22. Gelap

942 82 78
                                    

Cowok dengan tinggi 178 cm yang saat itu baru saja tiba di depan gerbang rumahnya tiba-tiba tersadar akan sesuatu. Ia mendelik, seolah sedang berpikir ayam atau telur dulu yang duluan muncul di bumi. Ketika ia tersadar, matanya kembali melebar.

Zera!

Sesuatu yang aneh pasti telah terjadi, aneh karena Mike saja baru menyadari bahwa adiknya tidak ada saat ini bersamanya, pulang ke rumah. Bahkan sejak tadi, ia hanya dilayani Kang Grab seorang diri, tidak ingat sama sekali akan adiknya.

Mike menepuk jidatnya, kacau, pikirnya.

Satu jam yang lalu, Mike mengundurkan diri dari dinner ala-ala bisnis yang sepertinya hanya dinikmati oleh para orang tuanya. Daripada menghabiskan baterai ponsel dengan scroll sosmed secara sia-sia di hotel, Mike pikir lebih baik jika ia duluan pulang ke rumah. Karena ayah dan bunda sepertinya masih menikmati reuni sekaligus nostalgia, Mike pun pulang dengan Grab, belahan jiwanya saat tanpa motor.

Baru saja ia tiba di depan gerbang rumahnya, ingatannya seolah sistem ponsel yang baru direset sehingga ingat bahwa dirinya bukan anak tunggal, sebaliknya ia memiliki adik perempuan yang seharusnya sudah ikut bersamanya pulang saat ini.

"Pak..." Kalimatnya tenggelam begitu saja ketika pupil matanya hanya mendapatkan keadaan jalan yang sudah kosong. Kang Grab yang tadi mengantarnya pulang kini hanya memperlihatkan lampu merah belakangnya dari kejauhan, yang kini semakin tak terlihat.

"Tega banget," lirih Mike menggeleng sambil mengelus dada merasa dikhianati, tidak menyangka Grab itu langsung pergi tanpa pamit.

Satu hal yang mengganggu pikirannya. Entah kapan, ia merasa tadi saat dinner, Zera pergi sesaat setelah cowok bertubuh jangkung bernama Saka yang juga pergi ke toilet. Ia tak tahu apakah Zera sengaja keluar mengikuti Saka atau sekadar kebetulan. Namun ia kembali menggeleng, sejauh ini ia tahu hubungan adiknya dengan Saka tidak sebaik pertemanan antar siswa-siswi satu sekolahan pada umumnya. Sebaliknya, mereka justru tidak saling akur.

Brian. Cowok berambut plontos tapi bukan Kaum Halo Dek, dengan senyum yang manis, tatapan mata lembut dengan aura soft-gently yang dari kejauhan pun sudah dapat terlihat. Satu-satunya lelaki yang mungkin dapat menjadikan Mike sebagai tim suksesnya jika ia masuk dalam kandidat Gebetan Zera. Mike mengenal Brian dengan cukup baik, sejauh ini. Hubungan Zera dan Brian pun terlihat 80% lebih harmonis menurutnya ketimbang dengan Saka.

Tanpa berlama-lama membayangkan sosok Brian dan Saka untuk membandingkan keduanya, Mike pun dengan segera merogoh sakunya, membuat panggilan di ponselnya.

"Kak Mike?" Tak lama, terdengar sahutan dari seberang. Dari suara yang tidak begitu tenang, dapat ditebak bahwa sosok itu sedang berada di sebuah kendaraan.

"Bri, posisi?"

"Hah?"

"Posisi lo di mana sekarang? Gak mungkin lagi kayang."

"Gue lagi di jalan, baru aja balik dari hotel. Kenapa, Kak?" Tanya Brian, tidak menanggapi kerecehan Mike yang kadang-kadang NT.

"Coba cek bagasi lo, ada Zera gak?" Tuh kan, malah ngadi-ngadi. Makin ke sini makin ke sana, pantas jomblo.

Brian yang mungkin saking lugunya malah benar-benar menoleh ke belakang, namun detik berikutnya ia sadar lalu beralih ke depan pada supirnya. Lelaki sekitar 30-an tahun, supir pribadi Brian yang biasa ia panggil dengan sebutan Mas Duta.

Brannu memang cukup adil dalam memberikan perhatiannya kepada kedua putranya, ia bahkan menugaskan supir pribadi untuk mereka. Duta untuk Brian, Bima untuk Saka. Meski keduanya jarang menggunakan supir yang ditugaskan, tentu dengan penolakan dengan cara masing-masing. Brian akan memberikan alasan bahwa ia tidak ingin terlalu merepotkan hingga harus selalu dilayani oleh supir pribadi, sementara Saka sudah pasti menolak mentah-mentah dengan alasan rasionalnya, kecuali jika sudah kepepet.

ZERASAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang