Merenungi nasib tanpa kejelasan. Hati yang perih oleh rangkaian gerigi takdir. Ia diam namun mulutnya ingin berteriak. Sekeras mungkin demi menghamburkan semua kemungkinan. Tanda sudah putus asa atau jiwanya sudah sampai pada nadir atau apalah namanya itu.
"Kamu tidak lagi sendirian!"
Hadir di saat yang tepat. Ucapan seseorang dengan perlahan menyadarkan gadis itu. Lantas ia tersentak sambil memegangi keningnya yang terasa panas. Bukan karena cuaca, melainkan karena keberadaan sosok kecil di sana. Persis seperti dirinya saat masih SD.
"Siapa kamu?"
Sosok itu ganti tersenyum lalu membalikkan badan. "Aku adalah dirimu!"
Jawabannya dirasa terlalu aneh, wajar saja mengingat ia terbangun di tempat antah berantah yang segalanya tertutup awan putih. Sementara itu bayangan dirinya di masa lalu mewujud dalam tubuh anak-anak. Itu membuat Melissa makin pusing bukan kepalang.
"Diriku? Apa maksudnya ini?"
Tiba-tiba gadis kecil di hadapannya berlari menjauh. Melissa kembali kaget lalu berusaha mengikutinya.
"Hei!"
Ternyata langkah itu mengantarkannya menuju tepi tebing. Di bawahnya terdapat ruang-ruang persegi, berjumlah puluhan. Masing-masing berisi kepingan memori masa lalu. Baik suka maupun duka, terlihat jelas di depan mata coklatnya.
Kemudian sosok itu menunjuk ke bawah, seakan-akan ingin memperlihatkan sesuatu di antara sekian banyak bingkai bergerak. Yaitu pada memori saat ia berulang tahun ke lima.
"Kamu masih punya orang tua yang sayang padamu!"
Lalu telunjuknya beralih pada bingkai lain, berupa kenangan saat dirinya lulus dengan nilai UN tertinggi di sekolah. Selanjutnya memori saat ia mengenal banyak orang yang cukup menyenangkan di SMA, termasuk dengan kawan-kawan sepupunya.
"Untuk apa kamu memperlihatkanku semua ini?" Sontak air matanya mengalir. "Untuk apa?"
Gadis kecil itu hanya diam saja sambil menunjukkan keping terakhir. Itulah saat Melissa mengenal Rey, Monsieur Mercalme, juga bocah-bocah berumur belasan yang ia anggap sebagai 'boneka'.
"Mereka pasti datang."
Pandangannya langsung beralih. "Mereka sudah susah payah berjuang demi semua orang di kota ini."
"Karena itulah mereka akan datang. Kamu harus percaya bahwa takdir masih bisa berubah."
Setelah mengucapkan kalimat terakhir tadi, sosoknya tiba-tiba memudar bersama awan. Melissa pun ikut panik, apalagi awan itu juga menyelubunginya. Sampai-sampai pandangannya hilang tertelan gas ringan itu.
Kali ini ia terbangun di tempat aneh, gelap tetapi punya lantai batu yang berwarna-warni. Kecubung, Opal, Safir, dan berbagai jenis lainnya. Lentera di atas menyinari permukaan hingga memantul pada dinding. Seperti proyektor, alhasil tempat itu jadi terang benderang.
"Di mana aku?"
Tetapi ia langsung sadar saat langkah kaki mendekat. Lantai terasa bergetar. Secepat mungkin Melissa mundur dari sel di mana ia tinggal. Karena tidak ada senjata sama sekali, ia harus bersiap dengan tangan kosong.
Sosok yang mendatanginya ternyata hanyalah prajurit penjaga istana. Memang dari postur serta anatomi mereka tidak bisa dibedakan dari gerombolan yang semula mematuhi perintah si Joker. Tetapi mereka sudah cukup berbahaya. Ditambah senjata dari material aneh, gadis itu harus ekstra waspada.
Beruntung makhluk tadi hanya sekadar lewat. Tak menghiraukan keberadaannya sama sekali, apalagi berniat memeriksa. Mungkin satu hal yang perlu dikhawatirkan baginya sekarang adalah sebuah langkah kecil. Itu pertanda buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of the Endearing Dolls
Mystery / ThrillerPada hari kelabu di bulan Agustus, Viktor menerima surel dari seorang kenalan sebayanya di dunia maya. Bocah asal Jerman itu diajak untuk saling sapa secara langsung dengan Ilya, setelah sekian lama hanya bersua lewat gim daring populer 'Eternal Sou...