Teruntuk kamu, seseorang yang kusebut manis.
Harusnya kumulai surat ini dengan sebuah basa-basi. Seperti saat kali pertama aku mencoba untuk mengirimkanmu pesan singkat. Saking gugupnya, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Apa saat itu aku mulai menyadari bahwa kita memiliki perasaan yang sama? Entahlah. Sesungguhnya, aku sudah lama tidak memikirkannya. Sampai akhirnya... Kamu datang membawa berita.
Harusnya aku senang bila kamu bahagia. Tapi kata orang, kita tidak akan pernah sadar betapa kita mencintai seseorang hingga kita melihatnya mencintai orang lain. Dan itu benar. Rasanya menyesakkan. Namun, apalah aku yang bahkan tak mampu untuk memperjuangkan kita. Kita sangat jauh berbeda. Maka sekuat apapun kita berusaha, pada akhirnya kita akan berpisah juga.
Aku benci mengatakannya, tapi aku akan lebih bahagia ketika melihatmu bahagia. Jangan bersedih dan cintai dia apa adanya. Maafkan aku yang tidak bisa membuat aku dan kamu menjadi kita. Terimakasih atas semua waktu yang kamu sisihkan. Terimakasih telah menjadi salah satu yang teristimewa.
Mungkin kamu bertanya-tanya. Ada apa gerangan kukirimkan kamu sebuah surat untuk pada akhirnya mengatakan hal-hal yang tidak kamu harapkan? Ah, sekali lagi maafkan aku. Itu memang salahku. Aku seharusnya tidak pernah mengirim surat ini. Tapi rasa-rasanya tidak akan adil bila kamu tidak mengetahui perasaanku yang sesungguhnya.
Satu lagi sebelum aku benar-benar mengakhirinya. Tetaplah menjadi yang termanis meski dia bukan aku. Meski tunanganmu itu bukan aku. Semoga kamu bahagia.
Dari aku, seseorang yang memanggilmu manis
30 Januari 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejakmu
Historia Corta30 Hari Menulis Surat Cinta • 30 Januari - 28 Februari 2015 Jangan pernah kembali untuk mendorongku jatuh ke lubang yang sama. Aku tidak lagi selemah itu. ~@AuliyaSahril