Sementara ketiga temannya tetap diam di markas perbukitan tersebut, Viktor telah tiba di Sidokangan. Base Camp 3 masih satu kilometer ke utara. Pertama-tama ia disapa lebih dahulu oleh ruko-ruko berusia puluhan tahun di tempat yang bernama Kompleks Aster. Selanjutnya barulah gedung konser yang dimaksud Evren terlihat.
Dari lokasi saat itu gedungnya terlihat membelakangi Viktor. Ada halaman luas dengan rimbun pepohonan di sana, bersandingkan dengan deretan tanaman hias di dekatnya. Juga sebuah gazebo di tengah, tepat di depan air mancur.
Tanpa disangka Aria sudah menunggu sambil ditemani sosok jangkung setinggi 170 cm. Sosok itu tampak seperti orang berkostum beruang dari maskot taman hiburan. Warnanya ungu, dengan perut yang berwarna putih dan tangan mekanik yang bisa digunakan untuk menggenggam sesuatu. Lebih mirip seperti boneka raksasa sampai diketahui bahwa ia punya gigi setajam pisau.
Sore itu ia tampak membawa nampan berisi teko dan beberapa buah cangkir teh. Menghampiri Aria yang asyik bersantai di sana.
"Teh Anda sudah siap, Tuanku!" serunya dengan suara wanita yang agak berat.
Rupanya bertindak sebagai pelayan pribadi Aria. Bisa dilihat dari cara bicara juga tindakan itu.
"Tolong berikan aku secangkir, Asih!" serunya balik.
Asih. Begitulah Aria menyebutnya. Sosok yang bisa diandalkan lagi setia. Responnya juga cepat dalam memenuhi permintaan tuannya. Meskipun rupa itu tampak menyulitkan gerak.
Viktor tiba tak lama kemudian. Ekspresinya menjadi cemberut tatkala menemukan Aria sudah menyambut dengan sebuah senyuman.
"Terima kasih telah datang, Herzburg. Atau harus kusebut dengan ... Sang Pemburu Jantung?" tanya Aria seraya menaruh cangkirnya. "Tidak kusangka hanya kau sendiri yang berkenan hadir."
Namun keramahtamahan itu dibalas dengan kecurigaan mendalam. "Apa maumu?"
"Oh! Kau tidak suka basa-basi dahulu ya? Padahal Asih sudah repot-repot membuatkan teh. Setidaknya duduklah dulu!"
Tampak beruang itu menuangkan teh ke cangkir kosong di hadapan Viktor. Tentu saja Viktor jadi sungkan dan memilih untuk bersikap sopan seperti seorang bangsawan sejati. Maka anak itu menuruti kemauan Aria dengan duduk di kursi yang telah disediakan, menghadap ke meja bundar di sana.
"Badut beruang?" tanya Viktor dengan heran.
"Dia yang bernama Asih, pengasuh sekaligus pengawal pribadiku." Senyuman manis di bibirnya merekah. "Tenang saja! Dia tidak akan menggigitmu!"
Asih seketika itu juga langsung membungkukkan badan. "Senada dengan yang Tuan Muda katakan, saya bernama Asih. Salam kenal!"
Viktor langsung mengangguk dan memberi hormat. "Salam kenal."
"Asih telah melayani keluargaku sejak aku lahir. Dia sudah seperti ibu bagiku." Dengan bangga Aria memperkenalkan beruang itu.
Asih pun menanggapinya, "Saya sudah bersumpah untuk setia pada Tuanku, Gusti Raden Mas Aria Wijayakusuma, sebagai putra mahkota Reksatama dengan gelar Kanjeng Gusti Agung Prabu Candrawardhana Wijayakusuma."
"Uh?"
Langsung saja Viktor tercengang mendengarnya. Ternyata selama ini ia memang bukan seperti bocah kebanyakan. Ada darah ningrat yang mengalir di nadinya.
"Asih!" Lantas membuat Aria tersipu.
Beruang itu terdiam, kemudian menyesali perbuatannya. "Maafkan saya, Tuan."
Mereka sengaja merahasiakan ini dari siapa pun. Tetapi dengan sedikit kecerobohan Asih, Viktor menjadi bocah sepantar yang mengetahui itu.
Sedangkan reaksi Aria cukup dengan sebuah desahan panjang guna kembali ke topik awal. "Kalau begitu kita mulai saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
Mystère / ThrillerPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...