Selingan 1: Hujan di Ujung Senja

37 1 0
                                    

Mendung memenuhi angkasa yang kemerahan. Sesekali kilatan putih timbul di balik kumpulan itu. Suaranya menggelegar. Juga bersanding dengan angin yang menerpa pepohonan rimbun di taman kota.

Satu hal yang pasti, berkas sinar keunguan yang menjulang vertikal di sana perlahan memudar. Penduduk kota yang semula memenuhi lokasinya berangsung-angsur pergi. Mungkin karena sudah puas melihat fenomena ganjil itu maupun karena takut kehujanan. Masing-masing punya motif berbeda.

Bahkan oleh mereka yang pada awalnya tak peduli sama sekali, kini cukup memandang dari kejauhan. Salah satunya adalah seorang pria jangkung. Tak ada yang mencurigakan darinya. Hanya penduduk kota biasa yang sedang mengganti jas putih khas laboratorium yang semula dikenakannya dengan sebuah jas hitam. Cuaca dingin pasti membuatnya bertindak demikian.

Dirinya masih terus menatap lokasi munculnya cahaya aneh tadi. Selama beberapa menit tanpa henti. Sampai tiba-tiba keadaan sekitar mendadak diam. Tak kurang dari tiga detik kemudian terdengar hembusan angin, ringan, cepat, sekonyong-konyong menerpa wajahnya dari sisi kanan. Ia langsung melirik arah itu.

Entah dari mana tiba-tiba ada sebilah kapak yang bergerak lurus menuju kepalanya. Dengan sigap pria itu menggerakkan tangan. Kemudian muncul sebilah pisau daging yang menghalau kapak itu tepat sebelum mengenai wajahnya.

Kini sebuah senyum terkembang. "Tidak untuk yang tadi. Kau harus lebih cepat dari cahaya jika ingin membunuhku, Sang Penyihir Waktu!"

Di hadapan pria itu datang seorang wanita tak dikenal yang kira-kira berusia dua puluhan tahun. Rambutnya hitam keunguan. Ia mengenakan gaun yang serasi dengan warna rambut dan mata birunya. Tetapi sorot matanya menandakan bahwa ia sedang tidak senang. Penyebabnya tak lain adalah keberadaan pria itu.

"Apa di setiap lini masa selalu begini, Konstantin Geros–tidak, Kanon?" tanya wanita itu dengan tegas.

"Sudah jelas. Berkat kewaskitaan ini aku tahu apa yang terjadi pada diriku yang lain. Diriku yang telah kau bunuh di titik pertama." Ia memalingkan wajah ke arah bangunan yang masih memancarkan sinar redup di atasnya. "Sekarang aku punya keunggulan. Berbeda denganmu, Apocrypha."

Wanita itu bertambah kesal dengan sikapnya.

"Kau sudah tahu jika aku berhasil mengikutinya sampai sini. Tetapi kau masih bisa tenang?"

Pria di sana terkekeh. "Heh ... sudah terlambat untukmu."

"Belum terlambat untuk mencegahmu dari menggunakan mesin itu!"

"Bodoh. Proyek P.A.R.A.D.O.X. akan tetap berjalan selama aku masih di sini."

"Dan selagi eksistensiku masih ada, itu hanya akan menjadi angan-anganmu saja!"

Kanon tiba-tiba memalingkan wajah kembali padanya. "Sayangnya itu tidak benar!"

"Hah?!" Wanita itu terkejut.

Ia berjalan mendekat selama beberapa meter lalu berhenti. Ia mengambil sesuatu dari kantongnya, sebuah flashdrive. Selanjutnya diperlihatkan pada Apocrypha.

"Aku punya cara sendiri."

Lantas tatapan Apocrypha berubah drastis. Ia tercengang bukan main.

"Jangan bilang kau juga–"

"Jika ingin menghentikanku, harusnya langsung saja bunuh aku sejak kita masih kanak-kanak. Tetapi kau selalu datang terlambat dan membiarkanku melihat peta kosmos terbuka! Kau yang disebut 'cemerlang' katanya, tetapi tidak bisa melihat arti dari masa depan. Ibumu pasti akan kecewa saat mengetahui putrinya selalu mengulang kesalahan–"

"Aku tidak peduli berapa kali harus mengulanginya!"

Sorot mata wanita itu tidak bisa berhenti menatap ke Kanon dengan penuh kebencian. Namun ....

"||Chrono Alter: Surcease|!|"

Usai mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba keadaan sekeliling melambat dan diam. Waktu seakan-akan membeku. Yang pasti setelah itu wanita tadi mendekat dengan kecepatan tinggi. Dari tangan kanannya mengeluarkan sinar berwarna-warni.

Secepat kilat dari hadapannya juga muncul perisai cahaya. Sekonyong-konyong menghalau sinar yang coba wanita itu hantamkan ke Kanon. Selanjutnya sinar itu meledak ke seluruh penjuru arah sambil menghempas semuanya dengan gelombang kejut.

Wanita itu sadar serangannya gagal lagi. Kanon masih bisa bergerak di saat waktu telah berhenti berdetak. Lantas ia melompat mundur dan mengambil jarak beberapa meter.

"Tidak ada gunanya menggunakan omnipotensi. Kau tidak akan bisa membunuhku lagi untuk kedua kalinya!" seru Kanon sambil memasang tatapan sinis.

Apocrypha juga balas menatapnya dengan serius.

"Di lini masa sebelumnya aku berhasil membunuhmu. Begitu juga di sini." Ia berbalik memandangi bangunan di kota yang atapnya memancarkan sinar tadi. "Aku akan menghentikanmu, demi masa lalu, masa kini, dan masa depan."

Waktu tiba-tiba kembali membeku bersamaan dengan bilah benda tajam yang ia lemparkan ke Kanon. Lantas pria itu mengeluarkan perisai cahaya lagi. Namun kali ini di belakangnya juga muncul semacam portal. Pria itu raib, tersedot ke dalam dan tak ditemukan lagi.

Sesaat kemudian guruh terdengar. Hujan turun dengan deras di senja kala. Namun wanita itu masih diam saja, tak bergerak sedikit pun di tengah air yang menerpanya dari langit.

'Semua kembali dari awal ... dan saat bertemu dengannya lagi sudah banyak kerusakan yang diperbuat. Sudah sangat terlambat untuk mencegahnya di titik pertama.'

Wanita itu kembali melirik ke bangunan kota. 'Satu-satunya pilihan yang kupunya adalah 'waktu sekarang'. Aku harus menghapus eksistensinya sekaligus jika ingin ini berakhir. Tetapi bagaimana caranya?'

Langit tidak berhenti mencurahkan air. Bahkan angin yang berembus sejak tadi makin bertambah kencang.

'Kota ini ... apa yang menarik bagimu?'

Tales of the Endearing DollsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang