Musuh mungkin terlalu kuat. Tetapi pertarungan tadi membuktikan bahwa masih ada setitik cahaya di ujung terowongan. Yang telah mereka nantikan sejak kekacauan ini bermula.
Namun ada harga yang harus dibayar dari perjalanan itu. Harga yang terlalu mahal.
"FINN!"
Detak jantungnya semakin melemah. Meskipun kedua bocah tadi berusaha sebaik mungkin untuk menutup lukanya, takdir berkata lain. Sudah terlambat. Tubuh Fionn sudah kaku.
Evren pun jatuh sambil berlutut, menangis dan menyesali semua tindakannya. Sedangkan Ilya yang sedari tadi di samping hanya diam saja. Sorot matanya tak dapat berhenti menatap sesuatu dari balik asap. Rintihan yang belum pernah terlihat.
"Tidak ...."
Ucapan Ilya kali ini terasa janggal. Evren pun melongo, keheranan sendiri. Apakah mungkin rekannya telah kehilangan kewarasan?
"Fionn tidak mungkin berakhir di sini. Kita harus membawanya ke posko darurat dan mengobati lukanya."
Jawaban itu tidak membantu sama sekali. Justru membuat Evren geram bukan main sambil melayangkan tinju ke wajah bocah berambut pirang itu. Cukup untuk membuat mulut gapilnya mengeluarkan darah.
"Sudah buta?! Hah?! Lihat pakai matamu!"
Ia ingin memastikannya sendiri dengan cara paling kasar. Meski begitu Ilya diam saja seakan sudah tahu responnya akan berakhir seperti ini. Atau memang seharusnya begitu.
"FINN TELAH TIADA!"
Seruan itu paling pilu. Lalu tiada lagi yang sanggup berkata selain isakan yang mengalir dari bibir. Selebihnya tertanam dalam hati. Terbendung.
Keajaiban tak akan hadir meskipun Ilya mati-matian mencoba yang terbaik. Semua itu sebatas angan-angan belaka sekarang. Siapa juga yang sanggup melawan ketetapan dari Yang Maha Kuasa?
Maka mereka diam di sana dan pasrah. Hanya kedua anak tersebut. Tetapi rupa-rupanya masih ada pihak yang belum siap menerima. Dengan kata lain, berusaha menentang takdir.
"Masih ada waktu."
Sekali lagi kepala Evren mendongak. Kali ini pada seorang pemuda yang datang entah sejak kapan. Lalu memeriksa Fionn–nadi itu berdenyut sangat lemah. Pertanda masih ada kesempatan untuk menyelamatkannya. Paling tidak mereka harus bertaruh kembali.
Rasa yang bercampur aduk itu perlahan berkecamuk hebat bak taifun di samudra. Hingga ia hampir kehilangan kendali. Tanpa sadar mengepalkan tangan, hendak menyerang Rey juga. Sebelum akhirnya Melissa datang sambil mendekap dari belakang.
"Semua akan baik-baik saja!"
Ia tak bisa menerima itu sama sekali. Omong kosong yang selalu didengarnya. Berulang kali.
Kemudian suara roda mendekat. Tiada yang tahu sejak kapan Rey pergi kembali. Hanya saja, sekarang pemuda itu telah datang sambil membawa troli barang. Mungkin dari sebuah gudang tak jauh dari situ.
Selanjutnya dengan berhati-hati Rey memindahkan Fionn ke atas penyangganya. Mengikat kedua lengan dan kaki agar tetap aman. Dalam hitungan menit semua beres.
Tak pernah Evren sangka sebelumnya jika mereka bisa sinting begini.
"Cukup!" Di saat itu juga Evren kembali berontak.
Sekarang atau tidak sama sekali. Melissa pun mengangguk saat melihat Rey memberi tanda sambil menarik bocah itu lebih jauh.
"Maafkan aku. Sekarang giliran kami yang bejuang. Akan kubawa dia keluar dari sini secepat mungkin!"
Di saat yang bersamaan langit berteriak. Gerombolan familiar terbang di atas cakrawala, menuju bagian kota yang belum terjamah kerusakan. Melissa langsung paham jika portal akan terbuka. Maka ia segera berlari sambil mendorong troli tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
غموض / إثارةPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...