Sambil mengingat sesuatu ia melirik jam di kamar. Menunggu empat menit lagi hingga pukul enam tepat. Setelah itu alarm bakal berbunyi pelan, namun cukup untuk membangunkan siapa pun yang berjarak tiga meter darinya.
Kamar tersebut sungguh dingin saat pagi. Ia bisa saja tidur lebih lama jika bukan karena sesuatu yang mengganjal di pikiran. Ini terkait pertemuan dengan Ilya semalam. Rencana penyelidikan yang ia beritahu sebelumnya tentu bukanlah isapan jempol belaka mengingat Ilya selama ini selalu serius dan hasilnya benar-benar nyata. Viktor sendiri sampai dibuat tercengang akan kehebatan anak itu dalam mencari jejak digital. Mengantarkan takdir yang tak pernah disadari.
Selang beberapa saat alarm terdengar. Segera ia beranjak dari kasur lalu membuka tirai yang menutupi jendela kamar. Cahaya yang terpantul di langit lumayan redup, meskipun ketika mengenai tirai tetap berpendar.
Tak berapa lama bunyi notifikasi muncul dari ponsel bersama dengan simbol surat berbentuk persegi. Ia langsung mendekat dan menemukan belasan pesan masuk dari Ilya. Berturut-turut dikirim tiap satu menit sekali.
Melihatnya saja sudah membuat anak itu kesal. Siapa pula yang berkenan diberikan spam pesan di pagi hari? Bukannya menunggu Viktor memberikan jawaban, ia malah meneror anak itu. Kalau sudah begini baik ia maupun orang lain jadi enggan untuk bertemu dengannya.
'Menyebalkan.'
Sepatah kata itu sudah cukup mengungkapkan rasa yang dialaminya. Baginya sifat Ilya memang tidak pernah berubah sejak mereka pertama kali mengenal di internet. Ia berharap tidak makin menjadi-jadi nantinya. Apalagi laporan cuaca terkini mengisyaratkan akan datangnya hujan.
Seketika Viktor melirik jendela luar. Memang awan hitam sudah bertambah banyak daripada beberapa menit sebelum ini. Untuk sekarang bagaikan terpal gelap yang menyelimuti langit kota. Rintik bisa saja turun saat siang nanti atau paling lambat sore hari.
Karena itulah ia segera turun dan bersiap-siap. Hari itu Tuan Schwarzergrat sudah tidak ada di rumah, pertanda kebebasan bagi dirinya. Setelah sarapan lanjut memanggil Wagiyo untuk segera mengantarnya ke taman.
Sebelum itu tak lupa ia memeriksa penampilan. Tidak banyak berubah. Kemeja, waistcoat, aksesori tambahan, lalu ada jubah hitam yang hangat. Ditambah belati dan sepucuk senjata api yang mana di hari sebelumnya hendak direbut Wagiyo. Kali ini ia sudah siap.
"Selamat pagi, Tuan Muda!" Wagiyo langsung menyapa sambil membukakan pintu kendaraan.
Viktor pun menanggapinya dengan sebuah anggukan ringan. Lalu mobil itu melaju. Perjalanan menghabiskan waktu beberapa menit saja karena jarak kediamannya ke taman tak lebih dari satu setengah kilometer. Namun ketika bersekolah bocah itu biasanya akan berangkat selepas subuh atau paling lambat pukul enam. Lebih cepat daripada setiap penghuni kompleks yang ia kenal.
Sambil menunggu kendaraan tiba pada tujuan, Viktor tak lupa membalas pesan masuk dari Ilya. Sederet kalimat diketik untuk memberitahu anak itu soal keputusannya.
"Aku akan datang." Tertulis di layar ponsel begitu pesan dikirimkan.
Sesaat kemudian Ilya juga menjawabnya, "Nyahaha~! Aku tahu kau pasti datang! Sampai di sana!"
Sekarang ia sudah memantapkan pilihan. Sebagai anggota keluarga yang dulunya punya sejarah bersama yang panjang, tentu saja Viktor tak ingin mengecewakannya. Pertemuan kemarin menjadi awal dari lembaran kisah mereka yang baru setelah puluhan tahun menghilang.
Dalam hati ia cukup senang dengan tawaran itu. Selama ini ia belum pernah menganggap anak sebaya yang ditemui sebagai teman, kecuali sekadar formalitas belaka di sekolah. Khusus untuk Ilya itu adalah perkara lain. Seorang anak yang ceria dan bisa diajak pergi kemana pun, terlepas dari sifatnya yang kadang membuat geleng-geleng kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
Mystère / ThrillerPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...