25. Buku Diari

751 105 7
                                    

"Apakah air di sini memang selalu menggenang?" Libra menatap lantai toilet perempuan di lantai dua dengan heran. Sepatunya basah oleh air yang memenuhi seluruh lantai hingga meluber ke lorong, tempat di mana Mrs. Norris yang membeku ditemukan oleh Virgo dan Blaise yang sial.

Mata kelabu Libra menatap sekeliling. Toilet perempuan ini sudah lama ditinggalkan sejak bertahun-tahun yang lalu. Suasana suram dan gelap menambah kesan kelam. Suara ratapan membuat Libra tersentak dan tongkatnya otomatis meluncur ke tangannya. Matahya menyipit berbahaya ke segala arah.

"Keluar sebelum aku mengutukmu!" serunya tajam.

Bersamaan dengan itu, siluet kabut putih meluncur keluar dari salah satu bilik. Libra mengarahkan tongkatnya sebelum menahan serangan begitu menyadari apa itu. Sesosok hantu anak perempuan dengan kacamata bulat menangis di hadapannya. Seragam sekolah yang ia kenakan memiliki model yang sedikit berbeda dengan yang Libra pakai sekarang.

"Kau jahat sekali! Aku sudah mati! Apa perlu kau mengutukku?!" rengek hantu itu.

Libra melongo. Mata kelabunya menyusuri penampilan hantu itu dari bawah ke atas. Sebuah kesadaran menimpa benaknya. "Kau Myrtle Merana?!" tanyanya.

Myrtle memiringkan kepalanya. Tangisannya berhenti. "Ya, itu aku." Ia melayang mendekat ke arah Libra dan memperhatikannya dengan intens. "Kau sepertinya tidak takut menatapku. Bagaimana bisa?"

Libra berjengkit ketika tubuh transparan Myrtle melewatinya. Ia bergidik merasakan sensasi dingin dari hantu perempuan itu. Berbalik, ia menatap Myrtle yang sekarang duduk di atas pintu bilik toilet, menatapnya tertarik.

"Semua orang takut padamu?"

Myrtle mengangguk. "Mn, mereka tidak menyukaiku." Tak lama, ekspresi wajahnya berubah jijik. "Tidak apa-apa jika mereka takut padaku, tapi jangan melempariku dengan buku juga. Itu tidak sopan!"

Alis Libra terangkat. "Melemparimu buku? Bagaimana bisa?" Tongkat sihirnya kembali ke sarung tongkat di lengan jubahnya. "Apa yang kau lakukan? Menakutinya?" tanyanya tertarik.

Myrtle berseru marah. "Aku tidak menakutinya!" Ia melayang turun ke depan Libra dan menatap wajahnya dari dekat. "Gadis itu duduk di salah satu toilet sambil menulis di buku. Aku hanya menyapanya, tapi dia malah melempariku dengan buku. Bahkan, bukunya masih ada di sana."

Myrtle menolehkan kepala. Dagunya menunjuk pada sebuah buku hitam yang tergeletak di depan salah satu bilik toilet. Mengerutkan kening, putra kedua Keluarga Black itu mendekat dan memungutnya. Kondisi buku itu basah karena air. Libra mengibas-ngibaskannya sejenak sebelum membaliknya.

Mata kelabu Libra melebar, sebelum sebuah seringai terbit di wajah tampannya. Mengelus permukaan buku itu, ukiran nama 'Tom Marvolo Riddle' di sampul terasa timbul. Libra menggenggam buku diari itu erat.

"Terima kasih atas bantuanmu, Myrtle."

Libra bergegas keluar dari toilet perempuan, meninggalkan Myrtle yang memiringkan kepalanya .

"Sama-sama?"

***

"Kadang aku bertanya-tanya, bagaimana manusia bisa begitu picik."

Tawa pelan membalas. Mata cokelat hangat beradu dengan mata biru dingin sang cendekiawan. Menuang teh pada cangkir mereka berdua, Helga masih menatap Rowena dengan senyum lembut yang penuh pengertian.

"Itu bukanlah sebuah kejutan, Ro. Bahkan, kita mungkin masih akan terkejut melihat betapa tidak beradabnya manusia." Helga menjawab. "Kita sudah melihat bagaimana kekejian dan kekejaman selama sepuluh abad ini. Walaupun kita saat itu hanya sebagai pengamat, bukan sang pelaku. Sama sekali tidak bisa berkomentar dan hanya bisa melihat."

The Heir and Heiress of HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang