Chapter 12 : Da Capo

131 15 1
                                    

"Regret never solves problems. When time can no longer be played back to the beginning. The anxiety was getting more and more gripping inside"
-Unknown-

🎐🎐🎐

Dunia adalah tempat di mana sebuah perbedaan tumbuh untuk menjadikan setiap orang memiliki karakternya masing-masing. Baik buruk setiap orang adalah ukuran yang memang telah mereka miliki. Tapi tidak ada yang pantas untuk menghardik orang lain hanya karena satu hal dari mereka nampak berbeda. Tak ada yang memaklumi sikap seperti itu. Pun sama halnya dengan Yoongi dan Seokjin yang sama-sama tidak dapat memaklumi perilaku anak-anak kecil yang berani membuli teman sebayanya.

"CUKUP MAIN-MAINYA, SEKARANG BISA BICARA DENGAN HYUNG SEBENTAR ? " teriak Yoongi dengan lantang sambil berjalan menghampiri gerombolan anak-anak itu sehabis menendang tempat sampah dengan kasar.

Dan karena cukup terkejut gerombolan anak-anak tadi langsung terdiam. Menatap heran pada dua anak SMA yang tiba-tiba hadir dan turut ikut dalam urusan mereka. Beberapa dari mereka melihat lebih teliti dan tampak tak asing dengan salah satu dari kedua anak SMA yang baru saja menegur mereka.

"Oh !! Min Yoongi" seru seorang diantara anak-anak itu.

"Wow hebat"

"Bukankah dia yang sering ada di televisi itu"

Beberapa anak lain yang juga mengenal Yoongi pun ikut antusias sebab melihat sosok Yoongi di depan mata kepala mereka. Sementara Yoongi tampak tak terlalu peduli dan lebih mementingkan permasalahan akan pentingnya memberi sebuah pelajaran.

"Anak-anak, kalau masih kecil saja kalian sudah seperti ini. Suatu saat nanti bisa saja kalian akan menjadi lebih buruk dari sekarang" tegur Yoongi.

"Kalian itu seharusnya harus akur dengan teman kalian" Timpal Seokjin.

"Dia itu bukan teman kami !!!" Seru beberapa anak itu bersamaan.

"Dia itu tukang mengadu. Ibunya juga miskin dan tidak bisa bicara dengan lancar"

Tak terima Ibunya di hina, anak yang tadinya menjadi sasaran langsung membalas dengan menendang dan memukuli anak yang baru saja menjelek-jelekkan Ibunya.

"JANGAN HINA IBUKU !!! IBUKU ITU PINTAR !!" teriak anak itu kesal.

Perkelahian kecil tak terelakkan, Seokjin dan Yoongi berusaha melerai. Tapi sebelum sempat melerai anak yang di pukul tiba-tiba mendorong anak satunya hingga terpental cukup jauh dan membuat beberapa barangnya tercecer kejalanan.

"Handphone ku" seru sang anak sembari mencoba meraih Handphonenya yang terjatuh di jalan. Tangannya terus mencoba meraih sampai tak sadar sebuah mobil melaju kencang tepat kearahnya.

'TIIINNNN'

Suara klakson mobil menggema kencang. Tapi anak itu seakan tak peduli dan tetap mencoba mengambil Handphonenya. Sampai ketika mobil nyaris mendekat, tubuh kecilnya langsung ditarik oleh Seokjin kepinggir trotoar. Meninggalkan handphonenya yang terkapar di tengah jalan dengan keadaan rusak  sehabis terlindas Ban mobil.

Ditengah ketegangan yang masih terasa sebab nyaris saja terjadi sebuah kecelakaan.  Segerombolan anak lainnya memilih untuk kabur.

"Hei... La-lari !!!"

"YAAAK !!! HEI KALIAN ANAK NAKAL BERHENTI " Yoongi yang menyadari segera berteriak. Tapi belum sempat kaki bergerak mengejar anak-anak itu dengan cepat menghilang.

"Tidak ada yang luka ?" tanya Seokjin pada anak itu.

Anak itu menggeleng cepat " Hyung aku sangat berterima kasih padamu karena sudah menolongku" anak itu membungkuk.

