilas, membuatnya masih ragu untuk kembali bicara. Tidak ada yang mau kena marah karena mengganggu kesibukan pimpinan perusahaan yang terkenal galak dan dingin ini. Ia pun kembali berdehem, menetralkan ketakutannya.

"Maaf sebelumnya, saya hanya akan memberitahu bahwa besok Pak Antares ada rapat dengan Wakil Pimpinan Hotel Pyllos jam sembilan pagi."

Sosok yang tidak lain dari Ares itu menghentikkan kesibukannya. Ia mendongak dan bersandar dengan kursi putarnya sambil melipat tangan di depan dada.

"Sekretaris baru?" tanyanya dengan nada mengintimidasi.

Pria yang usianya sekitar 23 tahunan itu menggeleng kaku. "Sa-saya masih magang Pak, saya harus ke ruangan Bapak karna Pak Bimo sedang sakit. Maaf sebelumnya, Pak."

Bimo adalah sekretaris handalan Ares, pria itu mungkin sudah benar-benar dekat dengan anak dan istrinya. Namun sepertinya dia sakit, mungkin itulah mengapa anak magang ini muncul.

Ares memang sengaja tidak mencari sekretaris perempuan, bukan karena ada apa-apa, ia lakukan semua itu sebelum Ruth ngamuk-ngamuk tidak jelas jika karyawan dekatnya berjenis kelamin perempuan.

Lagi pula, Ares sendiri tidak mudah untuk berhubungan dekat dan merasa nyaman dengan yang namanya perempuan. Jika ada pun, mungkin hanya Ruth dan Zera serta Tante Kim.

Ares pun hanya mengangguk sekilas. "Nama?"

"Saya Nicole Arizon, Pak. Panggil saja Nik," ucapnya segan.

Ares tertegun saat mendengar ucapan itu, sorot matanya semakin intens menatap pria bernama Nik itu. Nama itu ... nama yang sampai sekarang masih menghantui Ares setiap malam dengan rasa bersalahnya...

"Pak Antares?? Pak, ada apa???"

Ares kembali tersadar dari lamunannya. Ia pun berusaha tersenyum kecil. "Bukan apa-apa."

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu." Nik pun menghembuskan nafas seraya memutar tubuh.

"Nik," panggil Ares lagi, dengan berat dan sedikit getaran aneh di hatinya. Entah mengapa ia tiba-tiba memanggil anak muda itu begitu saja. Wajah dan tubuhnya benar-benar mirip dengan sosok yang Ares renungkan setiap malam, Nik.

Nicole pun menoleh dengan nafas tercekat, seperti sedang ada yang mencekiknya, padahal hanya gugup. "I-iya Pak? Ada apa?"

Ares berpikir sejenak lalu menghela nafas. "Saya mau kamu yang membuat proposal untuk rapat Departemen Perencanaan minggu depan. Kalau konsep kamu bisa diterima, kamu tidak perlu magang lagi. Kamu bisa langsung bekerja dan jadi pegawai tetap di perusahaan ini."

Nik menganga lebar, matanya mengerjap tak percaya. "M-maksudnya Pak??"

Ares mulai fokus kembali pada layar tabnya. "Saya yakin kamu dengar perkataan saya dengan jelas, jadi tidak perlu saya ulangi lagi."

ZERASAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang