07. Ruang Basket

2.1K 266 28
                                        

Hi, whatsapp?
4410 words. Appreciate it.

Selamat membaca!

____

“Kenapa kalian kelahi? Siapa yang duluan mulai?” pertanyaan itu terlontar dari mulut Bu Dewi yang sekarang tengah duduk di depan meja. Pak Sudirman menyelesaikan tugasnya dengan mengantarkan Brian dan Saka sampai tiba di ruang BK.

Bu Dewi kembali menatap keduanya secara bergantian. “Kenapa diam? Jawab pertanyaan saya” tuntutnya lagi dengan suara yang sedikit menekan.

Saka mendengus malas lantas membuang muka, tidak berniat bersuara sedikit pun. Sedangkan Brian masih sedikit menundukkan kepala dengan kedua tangan terlipat sopan di depan perut.

“Brian? Nggak biasanya kamu terlibat berbuat onar seperti ini. Ada apa?” wanita paruh baya itu beralih fokus kepada Brian.

Cowok yang wajahnya sedikit lebam itu mendongak segan. “Maaf bu”

“Saya nggak butuh kata maaf, saya butuh penjelasan” ralat Bu Dewi semakin dingin.

Ia beralih kepada Saka. “Dan kamu, nggak bosan kamu bolak-balik terus ke ruangan ini? Kenapa selalu kamu yang bermasalah?”

Saka tidak menjawab, pandangannya masih keluar jendela. Menatap taman di samping sekolah yang nampak rindang dengan sinar matahari yang cerah meneranginya.

Bu Dewi pun magut-magut sabar. “Baiklah kalau kalian nggak mau jelaskan semuanya, saya akan panggil orang tua kalian biar mereka yang bicara”

Mendengar hal itu, Saka langsung tertegun dan terlihat sedang memikirkan sesuatu. Lantas dengan helaan nafas, Saka merasa terpaksa harus mencari cara agar hal itu tidak terjadi.

“Dia yang duluan mukul saya. Tanpa alasan” tutur Saka menambahkan yang akhirnya membuat Bu Dewi menghentikan tangannya yang berniat meraih gagang telpon.

Bu Dewi menyipitkan mata. “Tanpa alasan? Serius kamu? Benarkah itu Brian?” tanyanya kepada orang yang dituju.

Brian menoleh kepada Saka yang sudah membuang muka. Cowok itu pun menghembuskan nafas berat lalu mengangguk sekenanya membenarkan. Setidaknya Bu Dewi tidak akan bertanya lagi.

“Saya peringati sekali lagi, ini terakhir kalinya kalian berkelahi di sekolah. Kalau kalian buat masalah lagi, saya benar-benar akan panggil orang tua kalian dan men-skors kalian selama satu minggu. Mengerti?”

Brian mengangguk paham. “Ngerti bu”

Sedangkan Saka tidak menanggapi, ia terus membuang muka. Rasanya benar-benar muak harus berdiri berdekatan dengan sosok di sampingnya.

“Kalian berdua saya hukum” ujar Bu Dewi lagi membuat keduanya sama-sama menoleh.

“Sapu bersih taman sekolah sampai bel selanjutnya bunyi. Nggak ada pukul-memukul, saya awasi dari kantor” tambah Bu Dewi semakin horror.

“Baik bu” sahut Brian patuh lantas melangkah meninggalkan tempat itu sementara Saka masih berdiri di tempat.

Bu Dewi pun mendongak dan mengerutkan dahi bingung. “Kenapa masih di sini?”

“Saya mau dihukum tapi gak satu tempat sama bajingan itu” ujar Saka malas.

“Nggak bisa, kalian saya hukum sama-sama biar bisa akur. Sekarang cepat kerjakan!” suruh Bu Dewi lagi.

“Hhh…gak akan terjadi” gumamnya malas. Cowok tinggi yang wajahnya juga lebam itu berdecak malas lantas terpaksa melangkah keluar dari ruangan dingin nan horror itu.

ZERASAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang