The Heir and Heiress of Hogwarts © Dragonreins
***
"Jadi, kau Samarys Potter? Aku tidak pernah mendengar Harry Potter memiliki saudara kembar."Rys memandang gadis berambut hitam di depannya. Ia tersenyum senang. "Ah, senang bertemu denganmu, Pansy Parkinson."
Mata Pansy melebar. "Wow, kau tahu aku."
"Siapa yang tidak tahu dirimu?" Rys mengulurkan tangannya dan keduanya berjabat tangan. "Samarys Potter."
"Pansy Parkinson." Mata Pansy berbinar. Ia seperti menemukan teman yang tepat.
"Kau benar-benar luar biasa, My Lady. Tak kusangka gelar melegenda Lady Slytherin jatuh padamu. Suatu kebanggaan bisa berkenalan denganmu." Pansy menundukkan kepalanya takzim.
Rys tertawa. "Jangan pernah membungkuk padaku, Pansy."
Pansy mengangguk. Matanya berbinar gembira. Rys bisa merasakan aura sihir milik Pansy bergejolak, senang memiliki teman baru. Sudut bibir Rys tertarik ke atas. Sepertinya ia menemukan teman yang menarik di sini.
***
Harry menatap dirinya di depan cermin setinggi badannya. Ia menyisir rambut sarang burungnya dengan jemari tangan kanan. Ia tersenyum tipis sebelum memakai jubah untuk pergi sarapan di Aula Besar.
Harry berjalan ke arah teman sekamarnya. Ia menghela napas melihat Ronald Weasley yang masih tertidur dan mendengkur. Satu lambaian tangan, seketika Ron terguyur air hingga basah kuyup, membuatnya tersentak dan langsung terbangun.
"Bloody Hell! Merlin, apa yang kau lakukan, Harry?!" pekik bocah Weasley itu kesal. Mata birunya mendelik pada Harry yang malah menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan tingkah temannya itu.
"Bangun, Ron. Kau tidak mungkin terus tidur kan? Kita harus segera ke Aula Besar."
"Jam berapa ini?"
"Jam 06.30"
Mata Ron melebar. Ia meloncat dari tempat tidur dan melesat ke kamar mandi diselingi teriakan. "Kenapa kau tidak membangunkanku?!"
"Hah! Dasar!"
Harry berjalan meninggalkan kamar dan menuju ruang rekreasi. Suasana di sana sudah sepi, mungkin sebagian besar anak sudah pergi ke Aula Besar. Melewati pintu masuk berukir elang, Harry melangkah menuju Aula Besar. Langkahnya begitu ringan dan anggun khas Darah Murni. Mungkin hanya wajah tersenyumnya yang membuatnya berbeda dengan topeng tanpa emosi yang sebagian besar dipakai oleh anak-anak Slytherin.
Memasuki Aula Besar, Harry berusaha untuk menormalkan ekspresinya begitu seluruh atensi terarah padanya. Ia hanya berjalan tenang dan duduk di ujung meja, tempat tahun pertama berada.
"Hey, Harry. Bagaimana malammu?"
Harry belum sempat menoleh ketika Rys duduk di sampingnya. Gadis itu memakai seragam khas Slytherin.
Harry tersenyum. "Baik. Kau?" Ia menyuapi Rys dengan daging kalkun panggang yang telah ia potong.
"Baik." Rys berkata di sela kunyahannya. Ekspresinya berubah jengkel ketika mengingat peristiwa di ruang rekreasi kemarin. "Mereka menyebalkan. Apanya yang Darah Murni jika tidak bisa menjaga sikap? Salazar pasti menyesal setengah mati. Yah, walau kenyataannya dia memang sudah kecewa."
Entah cuek atau bagaimana, Rys tidak tahu bahwa kata-katanya menohok para Slytherin yang berada di meja seberang. Ekspresi para Ular terlihat terpukul ketika Lady mereka sendiri menyindir mereka telak. Ekspresi Profesor Snape yang ada di Meja Tinggi terlihat terdistorsi.
Harry tertawa lembut. Ia mengusap dahi Rys sebelum menyentilnya. "Jangan begitu. Kau Lady mereka, setidaknya jagalah kehormatan asramamu, Rys."
Rys memutar bola matanya bosan. "Iya iya." Ia melahap kembali daging kalkun panggang bersama kentang tumbuk yang sudah disiapkan Harry.
"Kau sudah menyiapkan siapa saja untuk nanti malam?"
Harry menghentikan suapannya mendengar itu. Ekspresi wajahnya berubah tegas. "Sudah."
"Berapa?"
"Dua."
Rys mengerutkan kening. "Dua? Aku dapat empat."
Harry tertawa kembali. "Mungkin karena Slytherin sedikit susah untuk diatur makanya kau dapat empat."
"Benar juga."
Kedua kembar Potter itu makan dengan tenang. Tak lama ada dua orang yang duduk di hadapan mereka. Harry mendongak, ia menatap Ron yang terlihat frustrasi. "Kenapa?"
"Aku benci rambutku," gerutu bocah itu sembari memasukkan daging kalkun banyak-banyak ke dalam mulut.
Hermione yang ada di sebelahnya mencebik jijik. "Makanlah perlahan, Ron! Itu menjijikkan!"
Harry tersenyum tipis melihat kedua temannya.
"Kenapa kau tidak suka rambutmu, Ron? Bukankah kau seorang Weasley yang terkenal oleh rambut merahnya?" Rys menatapnya heran.
Ekspresi Ron berubah dingin. "Omong kosong! Sejak Ayah menikah dengan jalang itu, aku tidak lagi mau disebut Weasley. Ck!"
Harry menaikkan sebelah alisnya. "Molly Weasley? Kukira dia ibumu."
"Bukan, ibuku Aletra Greengrass. Ibu tiada setelah melahirkanku." Ekspresi Ron mendung. "Satu bulan setelah itu Ayah malah menikah lagi. Sikapnya yang selalu adil berubah ketika Ginny lahir. Gadis itu mendapatkan segalanya, sementara kami, anak laki-lakinya malah tidak mendapatkan apapun," lirih Ron.
Hermione mengelus punggungnya lembut. Sementara Rys dan Harry berpandangan. Rys mencebik jijik sebelum berdiri dan berjalan ke arah meja Slytherin. Ia menepuk bahu Theodore Nott dan Blaise Zabini, membuat kedua bocah itu terlonjak. Draco dan Pansy yang duduk di hadapan keduanya juga menoleh.
"Kalian berempat, aku menunggu kalian di kamarku jam delapan malam," ujarnya tanpa ekspresi. Rys tanpa sadar membiarkan sihirnya menguar, mengintimidasi para ular.
Rys menoleh pada Marcus Flint. Ia menepuk bahu bidang sang Kapten Quidditch dan mengelusnya. "Marcus, aku minta kau dan anak kelas atas untuk memeriksa keseluruhan ruang rekreasi. Aku merasakan sihir hitam pekat berada di sana." Rys berbisik di telinga Marcus. Ular putih yang sebelumnya menyamar sebagai gelang meluncur dan masuk pada jubah sang Prefek. "Aspro akan membantumu. Dia tidak akan menggigitmu jika kau tidak mencelakainya."
Marcus Flint mengangguk dengan wajah serius. "Ya, My Lady."
Rys tersenyum. "Bagus!" Ia mengecup pipi Marcus, membuat semua anak Slytherin yang menatap mereka membeku, tak jauh berbeda dengan korban sendiri.
Rys menatap para Slytherin dengan lembut. "Kalian adalah Slytherin, bersikaplah seperti bagaimana seorang Slytherin bersikap." Sebuah senyuman lembut terbit di bibir Rys, membuat para Slytherin terpana. "Aku bangga pada kalian."
Seluruh Aula Besar senyap. Mereka tak percaya, seorang anak tahun pertama yang menyandang gelar Lady Slytherin bisa mengambil alih kepemimpinan para ular hanya dalam waktu satu malam!
Neville Longbotom tersenyum di meja Gryffindor, di kanan dan kirinya duduk si kembar Weasley. Sementara, Susan Bones tersenyum lembut sebelum menyenggol Hanah Abott. Kedua gadis itu saling melempar senyum.
Hermione dan Ron menatap itu dengan terpana.
"Hermione, kutunggu kau di kamarku dan Ron jam delapan malam." Harry mengarahkan pandangannya ke Ron. "Dan kau juga, Ron. Jangan ke mana-mana. Karena ada suatu hal penting yang aku ingin kalian terlibat."
Hermione mengerutkan kening. "Apa, Harry?"
Sebuah senyuman misterius muncul di bibir Harry. Mata hijaunya berkilat berbahaya.
"Hogwarts Army."
***
26 November 2020
Reins
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heir and Heiress of Hogwarts
Fanfiction[Harry Potter Series 1] Ravenclaw!Harry, Bashing!Light, Grey!Harry. Harry Potter menghilang dari dunia sihir. Pada tahun 1991, sang Pahlawan kembali dengan seorang gadis cantik yang tak lain adalah adik kembarnya sendiri, Samarys Potter. Lebih meng...