"Kau sudah datang, Hermione? Jika kalian sudah siap, kita bisa pergi sekarang."
Harry menatap kedua sahabatnya itu intens. Mata hijau serupa kutukan pembunuh miliknya berkilat emas, membuat Ron dan Hermione menahan napas serentak.
Ron meneguk ludah kasar. "Ya, kami sudah siap, Mate."
Harry tersenyum. Ia menatap dinding kamarnya yang berisi lukisan kosong. Seketika lukisan itu berisi potret burung elang yang mengepakkan sayapnya cepat.
"Aku, Harry James Potter, Pewaris Hogwarts, memintamu untuk menunjukkan diri, Ravenclaw. Tunjukkan pada kami jalan menuju jantung Hogwarts."
Ron dan Hermione bergidik ketika Harry berkata pada lukisan itu dengan bahasa kuno, terdengar seperti bahasa Irlandia. Elang hitam di lukisan itu melesat keluar dari bingkai dan berubah menjadi sinar emas yang terbang cepat dan kembali masuk ke lukisan, disusul oleh dinding yang terbelah.
Harry melirik kedua sahabatnya dari ekor mata. "Ikuti aku." Tanpa ragu sedikit pun, calon Lord Potter itu berjalan menuju jalan gelap berupa lorong itu entah ke mana.
Ron menatap Hermione ragu. "Mione, kita ikuti Harry? Haruskah?" ujarnya pelan.
Hermione menatap Ron tajam. "Turuti saja, Ron!" Gadis itu mengikuti Harry, meninggalkan Ron yang masih ragu di belakang.
Ron hanya mampu mengacak-acak rambutnya gusar. Tak punya pilihan lain, ia pun mengikuti kedua sahabatnya memasuki lorong itu. Sepeninggal Ron, dinding itu menutup kembali, seakan tidak terjadi apa-apa di sana sebelumnya.
***
"Kita sudah sampai," ujar Rys begitu mereka sampai di ujung lorong gelap tadi. Pansy, Theo, dan Blaise menganga melihat arsitektur ruangan di mana mereka saat ini.
Ruangan besar dengan jendela-jendela tinggi berasitektur khas abad pertengahan menyapa mata. Dinding-dinding dihiasi beberapa lukisan dengan warna yang berkerlap-kerlip oleh sihir. Di sana terdapat perapian yang menyala dan satu set sofa empuk berwarna kehijauan. Di salah satu sisi ruangan, terdapat jendela dengan empat kain berbeda warna yang menggantung indah. Di atas kain itu terukir lambang Hogwarts yang bersinar.
Gryffindor, Slytherin, Ravenclaw, dan Hufflepuff.
Inilah jantung Hogwarts, tempat di mana Para Pendiri bertemu untuk merancang, membangun, dan memerintah Hogwarts sejak berdiri hingga 'kematian' mereka. Jelaslah bagi anak-anak penyihir itu untuk takjub. Bagaimana tidak, tempat paling sakral di Hogwarts sedang mereka kunjungi.
Draco menatap Rys yang terlihat biasa saja. Mata abu-abu Draco beralih pada dinding lain yang juga membelah. Dari sana, keluarlah Harry, Ron, dan Hermione. Dari dua lorong yang tersisa, keluarlah Susan bersama Hannah, juga Neville bersama dengan si Kembar Weasley.
"Semuanya sudah di sini, kan?" Harry membuka suara. Mata hijaunya memindai wajah setiap orang yang memang harus ada di sini. Seringai puas mekar di wajah calon Lord Potter.
"Ya, semua sudah siap, Harry." Rys menyahut. Aura di sekitar sang Lady Slytherin terlihat lebih berat. "Neville, Susan, kalian berdua sudah diberitahu mereka kenapa kita berada di sini, kan?"
Neville dan Susan mengangguk pelan. Wajah gugup Neville tidak lagi ada, hanya sorot mata tajam penuh keyakinan yang membuat Heir of Longbottom itu terlihat begitu berbeda. Susan sendiri hanya tersenyum, tipikal yang cocok untuk Lady Hufflepuff yang terkenal lembut tapi tegas.
"Sebenarnya, apa yang kita lakukan di sini?" tanya Fred dengan bingung.
"Aku akan menjelaskan secara singkat kenapa kita ada di sini," ujar Susan. "Kalian sebentar lagi akan disumpah untuk menjadi Hogwarts' Army. Sebuah organisasi khusus yang selalu berdiri di bawah pimpinan para Lord dan Lady asrama. Hanya penyihir terpilih dan diakui oleh Hogwarts yang akan berdiri di sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Heir and Heiress of Hogwarts
Fanfic[Harry Potter Series 1] Ravenclaw!Harry, Bashing!Light, Grey!Harry. Harry Potter menghilang dari dunia sihir. Pada tahun 1991, sang Pahlawan kembali dengan seorang gadis cantik yang tak lain adalah adik kembarnya sendiri, Samarys Potter. Lebih meng...