"If you're brave enough to say goodbye, life will reward you with a new hello."
- Paulo Ceolho -🎐🎐🎐
Hari pertama sekolah setelah setengah bulan lebih menghilang adalah hal yang paling membuat seorang Min Yoongi bahagia. Sekolah adalah kebebasannya, mimpinya dan keinginannya yang ia harapkan sejak kecil. Setidaknya disini ia akan terbebas dari bau obat-obatan dirumah sakit yang terus mengganggu indra penciumannya.
Menjadi seorang dengan keistimewaan nyatanya tak membuat Yoongi merasa bahagia. Hanya karena ia adalah penderita suatu syndrom penyakit yang tak dikenal, tak serta merta bisa membuatnya menjadi spesial. Ia benci menjadi berbeda. Ia rasa penyakit bukanlah suatu keistimewaan hanya karena penyakit itu langka. Penyakit hanyalah penyakit yang ujungnya akan menuntunnya pada kematian.
"Yoongi-ah"
Sebuah suara terdengar tengah memanggil namanya. Sehingga didetik itu juga mau tak mau pemuda pucat itu harus mengalihkan atensinya ke sumber suara. Lalu mendapati seorang wanita dewasa tengah tersenyum manis kearahnya.
"Ibu tak perlu selalu tersenyum manis seperti itu didepanku. Aku risih melihatnya, setidaknya jika ingin bicara langsung saja pada intinya" Protes Yoongi pada sosok wanita yang dipanggilnya sebagai ibu.
Ibu Yoongi, Min Hyeju sekali lagi hanya dapat mengumbar senyum menanggapi protes pedas sang anak. Setidaknya kata-kata itu tak mungkin menyakiti hatinya. Karena bagaimana pun Hyeju tahu betul jika yang dilakukan Yoongi hanya bentuk sebuah protes akan keprotektifannya.
"Ini hari pertamamu kembali sekolah. Kau masih ingat apa yang Ibu katakan dirumah tadi kan?"
"Ya"
"Jangan lupa minum obatmu lalu jika kau merasa tak enak badan segera hubungi Ibu mengerti?"
"Ya"
"Lalu..."
"Apakah ini masih panjang? Apakah Ibu sudah menyiapkan kata-kata setebal ratusan rim kertas? "
Hyeju terdiam sejenak. Menatap dalam anaknya lalu mengelus puncak kepalanya pelan.
"Jangan lakukan itu, rambutku nanti rusak. Kita sudah sampai jadi bolehkah aku turun sekarang"
Hyeju mengangguk " Iya, hati-hati. Ingat pesan Ibu"
Segera setelah berhasil menghentikan percakapan, Yoongi lekas keluar dari dalam mobil. Menutup pintu dan mengabaikan kalimat terakhir yang dikatakan Ibunya. Pemuda pucat itu langsung saja melangkahkan kakinya memasuki halaman sekolah.
Berjalan cukup jauh dari gerbang untuk mencapai akses masuk kedalam gedung kelasnya. Membuat Yoongi lagi-lagi terbayang untuk dapat mengumpat didepan nyonya tua pemegang saham sekolahnya yang membuat peraturan mobil antar jemput pribadi dilarang masuk. Karena peraturan itu jugalah dia berakhir dengan nasib sedemikian rupa menyedihkan.
Jujur saja Yoongi lelah. Biasanya ketika datang ke sekolah ia tak perlu berjalan sampai ke kelas sebab mobil yang mengantarnya akan masuk sampai kedepan halaman sekolah. Sialnya tas yang ia bawa sekarang rasanya telah berubah jadi seberat batu.
Ketika sedang sibuk dengan umpatan-umpatan kecilnya yang tak sengaja keluar. Tiba-tiba dari sisi kanan Yoongi terlihat seorang pemuda berjalan sedikit agak mendahuluinya. Tersadar Yoongi pun dengan random memanggil pemuda itu guna menghentikan langkahnya.
"Hei kau..." teriak Yoongi. Tak memberi respon yang di panggil malah terus melangkahkan kakinya menjauh.
"Hei kau yang pakai tas hitam dengar aku tidak..." teriak Yoongi lagi. Tapi tetap saja tak dianggap oleh yang dipanggil.
Yoongi yang kesal tak direspon pun meraih kerikil kecil yang tercecer di halaman sekolah. Lalu meleparnya ke pemuda yang sedari tadi jadi subjek teriakannya. Dan voila, kerikil itu mendarat manis dikepala pemuda itu hingga akhirnya menghentikan langkah dan menoleh kearah Yoongi.
Yoongi berjalan menghampiri pemuda itu "Kau...kau ini tuli ya? aku memanggilmu dari tadi tapi kau tetap saja terus berjalan dan tak menghiraukan aku" protes Yoongi dengan cepat.
Yang diceramahi justru malah diam mematung dan hanya memandang datar presensi Yoongi yang berada tepat didepannya.
"Kau ini bisu ya, setidaknya kau jawab aku. Ah kau ini, dari pada kau diam saja lebih baik kau bawakan saja tas ku. Sekarang kau jadi asistenku" Yoongi melempar tasnya didepan pemuda itu dengan seenaknya.
Yoongi memang selalu begitu. Bersikap semaunya saja pada setiap orang. Sebut saja dia Min Egois Yoongi. Selama bersekolah di sekolahnya ini Yoongi bahkan sudah sering menunjuk banyak orang untuk dijadikannya asisten dadakan. Dan kali ini Yoongi telah memilih. Dan pilihan itu jatuh pada pemuda itu.
Yoongi melirik kesal sebab yang jadi sumber amarah malah tak menuruti apa kemauanya. Selama ini yang Yoongi tahu tak satupun orang yang berani menentang perintahnya karena itu selalu bersifat mutlak.
"Ambil...kenapa kau diam saja. Ayo cepat ambil" perintahnya.
"Aku tidak mau" ucap pemuda itu dengan singkat, jelas dan padat hingga membuat Yoongi lekas terdiam menelan suaranya.
Tapi bukan Yoongi jika ia hanya akan terus diam tanpa ikut tersulut amarah. "Kenapa?"
"Kau punya tangan dan kaki yang baik. Kau juga tidak lumpuh. Aku rasa kau juga bukanlah orang lemah yang butuh banyak bantuan" Sarkas pemuda itu.
"Kau menolak perintahku... Kau belum tahu aku siapa?"
"Aku rasa tak ada alasan yang jelas untuk menerima perintah darimu. Lagi pula aku tahu kau siapa. Min Yoongi."
"Kenapa menolak? Kau benci aku?"
"Ya dan tidak"
Setelah menjawab dengan singkat, pemuda itu pun melanjutkan kembali perjalanannya. Meninggalkan Yoongi yang masih mematung di tempatnya berdiri. Untuk pertama kalinya Yoongi kalah adu argumen dengan Seseorang.
"Menarik!!!" Gumam Yoongi dengan tatapan yang terkunci pada presensi pemuda tadi yang kian menjauh.
"Aish Yoongi bodoh, bahkan kau tak sempat bertanya siapa namanya" umpat Yoongi lalu mulai beranjak pergi menuju ke kelas.
Baru hendak melangkahkan kakinya, sebuah suara terdengar mengintrupsinya penuh penekanan.
"Min Yoongi"
Dalam hati Yoongi langsung merutuk. Sial tanpa menoleh pun ia tahu dengan baik pemilik suara itu. Ia pun berbalik menghadap tepat kearah wanita tua yang nampak berdiri anggun dengan setelan super casual. Wanita ini adalah orang yang hendak Yoongi rutuki sejak pertama kali kakinya menginjak halaman sekolah. Ia adalah Min Nayoung, pemegang saham terbesar di sekolah ini yang merangkap sekaligus sebagai neneknya.
"Bisa kita bicara sebentar ?"
"Aish sial" bisik Yoongi begitu pelan.
Yoongi pun tak bisa banyak menolak. Wanita tua ini punya sekali banyak cara untuk membuat hidupnya tak tenang selama bersekolah disini. Tanpa menjawab pertanyaan dari neneknya, Yoongi pun berjalan mendahului sang nenek, menuju kearah kantor wanita yang menjabat sebagai direktur utama disekolahnya. Tentunya dengan wajah yang nampak tertekuk masam.
Hai
Selamat menikmati cerita dari penulis amatiran ini. Untuk para pembaca terima kasih sudah berkenan untuk mampir. Silahkan tinggalkan jejak vote atau komentar yang membangun lainnya agar bisa saya jadikan masukan yang membangung. Terima kasih 😺Salam,
Mikrokosmos0412
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Pieces
FanfictionSeokjin bukannya tidak ingin merasakan yang namanya bahagia. Tapi jujur saja ia tidak bisa. Bukan karena tidak mampu meraih, melainkan karena ia merasa jika dirinya tak pernah pantas bahagia. Ribuan potong kenangan menyakitkan membawanya pada kenya...