Evren tak peduli lagi. Sifat asli Viktor yang begitu buruk seperti tadi membuatnya tak mau terlibat lebih jauh. Lagi pula Protectorate juga tidak mengharapkannya, kecuali Aria sendiri.
Itulah yang membuat dirinya ragu untuk bertindak. Bahkan sejak awal ia juga masih tidak mengerti kenapa bocah Jawa itu menganggap Viktor spesial. Kenapa bukan anak lain yang diajaknya, yang bukan seorang egois lagi munafik?
Sekarang Evren tahu jika sahabatnya dulu memang tidaklah salah. Mereka mendapat apa yang selama ini diinginkan. Seseorang yang loyal dan berdedikasi tinggi pada pekerjaannya, walaupun keseriusan itu bukan ditujukan pada organisasi. Lebih ke personal.
Seperti itulah yang terlihat pada Viktor saat ini. Ia berubah terlalu jauh. Hingga tak seorang pun paham mengapa demikian dan apa alasannya.
Cakrawala berganti ungu, terbiaskan air hujan. Umbul-umbul untuk perayaan besok membatu di tengah dinginnya senja. Bahkan angin tak sanggup menerbangkannya. Bersama jiwa-jiwa yang hendak terlelap, menunggu belasan jam ke depan dalam kesunyian.
Di kediamannya Ilya tampak merenung di depan komputer. Kecemasan menghantui pikiran. Dirinya terpaku pada kemungkinan hari esok yang masih terlihat gelap dan samar, tanpa penerangan. Hingga melupakan salah satu kegemarannya sejak dulu. Bahkan sedari awal ia sama sekali belum menyentuh tetikus yang biasa digunakan untuk bermain gim tersebut.
Cekcok yang terjadi pada teman-temannya turut menyeretnya. Namun ia masih tak berniat untuk menghubungi mereka demi penjelasan yang masuk akal. Bukan karena tidak ingin, melainkan karena itu sudah menjadi pilihan yang tepat. Apalagi Ilya sendiri adalah orang yang cukup optimis. Tetapi justru itu yang membuatnya seakan-akan selalu meremehkan masalah.
Ponsel pintarnya tidak memberikan nada pesan masuk. Saat berulang kali diperiksa pesan yang ia kirim tak dibaca siapa pun. Evren, Viktor, bahkan Fionn juga. Ia benar-benar kehabisan kesabaran saat itu.
"Nyaa! Kenapa?!" Ilya berteriak saking kesalnya.
Halilintar di luar jendela sekilas mengalihkan perhatian. Kilatan putih itu berlangsung sedetik saja tetapi cukup menggetarkan lantai kamar. Ilya segera menuju jendela. Begitu dibuka angin kencang mengambil kesempatan untuk masuk. Begitu deras menyerbu wajah muram di sana.
"Nyah ... aku harusnya memang tidak mengajakmu sejak awal ...."
Layar ponselnya terkena percikan air. Terlihat di sana kumpulan percakapan dengan teman-temannya. Salah satunya yang disorot adalah Viktor. Masih sama seperti di awal, tidak dibaca sedikit pun.
Jika sudah begini alasannya jelas, anak bermata merah itu telah terbius dengan idealismenya. Bisa dibilang telah buta oleh rasa dendam pada sang penyihir. Dan tidak seorang pun yang bisa berdiri di jalannya. Bahkan untuk segenap ketiga bocah itu, tak kalah dianggap musuh.
Pasti akan sia-sia untuk berkompromi. Anggapan orang lain tentu hanya dianggap bagai angin lalu. Apalagi bocah itu sudah mengakuinya di malam di mana ia kehilangan sosok 'teman' tersebut.
Kini wajah itu masih terpaku di depan layar LCD. Hanya itu saja, tanpa niat sama sekali untuk menjawab pesan dari Ilya yang dikirim sejak tadi malam. Berisi ajakan untuk ikut dalam perayaan tujuhbelasan besok. Ia tahu itu hanyalah basa-basi belaka.
Beberapa menit kemudian mata merah di sana ganti beralih ke langit hitam di atas. Butiran bening yang turun semakin bertambah deras. Segera Viktor membenahi posisi tudung kepala agar tidak langsung meresap ke rambut peraknya. Lalu memasukkan ponsel ke saku, sembari menunggu sesuatu di bawah pondok kayu.
Jika dilihat dari vegetasi saat ini serta mempertimbangkan lokasi tempat tinggal Viktor sekarang, dia tak jauh dari perbukitan belakang Kompleks Kota Tua Tengah. Di bagian utara tertutup belantara seluas 60 hektar sebagai penyangga air kota. Memanjang ke barat hingga selatan, diselingi tanah kosong penuh belukar milik pemerintah kota yang tak kunjung dibangun pemukiman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
Mystery / ThrillerPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...