Hai kamu, perempuan pembawa cahaya.
Terakhir bertemu, kamu sangat pucat. Wajahmu tirus, tubuhmu yang mengurus hingga memperlihatkan sebagian tulang-tulangmu. Perutmu yang bengkak terlihat sangat kontras dengan tubuh kurusmu. Saat itu, aku tidak mampu mengatakan apapun. Butiran hangat terus saja membasahi pipiku hingga terisak.
Maafkan aku. Maaf karena tidak menemanimu sepanjang malammu saat itu. Mendengarkan gumamanmu. Mendengarkan desah napasmu. Aku sungguh tidak sanggup melihat penderitaanmu. Maka kuputuskan untuk pergi. Tak ingin membuatmu semakin menderita lebih jauh lagi.
Apa kabar? Aku rindu kamu. Sangat. Saking rindunya, aku tak mampu menahan isak tangisku.
Sudah sejak lama kuimpikan kamu tuk hadir dalam mimpiku. Kadang kupikirkan kamu sebelum tidur, berharap kamu akan hadir tuk memberikan sebuah pelukan hangat seperti yang dulu sering kamu lakukan. Aku rindu hangat tubuhmu, yang senantiasa menenangkanku kala hatiku sedang gelisah. Aku rindu melihat wajahmu yang penuh dengan cahaya.Malam ini, sebuah surat kulayangkan untukmu. Meski tak mungkin lagi untuk kamu baca. Meski tak mungkin lagi tuk melihat sosokmu. Kuharap sesosok malaikat kan membacanya, menyampaikan betapa inginku bertemu denganmu. Meski itu hanya dalam mimpi.
Hai perempuan pembawa cahaya, aku sayang kamu. Sangat. Semoga kamu mendapatkan tempat yang terbaik di alam sana. Semoga kita dipertemukan lagi. Nanti. Di alam yang berbeda.
Dari seseorang yang memanggilmu Bunda
Di tanah kelahiranku, 2 Februari 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejakmu
Cerita Pendek30 Hari Menulis Surat Cinta • 30 Januari - 28 Februari 2015 Jangan pernah kembali untuk mendorongku jatuh ke lubang yang sama. Aku tidak lagi selemah itu. ~@AuliyaSahril