9 - Tamparan Keras

2.5K 321 12
                                    

"Sudah selesai?" Rys menatap Marcus dan beberapa anak tahun atas yang terlihat sibuk mengacak-acak ruang rekreasi. Tongkat mereka teracung pada gambar pentagram hitam penuh sihir hitam yang sebelumnya tersembunyi di balik lukisan ular di atas perapian. 

"Kami tidak menyangka ada sihir hitam sepekat ini di Slytherin." Marcus mengerutkan kening. "Ini sekolah, Demi Merlin! Apa yang kambing tua itu lakukan?!"

Rys mendekat ke arah pentagram itu, membuat semua tahun atas di sana, terutama siswa tahun ketujuh berseru panik. "My Lady!"

Rys tersenyum. "Tak apa-apa."

Begitu tangan kanan Rys menyentuh pentagram itu, ledakan sihir terasa. Beberapa anak tahun ketujuh terbang dan menabrak dinding ruang rekreasi. Bahkan, anak tahun ketiga ke bawah yang sejak tadi menonton banyak yang pingsan.

Marcus berdiri dan meringis. Ledakan sihir itu seakan merontokkan tulang-tulangnya. Mata Marcus melebar ketika melihat Rys dan Draco yang bahkan tak bergeser dari tempatnya berdiri.

"Milady?"

Draco mencengkeram bahu Rys. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. Pemuda berambut pirang platina itu melirik Rys yang malah mengerutkan kening. Ekspresi keras gadis berambut merah itu menyimbolkan bahaya.

"Sialan kau, Voldemort," desis Rys geram.

Semua anak Slytherin memucat, tak terkecuali Draco.

Rys mengangkat tongkat sihirnya, merapalkan mantra yang membuat semua yang ada di sana membeku. "Avada kedavra!" ujarnya keras, tak ada keraguan sama sekali.

Sinar hijau melesat dan menghantam pentagram penuh sihir hitam itu. Asap hitam menguar dan seakan ada yang terlepas, beberapa ornamen ular yang ada di ruang rekreasi bergerak. Dinding ruang rekreasi yang berwarna cokelat berubah abu-abu. Jendela yang menampakkan pemandangan Danau Hitam berubah perak.

Semua yang ada di sana menganga. Takjub sekaligus heran dengan pemandangan ruang rekreasi yang berubah. Rys menjentikkan tongkat, jubah seragamnya menghilang dan berganti gaun hijau dengan liris perak yang anggun.

Draco menghela napas dan duduk di sofa tunggal. Tangannya menarik tubuh Rys hingga duduk di pangkuannya. Rys sendiri tak ambil pusing dan menyamankan diri di pangkuan Draco.

Ingatkan kalau mereka masih berumur sebelas!

Marcus dan beberapa anak tahun atas duduk di sofa lain dan menatap kedua bocah tahun pertama itu penasaran. Rys menatap mereka sambil tersenyum. Tangan kanannya melambai, sihirnya berpendar di udara dan berubah menjadi selendang besar berwarna hijau dan perak yang menggantung di atap ruang rekreasi. Beberapa energi sihirnya berubah menjadi sofa panjang lain.

"Aku ingin bertanya sesuatu pada kalian, bisa?"

"Tentu, My Lady!"

Semua anak ular tahun atas duduk di sofa yang sudah tersedia. Sementara anak tahun ketiga ke bawah diperintahkan untuk kembali ke kamar asrama. Suasana ruang rekreasi yang berbeda tak mengurangi suasana tegang yang diciptakan oleh Lady Slytherin.

Rys bangkit dari duduknya. Ia duduk di lengan sofa yang diduduki Draco. Mata sang pewaris Malfoy sendiri begitu tajam.

"Banyak orang tua dari kalian yang menjadi Pelahap Maut-nya Voldemort." Draco meringis mendengar Rys yang dengan santainya mengucapkan nama yang bahkan seluruh penyihir di Britania tidak berani menyebutnya. "Akankah kalian akan mengikuti langkah mereka? Jika iya, apa alasan kalian?"

Semua Slytherin menarik napas berat. Tidak ada yang berani membuka mulut. Keraguan menghiasi sorot mata mereka. Rys tersenyum. Inilah Slytherin. Hanya kepada sesama Slytherin-lah mereka menampakkan wajah asli mereka.

The Heir and Heiress of HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang