Bab 6: Protectorate (2)

63 2 2
                                    

Tiada suara, tiada lagi yang membahas bagaimana kelanjutan kasus di grup percakapan mereka yang baru dibentuk dua hari lalu. Tidak seperti saat Ilya menceritakan misteri lama, malam itu semua seakan sudah melupakannya. Bahkan terkait Aria dan Evren atau apa pun rencana yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Tiap warna yang ditemui menjadi gelap. Hal itu sudah terasa nyata sekali. Oleh hawa dingin, menyelimuti segenap penjuru kota sejak mentari menunjukkan wajahnya di balik pegunungan. Menusuk kulit saat melintasi jalan-jalan sunyi. Meresahkan.

Hanya seorang yang tak peduli sama sekali, yakni Viktor. Masih berjalan sendirian di setapak Kompleks Melati tanpa rasa takut sedikit pun jika sewaktu-waktu ada orang jahat yang menyerang. Mungkin karena sudah tahu marabahaya hari ini bakal sama seperti sehari yang lalu. Karena itulah ia tak ragu lagi untuk melangkah, menuju ke sebuah kios pernak-pernik di salah satu bangunan berlantai dua.

Di sana tak seorang pun manusia terlihat. Baik pengunjung maupun penjaga kios layaknya tidak pernah ada. Tetapi saat ditelisik, ada sosok wanita paruh baya yang berdiri di belakang bayangan. Memudar dalam kegelapan.

Akan tetap wanita itu bukan menyambutnya dengan tangan terbuka. Malah mengibaskan tangan seperti sedang mengusir kucing.

"Tidak ada yang kamu cari di sini, Nak! Hus! Pergilah!"

Ia tak tahu masalah apa yang dimiliki wanita ini padanya. Yang pasti wajah itu langsung cemberut.

"Apa maksud Anda? Aku kemari untuk mencari kan–"

Wanita itu langsung menyerahkan beberapa buah kancing hitam. Viktor hanya bisa diam karena itu sesuai seperti yang dicarinya.

"Ini yang kamu inginkan? Ambil saja! Dan ..." Wanita itu juga mengambil sebuah pita merah berkisi lalu mengikatnya ke tangan kanan Viktor, begitu kencang hingga nadinya sesak. "... untuk melindungimu, anakku yang cantik!"

Viktor seketika melompat mundur. "Hentikan!"

Namun tangan keriput tadi tiba-tiba menggenggam pergelangan bocah itu, lalu memelototinya bagai burung hantu. Ada kengerian tersendiri.

"Saya beritahu, Nak! Sang Pemakan akan tiba beberapa hari lagi! Satu per satu setiap manusia di kota ini akan dimangsanya! Kamu harus pergi sebelum itu terjadi!"

Dengan kasar Viktor menarik tangannya hingga lepas dari cengkeraman. Terasa panas hingga timbul garis merah. Sungguh ia tidak menyangka sudah mendapat tindakan tak masuk akal dari seorang wanita tua yang bahkan belum pernah ditemuinya sekalipun. Apalagi mendapat pencerahan tadi.

"Anda perlu istirahat, Nek!"

Kekesalan bocah itu tak dapat dibohongi. Usai menyerahkan selembar uang bernominal lima puluh ribu Viktor keluar begitu saja sambil melepaskan ikatan pita di tangan kanannya. Ia sudah muak.

"Dunia ini dan segala harapan di dalamnya akan binasa, bocah gemblung! Kamu tidak bisa berbuat apa-apa!"

"Terima kasih atas dongengnya!"

Ia beranggapan bahwa si nenek mungkin memiliki memori berat semasa mudanya dulu. Tetapi bisa juga yang dikatakannya adalah intuisi, atau lebih tepatnya ramalan. Jika benar maka kelak akan terjadi suatu peristiwa besar, dan ia telah memperingatkan Viktor tentang hal itu.

Sayangnya hanya dianggap bualan belaka. Lebih baik untuk pulang daripada terus bersilat lidah. Sembari merasakan embusan angin dingin yang kian menusuk. Cukup aneh juga karena pagi itu benar-benar gelap layaknya menjelang malam. Mendung hitam pekat terlihat menyelimuti langit bak tirai panggung. Ia menduga saat tirai itu terbuka, apa lagi yang muncul dari sana?

Di tempat lain seseorang diam-diam sudah hadir di bangunan dua lantai lainnya. Lokasi tersebut berada di perbukitan Kelurahan Ngrupan, tempat Base Camp 2 berada. Tampaknya ia sedang mengincar sesuatu di dalam. Mungkin orang yang melihat dari luar akan menganggap anak itu sebagai pencuri. Tetapi seorang pencuri mana yang sebodoh itu dengan menyingkap tudung kepala dan membiarkan rambut merah mudanya diketahui khalayak. Kecuali itu hanyalah Fionn.

Tales of the Endearing DollsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang