13. The Rooftop

2.4K 267 63
                                        

Aku minta maaf karna lama update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku minta maaf karna lama update. Belakangan ini, aku benar-benar sibuk sampai gak ada waktu untuk nulis.
Aku harap kamu mengerti.

Selamat membaca ♡

____

"Brian,"

"Iya Bu?"

"Tolong bilangin sama anggota basket yang kemarin tanding ya, nanti kumpul ke lapangan lebih awal sebelum upacara."

"Baik Bu. Saya permisi." Brian menghela nafas sebelum akhirnya melangkah keluar dari kantor. Tangannya memegang beberapa lembar kertas yang tadi diberi oleh Bu Nurul.

Sepagi ini ia sudah disibukkan dengan persiapan upacara. Itu mungkin hanya hal biasa baginya. Namun, untuk berurusan dengan anak-anak basket yang nakal dan semena-mena itu yang bisa membuatnya menyesali suruhan Bu Nurul.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.25 pagi. Langkah kaki cowok berseragam rapi itu tiba di depan koridor, kawasan kelas-kelas IPS. Ramai, tapi tidak sampai bersesakkan. Mungkin sebagian penghuni kelas yang berjejeran itu sedang mempersiapkan diri untuk bolos upacara.

Brian mencoba untuk tidak berlama-lama. Ia memasuki salah satu kelas yang ada di sana, mengedarkan pandangan ke penjuru kelas, mencari seseorang.

"Cari siapa, Bri?" Seseorang bersuara dari belakangnya. Brian tersadar, mendapati cewek berkuncir satu yang ia kenal dengan nama Cindy. "Ah ini, lo ada liat anak-anak basket gak?"

"Tumben? Biasanya baku hantam lo pada!" celetuk seseorang yang membuat Cindy langsung melotot memperingatkannya. Sementara Brian hanya bisa menggaruk kepala bingung.

"Saka? Biasanya mereka ngumpul di kantin sebelah sih. Coba liat aja kesana, pasti lagi tiduran." Cindy berkata dengan pasti. Maklum saja, ia sudah tiga tahun sekelas dengan mereka.

Setelah berbincang ringan dengan cewek berkuncir itu, Brian pun meninggalkan kelas itu sebelum bel berbunyi-tepatnya sebelum semua orang meledeknya yang tidak pernah akur dengan Saka.

Tidak butuh waktu lama untuk tiba di area kantin yang dimaksud oleh Cindy. Kantin yang hanya menyediakan kopi dan minuman dingin lainnya serta beberapa bangku untuk bersantai. Meski sederhana, kantin itu tetap terlihat nyaman untuk ukuran cowok-cowok yang hobi nongkrong. Wajar saja tidak ada sembako atau makanan ringan, kantin itu sepertinya hanya menyediakan ruang untuk berasap.

Tempatnya strategis, di gedung belakang dan berada di pojokan. Guru mungkin harus cukup rajin untuk merazia bagian itu setiap hari untuk melihat seberapa banyak siswa yang diam-diam merokok di sana.

Brian masih berdiri tegap, memberi beberapa jarak sehingga penghuni kantin tampak belum sadar. Ia menggeleng kecil menyaksikan beberapa teman Saka di sana yang dengan santai membuat gumpalan-gumpalan asap rokok setebal embun. Namun, ia mencoba acuh.

ZERASAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang