Hai kamu yang tak kunjung terhapus jejaknya.
Kemarin ingin kutulis sebuah surat untukmu. Tapi lupa dan aku kehabisan kata-kata. Pun sekarang sebenarnya aku tak tahu ingin berkata apa. Hanya tiba-tiba ingin menulis dan ingat kamu.
Aku anaknya secuek itu ya? Kamu tiba-tiba membahasnya kemarin. Dan aku membalasnya dengan "ah masa?" Lantas tertawa setelahnya.
Sebenarnya bukan soal cuek atau tidak. I'm just trying not to care of what people think of me. Jadi kapan-kapan kalau kamu lihat aku pakai pakaian yang warnanya tabrak sana dan sini. Itu aku lagi belajar menjadi lebih percaya diri dan tidak peduli dengan perkataan orang-orang. Bukan karena selera fashionku yang memburuk atau berubah.
Aku masih sangat buruk dalam hal fashion. Pakaian yang menurutku bagus seringkali dianggap jelek oleh adik-adikku. Kesal setengah mati pastinya kerena mereka tidak pernah memuji apapun yang kupakai. Paling banter komennya "biasa aja". Gemes. Pengen nge-jitak satu-satu. Tapi sudah lewat banget masanya. Mereka bukan lagi anak-anak kecil rewel bandel yang tidak bisa disuruh ini itu.
Bertanya ke kamu pun percuma. Masih bagus kalau kamu tidak ngerti. Tapi sejauh yang aku tahu, kamu bahkan tidak peduli sama sekali. Kamu masih saja seperti itu. Membingungkan.
Iya. Kamu boleh saja seperti itu sesukamu, sampai kapanpun. Namun aku pasti menghapus jejakmu. Nanti. Dengan atau tanpa sepengetahuanmu.
Dari aku.
10 Maret 2015

KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejakmu
Short Story30 Hari Menulis Surat Cinta • 30 Januari - 28 Februari 2015 Jangan pernah kembali untuk mendorongku jatuh ke lubang yang sama. Aku tidak lagi selemah itu. ~@AuliyaSahril