"Tidak ! Tidak apa-apa"

"Tidak bisa begitu Hyung ! Ibuku berkata aku harus balas budi jika ada orang yang baik padaku. Tolong beri aku nomor handphone mu hyung" anak itu merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan sebuah buku notes kecil beserta pena dan menyodorkannya kepada Seokjin.

Seokjin pun tanpa pikir panjang langsung mengambil buku dan menuliskan nomor handphonenya.

"YAAAK !! Seokjin kau punya handphone ternyata selama ini" teriak Yoongi yang sedari tadi memperhatikan Seokjin.

"Hampir tidak pernah dipakai" jawab Seokjin sekenanya.

"Kenapa tidak memberitahuku nomormu ?"

"Kau tidak tanya"

Yoongi memicing sinis, memberikan tatapan mata tak suka pada Seokjin yang ia rasa selalu saja dingin ketika meladeninya.

"Ah sudahlah, Seokjin sekarang lebih baik kita cepat mencari Kim Jungkook"

"Haruskah sekarang, mungkin kita bisa lakukan nanti"

"Kau ini, kita kemarikan ingin bertemu dengan Jungkook"

"Itu aku"

Yoongi dan Seokjin pun lekas menoleh ketika sebuah suara mengintrupsi pembicaraan mereka.

"Aku yang namanya Kim Jungkook" ujar anak yang baru saja Seokjin tolong.

"Kau yang namanya Jungkook" tanya Yoongi dan dibalas anggukan.

"Kita pulang sekarang" Seokjin menarik tangan Yoongi agar lekas pergi dan tidak memperpanjang masalah.

Sayangnya Yoongi justru melepaskan tangan Seokjin kasar sembari berseringai menatap dalam tepat ke mata Seokjin. Firasatnya tidak enak, Seokjin tidak mau berurusan lagi. Tapi Yoongi seakan enggan meninggalkan Jungkook.

"Handphonenya bisa diperbaiki sekarang. Ayo kita cepat ketempat service handphone sekarang !" Tawar Yoongi.

Singkatnya mereka pun benar-benar pergi kesebuah tempat servis handphone. Seokjin tidak ingin ikut tapi Yoongi tidak membiarkannya pergi begitu saja. Begitu juga pada awalnya Jungkook yang tampak tak yakin juga merasa tidak enak dan ingin menolak. Tapi Yoongi bukanlah tipikal orang yang akan menyerahkan apa yang sudah ia incar. Dengan seribu macam bujuk rayu yang meyakinkan, Jungkook nyatanya luluh. Padahal dalam hati, Seokjin benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan terutama ketika sudah mengetahui siapa Jungkook sebenarnya.

Sepanjang perjalanan ketempat service, Seokjin kentara memberi jarak yang terlampau jauh. Seolah enggan berjalan beriringan dengan Yoongi dan Jungkook. Ia berjalan lambat dibelakang. Cukup diam dan hanya memperhatikan Yoongi dan Jungkook yang seakan tenggelam dalam obrolan yang menyenangkan.

Dalam diamnya Seokjin terus memperhatikan Jungkook. Anak itu penampilannya, ekspresinya ternyata dia anak yang seperti itu. Anak yang benar-benar bersinar.

'Anakku Jungkook... Aku ingin merawatnya'

Entah mengapa Seokjin merasa begitu sakit. Dadanya terasa nyeri seperti sesuatu telah menghantamnya dengan kuat. Padahal ia hanya melihatnya. Ternyata inilah alasannya. Alasan Ayah memilih pergi meninggalkannya. Jungkook memang beruntung pikirnya. Sayangnya keberuntungannya hadir di atas rasa sakit seseorang.

Aneh rasanya ketika berada begitu dekat dengan seorang anak yang telah menjadi alasan dari perpisahan kedua orang tuanya. Seokjin tidak begitu membenci hanya saja ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Membenci bukan begitu yang Seokjin rasakan hanya saja rasa sakit itu ternyata memang nyata.

Berpura-pura juga tidak bisa menutupi banyak hal yang selama ini ia tahu tentang Jungkook meskipun ini adalah kali pertamanya bertemu dan bertatap muka. Seokjin rasa pertemuan ini membuatnya mau tidak mau kembali ke awal. Awal dari semuanya dan dia adalah Jungkook.
















Hai,
Selamat membaca

Salam
Mikrokosmos0412 😺

A Thousand PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang