26. Dua Ahli Strategi

875 104 13
                                    

"Kau yakin ingin melakukan itu?"

Pertanyaan itu hanya dibalas dengan tundukkan kepala. Mata kelabu tajam tak beralih pada sosok anak berusia dua belas tahun yang kini berlutut di depannya. Kepala bersurai pirang platinanya tertunduk dalam, tapi dari sihir yang menguar di udara, pria itu tahu. Keputusan remaja di depannya sama sekali tak bisa dirubah.

"Ya, Granpa Salazar." Mata kelabu yang sama tajamnya di wajah tampan Draco Malfoy yang kini berekspresi dingin terlihat. Kekuatan tekad di matanya sama sekali tidak bisa diruntuhkan. "Biarkan aku yang menanggung beban ini. Satu garis telah menyelesaikan tugas mereka, biarlah garisku yang menyelesaikan tugas selanjutnya."

Salazar terdiam. Ekspresi wajahnya yang datar tak berubah sedikit pun.

"Kenapa kau menganggap saat ini garismu yang perlu turun tangan, Draco. Kenapa tidak garis Harry ataupun garis Neville?"

"Karena ... tugas garis mereka lebih berat ke depannya, Granpa. Biarlah tantangan ini aku ambil alih."

Ketika mengatakan itu, nada Draco penuh dengan keyakinan. Tak satu pun ketakutan terlihat di mata kelabunya. Sang Heir Malfoy sama sekali tak mundur di bawah tatapan mengintimidasi Leluhur Slytherin. Sampai, sebuah senyuman tipis terbit di bibir Salazar.

"Kau memang pewarisku yang terpilih, Draco." Suara Salazar melembut, tapi tidak mengurangi kewibawaan di dalamnya. "Pergilah, tempuh jalan yang benar-benar kau pilih."

Draco menundukkan kepala sekilas sebelum berdiri dari posisinya. Tanpa kata, si Slytherin muda berbalik, membuat jubah hitamnya berkibar sekilas. Ketika langkah kedua ia ambil, tubuhnya menghilang dalam pusaran disappared.

"Bukankah cucu-cucumu terlalu bersemangat, Salazar?"

Sosok kekar Godric berjalan dari sisi lain ruang kerja Salazar. Jubah dominan merah dengan liris putih menambah kesan agung. Manik-manik emas tergantung lembut di sisi pinggangnya. Mata cokelat sang Pendiri Gryffindor menatap sahabatnya dengan pandangan geli.

Mendengkus, Salazar meraih buku di atas meja. Mata kelabunya memperhatikan Godric yang kini duduk di sofa lain.

"Katakan itu pada cucumu sendiri, Godric," balasnya santai. Tangannya dengan perlahan membuka sampul buku, menunjukkan halaman pertama. Mata kelabu bergulir, membaca setiap untaian kalimat yang tertulis rapi. "Siapa yang saat ini mengincar kementerian dengan segala jenis kekacauan di balik jubah mereka, hm?"

Ucapan Salazar mendapat balasan berupa tawa lantang dari sang Gryffindor. Mata cokelat itu berkilat dengan kegembiraan yang tak dibuar-buat. Begitu tawanya berhenti, Godric menatap Salazar dengan cengiran puas.

"Sungguh, Sal. Kadang, kau bisa sangat menyebalkan!"

"Terserahmu," balas Salazar ringan.

Di tengah perbincangan kedua Pendiri, seekor phoenix hitam dengan mata merah memiringkan kepalanya dari atas tenggeran. Ryu, phoenix hitam itu mengibas-ngibaskan bulu-bulu hitamnya yang berkilau sejenak sebelum terbang melalui jendela. Ketika posisi terbangnya sampai di bawah bayang-bayang pepohonan Hutan Terlarang, sang phoenix menghilang.

***

Ring of Konowledge.

Ruangan dengan kubah biru tinggi dengan lukisan-lukisan hidup pemandangan galaksi. Di tengah kubah, tepat melayang di tengah-tengah dengan sihir, terdapat dua cincin besar yang berputar perlahan, mengelilingi sebuah bola kaca transparan yang di dalamnya berputar api putih sihir. Di kedua cincin itu, terukir satu kalimat yang sama dalam puluhan bahasa, 'Pengetahuan adalah kekuatan bagi yang pantas menggunakannya'.

Di dinding bundar itu, terdapat lima jendela besar dengan gorden putih yang menghiasi setiap sisi bingkai. Rak-rak buku berdiri di sela-sela jendela. Di tengah ruangan, satu set sofa biru tua dengan bantal putih tersusun rapi dengan permadani biru lembut dengan lambang Ravenclaw.

The Heir and Heiress of HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang