Chapter 7 : Hurt Road

249 23 1
                                    

It is loneliness that finally collects pain. Forcibly closing the valve of happiness, in a heart accustomed to disappointment.
-Unknown-

🎐🎐🎐

Menjadi tidak baik bukanlah sebuah pilihan. Setiap hal yang terjadi dalam hidup juga tak selalu dapat Seokjin pilih akan dimulai darimana. Entah itu akan dimulai dari sesuatu yang baik atau pun buruk, tugasnya hanya menikmati dan menjalaninya semampu dan sebaik mungkin.

Setiap hari tak semua yang terjadi akan selalu sama. Terkadang setiap hari akan terasa begitu menyiksa bagi Seokjin. Terkadang rasa penat dan lelah menghampirinya selama melewati hari. Saat bangun tidur, ada banyak hal yang menghampiri pikirannya. Bagaimana ia sangat membenci keadaan yang membuatnya selalu merasa takut pada hal yang akan terjadi.

Ada sisi dimana ia kadang kala merasa tak sanggup untuk hidup dengan baik karena selalu gelisah. Dia bahkan berpikir apakah sudah saatnya untuk menyerah. Tapi nyatanya ia terus berjalan, meski bukan untuk dirinya sendiri tapi ia akan terus bertahan demi Ibu. Tak ada yang lebih penting dari hal lain di dunia ini. Asal Seokjin bisa kembali membuat senyum ibunya kembali, ia tak akan pernah peduli seberapa banyak pun rasa sakit yang harus ia tanggung.

Bagaimana ia menjalaninya biarlah dia yang menanggung semuanya sendirian. Seokjin siap untuk menjadi yang paling hancur untuk yang pertama asalkan tidak dengan ibunya. Setelah semua yang ia lalui, Seokjin cukup mampu untuk mandiri. Demi kelangsungan hidupnya dan Ibu, Seokjin pun rela bekerja paruh waktu di sebuah minimarket. Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Seokjin pun tetap menjalankan perannya sebagai seorang kasir.

Tak peduli seberapa pentingnya arti istirahat di masa libur sekolah, Seokjin tetaplah Seokjin. Disaat anak-anak sebayanya menikmati waktu bermain bersama, dirinya hanya ingin berkutat pada kesibukan yang bisa membantu kehidupannya agar tetap berjalan. Bukannya tak memiliki apapun tapi Seokjin hanya tak mau menyusahkan Ibu atau menggunakan tabungan hasil jerih payah Ibu ketika terakhir kali bekerja.

'Kau tidak perlu bekerja begitu keras Seokjin. Bagaimana pun kau tetaplah seorang pelajar. Tugasmu cukup belajar, masalah biaya Bibi dan Paman akan membantu sebisa kami'

Sekilas Seokjin kembali mengingat perkataan Bibi Jung. Wanita paruh baya yang sudah sangat dekat dengannya itu bahkan berulang kali meminta dengan tulus padanya untuk tidak lagi bekerja paruh waktu. Tapi Seokjin bukanlah orang yang ingin hidup selamanya dengan hanya bergantung pada orang lain.

'Kau percaya pada Bibi bukan ? Tolong berhentilah bekerja. Hyonsu sudah beberapa kali bilang jika kau tidak mau berhenti maka dia yang akan datang dan meminta mu untuk berhenti. Kau tahu kan Hyonsu sudah menganggapmu seperti adiknya sendiri'

Bibi dan seluruh keluarganya sudah sangat lebih dari baik padanya dan Ibu. Bahkan disaat Seokjin harus bersekolah saja Bibi Jung dengan suka rela membantu Seokjin untuk mengurus dan mengawasi Ibu. Seokjin hanya tidak bisa untuk terus berhutang.

Selain itu, Seokjin memiliki alasan lain yang membuatnya ingin tetap bekerja paruh waktu. Ia hanya tidak bisa pulang cepat ke rumah selain karena tak pernah ada yang menunggunya di rumah. Seokjin hanya tak ingin ibunya terus merasa terbebani dan tertekan karena melihat dirinya. Seokjin hanya butuh pelarian dan bekerja adalah caranya untuk berlari dari rasa sakit.

'TRIINGG!!'

Suara lonceng pintu minimarket menggema kuat, seketika memecah lamunan Seokjin. Ini adalah pelanggan pertama sejak jam kerjanya dimulai. Seorang pria dewasa bersama anak laki-laki yang sudah pasti merupakan Ayah dan anak.

"Selamat Datang" sapa Seokjin dengan ramah.

Sang pria dewasa membalas sapaan Seokjin dengan sebuah anggukan kecil sembari tersenyum ramah. Sementara sang anak sudah berlari dengan girang menuju sisi rak yang di penuhi jajanan anak-anak.

A Thousand PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang