Aku yakin kamu tahu bagaimana caranya menghargai suatu karya.
Selamat Membaca♡
____
"Three-point! Pertahanin terus Sak!"
Cowok tinggi berambut cepak dengan headband NBA putih di dahinya, yang saat itu baru selesai melompat dari tengah lapangan pun melambai. Peluh membasahi rambutnya hingga mengalir sempurna ke seluruh tubuh, baju basket merah tanpa lengan yang ia kenakan pun sudah basah bermandi keringat.
"Yoi!" balasnya sembari menyeka wajah dari peluh. Dia adalah kapten basket sekolah, dengan nomor punggung 1 di bajunya. Sebuah nama tertulis di sana, RASAKAN.
Sebenarnya huruf N yang di ujung itu adalah singkatan nama panjangnya. Tapi karena ia tidak mau nama itu terpampang, jadi disatukan saja. Keren juga, jadi seperti kata 'rasakan'. Paham? Tidak.
"Jangan ada offensive lagi! Waspada!" seruan tersebut membuat kelima pebasket yang sedang bermain pun mengangguk menyetujui. Kang Bonar, begitulah panggilan anak-anak basket sekolah kepada Coach handalan mereka.
"Ashiap!" balas sosok tinggi dengan kulit sedikit gelap dan rambut yang kecoklatan. Namanya Renggo Wicaksono, biasanya dijuluki playboy kelas kakap dengan nomor punggung 5. Tidak sedikit cewek yang sudah Renggo tembak, tapi cuma satu yang nyantol. Kalau tidak salah anak kelas sepuluh.
"Renggo sering offensive Kang!" sahut salah satu yang saat itu berada di belakang Renggo. Dialah Jiwo Pangkusadewo, cowok berambut sedikit panjang dan berkulit lebih sedikit terang dari Renggo, dengan nomor punggung 3. Jiwo mengaku dirinya keturunan bule, padahal jelas-jelas orang tuanya orang Jawa.
"Defense!" balas Renggo sewot.
"What defense hah?? Ngaco lo tai kucing!" sahut Jiwo lagi.
Kang Baron hanya tertawa renyah sembari menggeleng kecil. Ia membetulkan tali peluit yang bergantung di lehernya lantas meniup peluit itu. Menandakan bahwa latihan selesai dan para pemain inti pun terlihat segera keluar dari lapangan.
Sedang tidak ramai karena mereka latihan di lapangan basket indoor, lagipula sekarang masih jam olahraga. Beberapa hari lagi tim basket SMA Cempaka akan bertanding dengan SMA Negeri 8, jadi mau tidak mau mereka harus latihan setiap mata pelajaran olahraga begini.
"Gak yakin gue bisa ngalahin anak Negeri 8" celetuk cowok berambut sedikit gimbal. Namanya Bimo dengan nomor punggung 7, jangan tanya nama lengkapnya karena namanya cuma satu kata. Ia berjongkok meraih botol minum dari dalam ransel putihnya.
"Tenang aja, mereka mah bukan tandingan" timpal Kevin sambil menyugar rambut pirangnya yang sedikit merah. Guru-guru tidak ada yang peduli dengan warna rambut Kevin. Pebasket dengan nomor punggung 9 ini biasanya dipanggil Koh Kevin karena dia orang Cina. Dia juga senang dipanggil Kokoh, katanya lebih dewasa dan berwibawa.
"Lagian jagoan kita udah keseringan MVP, iya gak Sak?" Ia menepuk pundak cowok di sampingnya yang sejak tadi sibuk minum.
"Kalo kalah juga siap-siap war sama kapten, iya gak Sak?" celetuk Renggo ikutan menepuk pundaknya hingga ia hampir tersedak.
"Ck, gue lagi minum bangsat!" tukasnya kesal menepis tepukan kedua manusia tadi.
Jiwo dan Kang Bonar turut melangkah mendekat sambil sedikit berbincang. Untungnya lapangan indoor ini memang dikhususkan untuk anak-anak basket, meskipun memang bisa dimasuki siapa saja namun sangat jarang ada orang yang bergabung jika anak basket sedang latihan. Hari ini sepertinya hanya mereka berlima yang hadir, beberapa anak basket lainnya sedang ada ulangan jadi tidak bisa ikut latihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERASAKA
Fiksi Remaja[SEQUEL ANTARES] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ketika emosi mengalahkan logika, terbukti banyak gengsinya. Hadirnya Brian dan Saka membuat Zera harus terjebak dalam pesona misterius mereka. Semuanya bertambah rumit saat Zera tahu yang sebenarnya. Tidak...