Mereka bertiga sudah semakin jauh dari RSUD. Menuju utara di mana TKP perampokan yang dialami Rey terjadi. Itu hal yang pertama kali terpikirkan mengingat ke mana lagi Viktor bisa berpaling. Sudah cukup jelas ia tak akan membuang waktu lagi, meskipun lawannya mudah.
Itu bukanlah balas dendam. Melainkan suatu kewajiban yang harus anak itu penuhi usai menyebabkan serangkaian masalah. Meskipun demikian, tiga anak di sana tetap tak habis pikir. Bagaimana mungkin Viktor bisa berubah pikiran hingga sejauh itu padahal sebelumnya ia terus berpegang pada komitmen?
Aneh tetapi nyata. Semuanya juga bakal menggelengkan kepala jikalau nantinya benar-benar bersaksi. Namun, selama status anak itu belum diketahui mereka juga tak bisa mengambil langkah selanjutnya.
Panggilan dan pesan singkat yang Fionn dan Ilya kirim tak kunjung sampai di ponselnya. Mereka jadi khawatir sekaligus kesal.
"Nyaa! Kenapa dia malah menyusahkan diri?!" bentak Ilya sambil menekan layar ponsel itu kuat-kuat.
Fionn lanjut meliriknya. "Lagi?"
Evren pun mengambil ponsel lalu berniat menghubungi juga. Rupanya sama saja.
"Sebenarnya ke mana?" Bocah berambut merah tua tadi langsung mengalihkan perhatian, jauh ke cakrawala yang tertutupi bangunan kota tua. "Apa dia masuk ke portal?"
Ketiganya mengambil tindakan. Perjalanan berlanjut ke kota tua di utara. Perlu waktu lima belas menit paling lambat jika berjalan kaki.
Usai tiba, ketiganya langsung membagi lokasi untuk pencarian. Ilya di perbukitan, Evren di tengah, sedangkan Fionn yang paling dekat dengan jalan raya utama. Dengan ini pencarian jadi lebih mudah.
"Tunggu!"
Teriakan wanita lantas mengagetkan mereka. Tak berapa lama kemudian muncul batang hidungnya.
"Kak Melissa?"
Gadis itu sudah menyusul sambil terburu-buru. Apakah ada yang tertinggal di rumah sakit? Atau ada informasi genting yang perlu mereka ketahui?
Saat melihat ekspresi seriusnya itu, juga sebilah pisau dapur yang melekat di pinggangnya, sepertinya lebih jauh dari ekspektasi mereka.
"Aku ikut kalian!" jawab gadis itu dengan tegas.
Semuanya seketika terkejut. Termasuk Evren yang langsung menggelengkan kepala. Selebihnya, mereka tetap tak percaya jika ia berniat ikut.
"Hnyah? Terus bagaimana dengan Rey?"
Melissa seketika tertunduk. "Ini memang pilihanku. Aku tak bisa biarkan kalian bertarung sendirian ...."
"Nyahaha~! Dengan tiga orang bukanlah sendirian namanya!"
Evren pun mendekat dengan kesal. "Aku tetap tidak mengizinkan!"
"Kenapa?" Melissa kecewa berat.
"Siapa yang bisa menjamin tidak akan terjadi apa-apa nantinya?" Lalu Evren memalingkan muka. "Aku tahu sebenarnya Rey tidak mengizinkanmu juga."
"Kalau aku jadi Rey, aku pasti juga berpikiran sama. Tetapi ..." Melissa bersikeras. "Siapa juga yang bisa menjamin kalian akan baik-baik saja di luar sana?"
Evren kaget. Sepertinya Melissa berhasil mengembalikan perkataan bocah itu.
"Kalian cuma anak-anak. Sedangkan kalian juga butuh saksi mata. Tidak akan ada orang dewasa yang mau mendengar cerita tentang monster yang hidup dalam dimensi lain. Jadi, biarkan aku ikut dan mengurus persoalan itu, boleh?"
Maka Evren saling menatap kedua temannya. Mereka, entah karena terpaksa atau apa, pada akhirnya setuju. Dibuktikan dengan anggukan kepala.
"Baiklah ... kali ini saja!" Akhirnya ia melunak juga. "Pertama-tama kita cari Viktor lebih dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
Mystery / ThrillerPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...